luhanay blog Follow Dash Owner

Senin, 05 Oktober 2015

[Cifcif] About me



Dulu, aku selalu berfikir kalau hidup sendiri itu akan lebih baik, atau mungkin juga menyenagkan. Setidaknya, tidak ada yang akan melarang untuk melakukan ini dan itu, tidak ada yang selalu memerintah dan mengekang. Yah begitu, aku selalu berharap begitu.
Aku hanya tidak suka dengan mereka yang melarangku, aku tidak ingin diperlakukan seolah aku adalah boneka yang selalu patuh pada mereka, aku ingin menjalani hidupku sendiri. Aku ingin melakukan apapun yang aku inginkan, itu saja.
Ouh ini gila, bahkan aku tidak suka dengan orang tuaku saat mereka melarangku melakukan ini dan itu, menyuruhku melakukan ini dan itu, terus bicara baik dan buruknya dunia, dan sama sekali tidak bertanya apa yang aku inginkan. Aku tidak suka itu. Entah kenapa aku berfikir kalau mereka tidak cukup baik, mereka tidak mengerti bagaimana aku dan hanya memaksaku untuk mengerti bagaimana mereka. Itu egois.
Tidak, orang tuaku sebenarnya tidak sekejam itu. Ayah dan Ibuku sungguh luar biasa, mereka sangat berarti untukku, aku mencintai mereka. Masa kecilku cukup bahagia bersama mereka, aku bisa memeluk mereka, tertawa bersama mereka, dan aku bisa selalu memandang wajah mereka. Sebelum semuanya berubah dan menjadi sulit untuk aku mengerti.
Saat aku sembilan tahun, sesuatu terjadi. Tanggal 25 September 2006, Ibuku meninggal. Pergi meninggalkanku untuk selamanya, bahkan tidak terfikir olehku seperti apa itu benar-benar pergi karena meninggal. Yang bisa aku lakukan hanya menangis.
Ibuku meninggal, itu tidak bisa aku tolak. Tuhan lebih menyayanginya dan memberi yang terbaik untuknya. Lalu beberapa bulan kemudian, Ayahku menikah lagi dengan seorang perempuan yang sebenarnya tidak aku inginkan untuk  menjadi pengganti Ibuku. Aku sangat mencintai Ibuku, dan selamanya akan tetap dia Ibuku.
Saat itu, aku melakukan apa yang aku bisa. Aku tidak suka pernikahan itu, dan aku tidak menginginkan seorang Ibu baru. Aku berusaha jujur dan bicara dengan Ayahku tentang itu, aku marah pada Ayahku, aku menghancurkan diriku sendiri, aku berubah, tapi sayangnya semuanya tidak berhasil membuat pernikahan itu tidak terjadi. Mungkin aku terlalu lemah.
Ibu baru sudah bersamaku, dan rasa marah itu masih ada. Aku tidak mau berhenti untuk menolak itu, aku tetap mengunci hatiku dan berubah. Yah ... benar, aku berubah dan merubah semuanya. Aku tidak menjadi aku yang dulu, aku yang sekarang adalah aku yang mengatur hidupku sendiri.
Aku tidak bicara pada orang lain, aku tidak tersenyum pada orang lain, aku tidak ingin bertemu dengan orang lain, aku hanya sendiri dan terus sendiri. Aku selalu melakukan apapun yang aku inginkan tanpa memikirkan bagaimana orang lain, aku hanya terus melakukan apapun walaupun itu menyakiti orang lain, termasuk Ibu baruku dan mungkin, Ayah. Aku benar-benar berubah.
Keinginanku untuk hidup sendiri semakin tinggi, aku tidak suka dengan keluargaku yang sekarang. Ibu baru yang menggantikan Ibuku, Ayah yang perlahan berubah, dan dunia yang kurasa tidak berpihak padaku. Semua itu membuatku hidup sendiri, walaupun aku masih tinggal bersama Ayah dan Ibu, tapi aku hidup seolah aku sendiri. Ah bukan, sepertinya aku hidup tapi tidak benar-benar hidup. Aku mati.
Aku tetap ingin sendiri. Aku membuat masalah ini dan itu, mengacaukan semuanya, menyakiti orang lain, merubah suasana dikeluargaku, dan aku terus membangun benteng besar antara aku dan orang tuaku, terutama Ibu.
Seiring waktu yang terus berlalu dan angin terus berhembus, juga masalah-masalah yang terus aku buat walaupun sebenarnya itu hanya menghancurkan hidupku sendiri. Akhirnya, mereka, Ayah dan Ibu memutuskan untuk pergi. Mereka mengabulkan permintaanku untuk tinggal dan hidup sendiri. Mereka pergi.
Aku sendiri. Sekarang aku benar-benar sendirian. Mungkin aku harus bahagia dengan itu, keinginanku sejak dulu untuk hidup sendiri sudah terwujud. Tidak lagi ada yang melarangku melakukan ini dan itu, menyuruhku ini dan itu, mengekangku, dan membuatku gila.
Tapi sayangnya, semua itu ternyata tidak benar-benar menyenangkan. Itu mengerikan. Aku hanya sendirian, tidak ada siapapun yang bisa aku lihat, tidak ada yang tersenyum padaku, tidak ada yang bisa aku peluk, dan tidak ada yang bisa tertawa denganku. Tidak ada seorangpun yang aku lihat kecuali diriku sendiri dipantulan cermin, tidak ada suara yang bisa aku dengar selain suaraku sendiri, dan tidak ada yang bisa aku rasakan kecuali hembusan angin dingin yang sepi. Aku tidak menyukai itu.
Ini semua tidak seperti yang aku fikirkan, sama sekali tidak ada kebahagiaan dalam kehidupan yang sendirian. Yang ada hanya kesedihan, air mata, dan kerinduan. Oh benar, aku merindukan mereka. Merindukan kehidupanku yang dulu, aku yang masih bisa tersenyum dan memeluk orang tuaku. Bukan aku yang hanya sendiri dan merindukan orang tuaku dengan banyak air mata. Menyebalkan.
Dimana Ibuku? Aku tidak tahu dimana dia? Sedang apa dia? Apa dia tidur nyenyak? Apa dia bahagia di surga sana? Aku benar-benar merindukannya, aku merindukan Ibu.
Entah kenapa aku tidak memikirkan Ibu baruku itu, walaupun dia sudah tidak baru lagi sekarang. Ini sudah bertahun-tahun berlalu, dan juga bertahun-tahun dia menjadi Ibuku. Sayangnya, sama sekali aku tidak merasa kalau dia Ibuku, aku tidak menganggapnya sebagai Ibuku. Bahkan aku tidak mau memandang wajahnya. Ini benar-benar gila, mungkin aku anak durhaka. Tapi aku tidak bisa membuat hatiku menerimanya, aku terus menolak kenyataan kalau Ibu kandungku sudah meninggal dan Ayahku sudah memberikan Ibu lagi untukku.
Haha ... aku tidak tahu kenapa aku menulis semua ini, seharusnya aku tidak membicarakan hidupku begitu terbuka seperti ini, tapi yang aku inginkan hanya meringankan hatiku yang dingin. Aku hanya ingin kembali menjadi aku yang dulu dengan semua kebahagiaan masa kecilku. Aku hanya ingin membuat hidup ini lebih mudah, aku hanya ingin menangis dan merubah apa yang sudah terjadi. Aku ingin bahagia.
Seseorang yang aku sukai adalah Uzumaki Naruto, yah ... anak laki-laki fiksi itu. Aku suka menonton Naruto Shipuden, aku suka dengan ceritanya yang sedikit mirip denganku. Mirip? Apanya yang mirip? Naruto, dia yang sendirian. Dan Uchiha Sasuke yang harus sendirian setelah dia merasakan hidup bersama keluarga. Itu yang mirip denganku, kesendirian. Ough sudahlah, lupakan Naruto, aku tidak terlalu menyukai ceritanya. Aku benci dengan penulis ceritanya. Bagaimana bisa membuat cerita yang sangat menyebalkan seperti itu? Cerita yang membuat tokohnya sakit hati, menangis, dan sendirian. Itu sungguh menyebalkan.
Saat ini, yang aku inginkan saat ini, adalah bertemu dengan Ayahku. Aku merindukannya. Ah ini terasa menyakitkan untukku. Disaat aku merindukan Ayahku, bahkan aku tidak bisa mengatakan kalau aku merindukan Ayahku. Aku tidak bisa memeluknya, tersenyum padanya, menatap wajahnya yang mungkin sekarang sudah sedikit keriput, karena aku sudah besar sekarang.
Aku tidak bisa mengatakan bagaimana perasaanku padanya, aku tidak bisa dengan jujur bicara padanya tentang apa yang ada dalam hatiku, yang aku rasakan. Aku tidak bisa membuatnya mengerti apa yang aku inginkan, Ayah mungkin terlalu mencintai istri keduanya.
Aku tidak tahu harus apa, harus bagaimana, harus kemana, dan apakah harus aku berhenti menangis? Tidak, aku tidak bisa berhenti menangis karena aku sangat menyesal. Aku benar-benar menyesal dan tidak bisa memaafkan diriku sendiri karena sudah menjadi aku yang sangat jahat. Aku yang sudah menghancurkan hati orang tuaku, aku yang mungkin membuat Ibu kandungku kecewa dengan apa yang aku lakukan. Ini terlalu menyakitkan untukku.
Tidak ada seorangpun yang mengerti bagaimana aku, tidak ada yang memelukku dan menghapus air mataku, bahkan tidak ada seorangpun yang bertanya “Apa aku baik-baik saja?”
Aku benar-benar sendiri. Aku hanya sendiri menghadapi semua ini, aku hanya sendiri dan terus berusaha berjalan walalupun kedua kakiku sudah sangat lelah. Hatiku hancur, aku tidak bisa berhenti menagis, aku kesepian, dan aku sangat menyesal.
Aku ingin mengatakan kalau aku merindukan Ayah, aku ingin memeluknya, membuatnya tersenyum padaku. Dan sebenarnya, aku ingin tahu bagaimana perasaan Ibu itu padaku. Apakah dia baik padaku? Bagaimana dia menganggapku? Apa dia menyukaiku? Atau mungkin, apakah dia meneriku sebagai anaknya? Aku ingin tahu itu.
Bisakah aku memperbaiki hidupku ini? Melupakan masa lalu dan memulai cerita baru yang bahagia dengan mereka, bisakah aku melakukan itu?
Tidak. Tidak mungkin. Dan itu sungguh tidak mungkin!
Bagaimana mereka bisa memaafkanku? Aku yang sudah menghancurkan hati mereka, aku yang selalu membuat mereka sedih dan menangis. Aku benar-benar durhaka.
Tapi bisakah kita kembali bersama? Aku merindukan saat itu, suasana bersama mereka. Aku merindukan peraturan mereka, omelan mereka, teriakan mereka saat memarahiku, senyuman mereka, dan tentunya pelukan hangat mereka. Bisakah aku mendapatkan itu kembali?
Walaupun aku tidak bisa membuat mereka memaafkanku, tapi setidaknya bisakah aku memohon?
Aku tahu, semua air mata yang sudah keluar tidak akan bisa masuk kembali, hati yang sudah hancur tidak akan bisa menyatu kembali, dan bekas luka tidak akan menghilang. Aku sadar itu. Mungkin hati mereka sudah tertutup untukku, mereka pasti membenciku. Pasti.
Baiklah, aku tidak bisa berbuat apa-apa.  Aku bukan Tuhan yang bisa merubah takdir.
Yang aku inginkan adalah bicara. Aku ingin mengatakan semuanya pada Ayah dan Ibuku, semua tentang perasaanku, keinginanku, penyesalanku, dan tentunya aku ingin sekali mengatakan maaf ku.
“Ayah, aku menyayangimu, aku mencintaimu. Kau tahu Ayah, aku sangat bangga bisa mempunyai Ayah yang luar biasa sepertimu. Aku beruntung bisa terlahir sebagai anakmu. Maafkan aku yang tidak sempurna dan hanya memberi banyak kekecewaan untukmu, maafkan aku Ayah. Kau Ayahku, Ayah yang rela melakukan apapun untukku, Ayah yang sangat memperhatikanku, Ayah yang menyayangiku, Ayah yang selalu tersenyum padaku, Ayah yang selalu membuatku tertawa, Ayah yang benar-benar hebat. Kau adalah Ayah yang sangat sangat sangat dan sangat hebat. Tapi Ayah, aku juga berfikir, kenapa kau harus menjadi Ayahku, aku yang sangat jahat seperti ini. Seharusnya kau tidak menjadi Ayahku, kau hanya layak ditakdirkan dengan anak yang sangat baik, anak yang juga hebat dan luar biasa sepertimu, bukan anak durhaka sepertiku. Aku hanya membawa kekecewaan, aku hanya membuat masalah dan memberi kesedihan. Aku selalu membuatmu menangis dan menghancurkan hatimu, aku tahu Ayah, walaupun kau tidak menangis dihadapanku. Maaf Ayah. Ouh apa ini, aku menangis ... haha ini menyedihkan untukku. Aku sangat merindukanmu Ayah, sangat sangat merindukanmu. Dimana Ayah sekarang? Apa Ayah sudah makan dengan baik? Apa Ayah tidur nyenyak? Apa Ayah sehat? Apa Ayah masih tetap gemuk seperti dulu? Lalu bagaimana dengan asam uratmu, apa itu sudah sembuh? Ah kuharap Ayah selalu baik-baik saja, selalu sehat dan bahagia, selamanya. Ayah, aku rindu saat itu. Aku rindu masa kecilku bersamamu, masa kecilku yang benar-benar bahagia. Ayah masih suka nonton film action tengah malam? Dulu kita selalu nonton bersama, walau akhirnya pagi hari Ibu memarahi kita berdua, tapi itu sangat menyenangkan. Ayah bilang jangan nonton film dewasa, tapi Ayah sendiri yang memberiku film dewasa pada akhirnya. Ayah, apa kau merindukanku? Apa pernah kau memikirkanku? Maafkan Aku. Sejak kau pergi meninggalkanku sendiri, aku selalu memikirkanmu. Hanya kau satu-satunya yang aku punya setelah Ibu meninggalkanku, aku sangat menyayangimu. Ayah, maaf karena aku tidak membuka hati untuk Ibu baru yang kau berikan. Aku tahu itu untuk kebaikanku juga, tapi aku tidak ingin menggantikan Ibu kandungku, aku sangat menyayanginya dan tidak akan merubah cerita kalau dia satu-satunya Ibuku. Maaf karena aku berubah menjadi jahat, aku sadar sejak aku berubah, aku sudah bukan putrimu lagi. Tapi tidak ada yang bisa aku lakukan, aku tidak tahu harus bagaimana, aku hanya terus menutup hatiku, membangun benteng besar antara kita untuk menyembunyikan kesedihan hatiku, maafkan aku Ayah. Aku hanya ingin Ayah lebih perhatian padaku, jangan terlalu sibuk bekerja dan melupakan aku, datang kesekolahku mengambil raport, mengatakan ‘kau pasti bisa’ saat aku berhasil menjadi juara lomba, dan tidak memintaku untuk tidak menjadi diriku yang sebenarnya. Aku hanya ingin itu Ayah, aku ingin kita menjadi keluarga yang sangat bahagia. Tapi mungkin itu terlalu sulit untukmu, kau juga harus tetap menjadi dirimu sendiri, Ayah. Aku masih tetap bangga menjadi anakmu walau kau sebenarnya adalah Ayah yang keras kepala dan kurang pengertian. Sudahlah, semua itu tidak penting selagi kau masih tetap menjadi Ayahku yang luar biasa. Aku mencintaimu, Ayah. Maafkan aku, maaf untuk semuanya. Walaupun kata maaf tidak akan bisa mengembalikan hatimu yang hancur karenaku, tapi tidak ada yang bisa aku katakan selain maaf. Maaf, maaf, maaf, maaf, maaf, dan maaf. Hanya itu yang bisa aku katakan. Aku mencintaimu, aku juga sangat merindukanmu Ayah. Terima kasih sudah menjadi Ayahku. Maafkan aku, Ayah”
Aku menangis lagi. Oh air mata ini tidak mau berhenti keluar, mataku sudah perih dan sangat berair sekarang. Aku jadi tidak bisa menulis, haha ... aku harus berhenti menangis.
“Untuk Ibu, Ibu tiriku, ah sebenarnya aku tidak ingin menyebutmu seperti itu. Aku tidak suka kata ‘tiri’ karena itu terkesan kasar dan mengerikkan, tapi maafkan aku sudah memanggimu seperti itu. Ah yah benar, aku harus minta maaf pada Ibu, selama ini aku sudah sangat jahat dengan tidak menerima Ibu sebagai Ibuku. Maaf karena aku juha tidak menganggap Ibu sebagai Ibuku, maafkan aku. Aku harap Ibu bisa mengerti, aku hanya ingin tetap bersama Ibu kandungku. Aku tidak ingin ada orang lain datang dan menggantikan posisinya, aku sangat mencintai Ibuku. Mohon maafkan aku. Ini sulit untukku, maaf. Sebenarnya aku juga tidak mengerti kenapa aku seperti ini, kenapa aku tidak mau membuka hatiku untukmu, kenapa aku menolakmu, kenapa aku membencimu, aku tidak tahu kenapa. Padahal yang aku lihat, kau sepertinya sangat baik. Kau baik mau menganggapku sebagai anakmu dimata orang lain, kau bahkan terlalu baik untuk menerima luka karena aku. Maaf karena aku menghancurkan hatimu, membuatmu menangis, mengecewakanmu, dan maaf untuk semuanya. Aku tahu, hanya dengan maaf tidak akan mengembalikan semuanya. Ibu masih akan mempunyai bekas luka dalam hatimu karena aku, atau bahkan mungkin hatimu sudah sangat hancur berkeping karena aku. maaf, maafkan aku. Terima kasih sudah menyayangi Ayahku seperti itu, dia sangat membutuhkanmu untuk menjadi temannya karena aku sangat mengecewakan. Terima kasih untuk semuanya, aku mohon maafkan aku ... Ibu”
Jika mungkin, rasanya aku ingin sekali menatap wajah Ibu walaupun itu hanya satu detik. Selama ini aku tidak pernah menatap wajah Ibu, aku juga bahkan tidak tahu bagaimana persisnya Ibu. Maafkan aku.
“Ibu, Ibu kandungku, maaf aku sudah membuatmu kecewa dengan menjadi anak yang jahat. Maaf karena aku tidak menjadi perempuan seperti Ibu, aku tidak kuat dan pintar seperti Ibu, aku tidak baik dan penyayang seperti Ibu, maafkan aku karena menjadi seperti ini. Aku tahu selama ini Ibu mengawasiku, mungkin Ibu juga menangis melihatku seperti ini. Maaf Ibu. Aku hanya ingin menjaga hatimu, aku hanya ingin kau menjadi satu-satunya Ibu untukku dan istri untuk Ayah, aku ingin Ibu menjadi cinta satu-satunya untuk Ayah. Tapi itu sepertinya tidak benar. Ayah masih sangat mencintai Ibu, Ayah tidak melupakan Ibu walaupun dia bersama orang lain sekarang. Ayah mencintaimu Ibu. Maaf karena tidak bersikap baik pada Ibu itu, maaf mengecewakanmu. Aku selalu berharap bisa bertemu denganmu lagi di surga nanti, dan aku memelukmu lagi seperti dulu. Maafkan aku untuk semuanya, Ibu. Apa Ibu tahu? Aku sangat mencitai Ibu, dan aku sangat bangga bisa lahir dari perempuan yang luar biasa seperti Ibu. Terima kasih sudah menjadi Ibuku, aku mencintaimu. Maafkan aku Ibu”
Ah entahlah, aku tidak tahu apa aku bisa berhenti menangis atau tidak sekarang. Air mata ini sudah terlalu banyak dan membasahi kedua pipiku, juga bajuku. Aku sangat menyesal dengan semua ini. Aku ingin menangis dan berteriak, aku ingin menangis.
Semua yang sudah terjadi tidak bisa berubah, ini mungkin sudah takdir Tuhan. Aku harus seperti ini untuk kembali sadar dan menjadi aku yang dulu.
Yang harus aku lakukan sekarang adalah minta maaf pada orang tuaku, pada semua keluargaku, pada semua orang-orang yang sudah aku sakiti. Aku berharap bisa melihat mereka lagi dan meminta maaf, walau tidak banyak harapanku jika mereka akan memaafkanku. Tapi setidaknya, itu yang harus aku lakukan.
Dan setelah itu, aku harus benar-benar kembali menjadi aku yang dulu. Aku yang baik dan selalu tersenyum. Yah, baiklah, aku akan mencoba menjadi diriku yang sesungguhnya. Aku akan benar-benar berubah menjadi lebih baik, lebih baik lagi, dan menjadi aku yang tidak menyakiti orang lain. Aku akan semangat dan terus berusaha.
Maafkan aku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

iklaan

SUPER JUNIOR