luhanay blog Follow Dash Owner

Senin, 05 Oktober 2015

[Cifcif] About me



Dulu, aku selalu berfikir kalau hidup sendiri itu akan lebih baik, atau mungkin juga menyenagkan. Setidaknya, tidak ada yang akan melarang untuk melakukan ini dan itu, tidak ada yang selalu memerintah dan mengekang. Yah begitu, aku selalu berharap begitu.
Aku hanya tidak suka dengan mereka yang melarangku, aku tidak ingin diperlakukan seolah aku adalah boneka yang selalu patuh pada mereka, aku ingin menjalani hidupku sendiri. Aku ingin melakukan apapun yang aku inginkan, itu saja.
Ouh ini gila, bahkan aku tidak suka dengan orang tuaku saat mereka melarangku melakukan ini dan itu, menyuruhku melakukan ini dan itu, terus bicara baik dan buruknya dunia, dan sama sekali tidak bertanya apa yang aku inginkan. Aku tidak suka itu. Entah kenapa aku berfikir kalau mereka tidak cukup baik, mereka tidak mengerti bagaimana aku dan hanya memaksaku untuk mengerti bagaimana mereka. Itu egois.
Tidak, orang tuaku sebenarnya tidak sekejam itu. Ayah dan Ibuku sungguh luar biasa, mereka sangat berarti untukku, aku mencintai mereka. Masa kecilku cukup bahagia bersama mereka, aku bisa memeluk mereka, tertawa bersama mereka, dan aku bisa selalu memandang wajah mereka. Sebelum semuanya berubah dan menjadi sulit untuk aku mengerti.
Saat aku sembilan tahun, sesuatu terjadi. Tanggal 25 September 2006, Ibuku meninggal. Pergi meninggalkanku untuk selamanya, bahkan tidak terfikir olehku seperti apa itu benar-benar pergi karena meninggal. Yang bisa aku lakukan hanya menangis.
Ibuku meninggal, itu tidak bisa aku tolak. Tuhan lebih menyayanginya dan memberi yang terbaik untuknya. Lalu beberapa bulan kemudian, Ayahku menikah lagi dengan seorang perempuan yang sebenarnya tidak aku inginkan untuk  menjadi pengganti Ibuku. Aku sangat mencintai Ibuku, dan selamanya akan tetap dia Ibuku.
Saat itu, aku melakukan apa yang aku bisa. Aku tidak suka pernikahan itu, dan aku tidak menginginkan seorang Ibu baru. Aku berusaha jujur dan bicara dengan Ayahku tentang itu, aku marah pada Ayahku, aku menghancurkan diriku sendiri, aku berubah, tapi sayangnya semuanya tidak berhasil membuat pernikahan itu tidak terjadi. Mungkin aku terlalu lemah.
Ibu baru sudah bersamaku, dan rasa marah itu masih ada. Aku tidak mau berhenti untuk menolak itu, aku tetap mengunci hatiku dan berubah. Yah ... benar, aku berubah dan merubah semuanya. Aku tidak menjadi aku yang dulu, aku yang sekarang adalah aku yang mengatur hidupku sendiri.
Aku tidak bicara pada orang lain, aku tidak tersenyum pada orang lain, aku tidak ingin bertemu dengan orang lain, aku hanya sendiri dan terus sendiri. Aku selalu melakukan apapun yang aku inginkan tanpa memikirkan bagaimana orang lain, aku hanya terus melakukan apapun walaupun itu menyakiti orang lain, termasuk Ibu baruku dan mungkin, Ayah. Aku benar-benar berubah.
Keinginanku untuk hidup sendiri semakin tinggi, aku tidak suka dengan keluargaku yang sekarang. Ibu baru yang menggantikan Ibuku, Ayah yang perlahan berubah, dan dunia yang kurasa tidak berpihak padaku. Semua itu membuatku hidup sendiri, walaupun aku masih tinggal bersama Ayah dan Ibu, tapi aku hidup seolah aku sendiri. Ah bukan, sepertinya aku hidup tapi tidak benar-benar hidup. Aku mati.
Aku tetap ingin sendiri. Aku membuat masalah ini dan itu, mengacaukan semuanya, menyakiti orang lain, merubah suasana dikeluargaku, dan aku terus membangun benteng besar antara aku dan orang tuaku, terutama Ibu.
Seiring waktu yang terus berlalu dan angin terus berhembus, juga masalah-masalah yang terus aku buat walaupun sebenarnya itu hanya menghancurkan hidupku sendiri. Akhirnya, mereka, Ayah dan Ibu memutuskan untuk pergi. Mereka mengabulkan permintaanku untuk tinggal dan hidup sendiri. Mereka pergi.
Aku sendiri. Sekarang aku benar-benar sendirian. Mungkin aku harus bahagia dengan itu, keinginanku sejak dulu untuk hidup sendiri sudah terwujud. Tidak lagi ada yang melarangku melakukan ini dan itu, menyuruhku ini dan itu, mengekangku, dan membuatku gila.
Tapi sayangnya, semua itu ternyata tidak benar-benar menyenangkan. Itu mengerikan. Aku hanya sendirian, tidak ada siapapun yang bisa aku lihat, tidak ada yang tersenyum padaku, tidak ada yang bisa aku peluk, dan tidak ada yang bisa tertawa denganku. Tidak ada seorangpun yang aku lihat kecuali diriku sendiri dipantulan cermin, tidak ada suara yang bisa aku dengar selain suaraku sendiri, dan tidak ada yang bisa aku rasakan kecuali hembusan angin dingin yang sepi. Aku tidak menyukai itu.
Ini semua tidak seperti yang aku fikirkan, sama sekali tidak ada kebahagiaan dalam kehidupan yang sendirian. Yang ada hanya kesedihan, air mata, dan kerinduan. Oh benar, aku merindukan mereka. Merindukan kehidupanku yang dulu, aku yang masih bisa tersenyum dan memeluk orang tuaku. Bukan aku yang hanya sendiri dan merindukan orang tuaku dengan banyak air mata. Menyebalkan.
Dimana Ibuku? Aku tidak tahu dimana dia? Sedang apa dia? Apa dia tidur nyenyak? Apa dia bahagia di surga sana? Aku benar-benar merindukannya, aku merindukan Ibu.
Entah kenapa aku tidak memikirkan Ibu baruku itu, walaupun dia sudah tidak baru lagi sekarang. Ini sudah bertahun-tahun berlalu, dan juga bertahun-tahun dia menjadi Ibuku. Sayangnya, sama sekali aku tidak merasa kalau dia Ibuku, aku tidak menganggapnya sebagai Ibuku. Bahkan aku tidak mau memandang wajahnya. Ini benar-benar gila, mungkin aku anak durhaka. Tapi aku tidak bisa membuat hatiku menerimanya, aku terus menolak kenyataan kalau Ibu kandungku sudah meninggal dan Ayahku sudah memberikan Ibu lagi untukku.
Haha ... aku tidak tahu kenapa aku menulis semua ini, seharusnya aku tidak membicarakan hidupku begitu terbuka seperti ini, tapi yang aku inginkan hanya meringankan hatiku yang dingin. Aku hanya ingin kembali menjadi aku yang dulu dengan semua kebahagiaan masa kecilku. Aku hanya ingin membuat hidup ini lebih mudah, aku hanya ingin menangis dan merubah apa yang sudah terjadi. Aku ingin bahagia.
Seseorang yang aku sukai adalah Uzumaki Naruto, yah ... anak laki-laki fiksi itu. Aku suka menonton Naruto Shipuden, aku suka dengan ceritanya yang sedikit mirip denganku. Mirip? Apanya yang mirip? Naruto, dia yang sendirian. Dan Uchiha Sasuke yang harus sendirian setelah dia merasakan hidup bersama keluarga. Itu yang mirip denganku, kesendirian. Ough sudahlah, lupakan Naruto, aku tidak terlalu menyukai ceritanya. Aku benci dengan penulis ceritanya. Bagaimana bisa membuat cerita yang sangat menyebalkan seperti itu? Cerita yang membuat tokohnya sakit hati, menangis, dan sendirian. Itu sungguh menyebalkan.
Saat ini, yang aku inginkan saat ini, adalah bertemu dengan Ayahku. Aku merindukannya. Ah ini terasa menyakitkan untukku. Disaat aku merindukan Ayahku, bahkan aku tidak bisa mengatakan kalau aku merindukan Ayahku. Aku tidak bisa memeluknya, tersenyum padanya, menatap wajahnya yang mungkin sekarang sudah sedikit keriput, karena aku sudah besar sekarang.
Aku tidak bisa mengatakan bagaimana perasaanku padanya, aku tidak bisa dengan jujur bicara padanya tentang apa yang ada dalam hatiku, yang aku rasakan. Aku tidak bisa membuatnya mengerti apa yang aku inginkan, Ayah mungkin terlalu mencintai istri keduanya.
Aku tidak tahu harus apa, harus bagaimana, harus kemana, dan apakah harus aku berhenti menangis? Tidak, aku tidak bisa berhenti menangis karena aku sangat menyesal. Aku benar-benar menyesal dan tidak bisa memaafkan diriku sendiri karena sudah menjadi aku yang sangat jahat. Aku yang sudah menghancurkan hati orang tuaku, aku yang mungkin membuat Ibu kandungku kecewa dengan apa yang aku lakukan. Ini terlalu menyakitkan untukku.
Tidak ada seorangpun yang mengerti bagaimana aku, tidak ada yang memelukku dan menghapus air mataku, bahkan tidak ada seorangpun yang bertanya “Apa aku baik-baik saja?”
Aku benar-benar sendiri. Aku hanya sendiri menghadapi semua ini, aku hanya sendiri dan terus berusaha berjalan walalupun kedua kakiku sudah sangat lelah. Hatiku hancur, aku tidak bisa berhenti menagis, aku kesepian, dan aku sangat menyesal.
Aku ingin mengatakan kalau aku merindukan Ayah, aku ingin memeluknya, membuatnya tersenyum padaku. Dan sebenarnya, aku ingin tahu bagaimana perasaan Ibu itu padaku. Apakah dia baik padaku? Bagaimana dia menganggapku? Apa dia menyukaiku? Atau mungkin, apakah dia meneriku sebagai anaknya? Aku ingin tahu itu.
Bisakah aku memperbaiki hidupku ini? Melupakan masa lalu dan memulai cerita baru yang bahagia dengan mereka, bisakah aku melakukan itu?
Tidak. Tidak mungkin. Dan itu sungguh tidak mungkin!
Bagaimana mereka bisa memaafkanku? Aku yang sudah menghancurkan hati mereka, aku yang selalu membuat mereka sedih dan menangis. Aku benar-benar durhaka.
Tapi bisakah kita kembali bersama? Aku merindukan saat itu, suasana bersama mereka. Aku merindukan peraturan mereka, omelan mereka, teriakan mereka saat memarahiku, senyuman mereka, dan tentunya pelukan hangat mereka. Bisakah aku mendapatkan itu kembali?
Walaupun aku tidak bisa membuat mereka memaafkanku, tapi setidaknya bisakah aku memohon?
Aku tahu, semua air mata yang sudah keluar tidak akan bisa masuk kembali, hati yang sudah hancur tidak akan bisa menyatu kembali, dan bekas luka tidak akan menghilang. Aku sadar itu. Mungkin hati mereka sudah tertutup untukku, mereka pasti membenciku. Pasti.
Baiklah, aku tidak bisa berbuat apa-apa.  Aku bukan Tuhan yang bisa merubah takdir.
Yang aku inginkan adalah bicara. Aku ingin mengatakan semuanya pada Ayah dan Ibuku, semua tentang perasaanku, keinginanku, penyesalanku, dan tentunya aku ingin sekali mengatakan maaf ku.
“Ayah, aku menyayangimu, aku mencintaimu. Kau tahu Ayah, aku sangat bangga bisa mempunyai Ayah yang luar biasa sepertimu. Aku beruntung bisa terlahir sebagai anakmu. Maafkan aku yang tidak sempurna dan hanya memberi banyak kekecewaan untukmu, maafkan aku Ayah. Kau Ayahku, Ayah yang rela melakukan apapun untukku, Ayah yang sangat memperhatikanku, Ayah yang menyayangiku, Ayah yang selalu tersenyum padaku, Ayah yang selalu membuatku tertawa, Ayah yang benar-benar hebat. Kau adalah Ayah yang sangat sangat sangat dan sangat hebat. Tapi Ayah, aku juga berfikir, kenapa kau harus menjadi Ayahku, aku yang sangat jahat seperti ini. Seharusnya kau tidak menjadi Ayahku, kau hanya layak ditakdirkan dengan anak yang sangat baik, anak yang juga hebat dan luar biasa sepertimu, bukan anak durhaka sepertiku. Aku hanya membawa kekecewaan, aku hanya membuat masalah dan memberi kesedihan. Aku selalu membuatmu menangis dan menghancurkan hatimu, aku tahu Ayah, walaupun kau tidak menangis dihadapanku. Maaf Ayah. Ouh apa ini, aku menangis ... haha ini menyedihkan untukku. Aku sangat merindukanmu Ayah, sangat sangat merindukanmu. Dimana Ayah sekarang? Apa Ayah sudah makan dengan baik? Apa Ayah tidur nyenyak? Apa Ayah sehat? Apa Ayah masih tetap gemuk seperti dulu? Lalu bagaimana dengan asam uratmu, apa itu sudah sembuh? Ah kuharap Ayah selalu baik-baik saja, selalu sehat dan bahagia, selamanya. Ayah, aku rindu saat itu. Aku rindu masa kecilku bersamamu, masa kecilku yang benar-benar bahagia. Ayah masih suka nonton film action tengah malam? Dulu kita selalu nonton bersama, walau akhirnya pagi hari Ibu memarahi kita berdua, tapi itu sangat menyenangkan. Ayah bilang jangan nonton film dewasa, tapi Ayah sendiri yang memberiku film dewasa pada akhirnya. Ayah, apa kau merindukanku? Apa pernah kau memikirkanku? Maafkan Aku. Sejak kau pergi meninggalkanku sendiri, aku selalu memikirkanmu. Hanya kau satu-satunya yang aku punya setelah Ibu meninggalkanku, aku sangat menyayangimu. Ayah, maaf karena aku tidak membuka hati untuk Ibu baru yang kau berikan. Aku tahu itu untuk kebaikanku juga, tapi aku tidak ingin menggantikan Ibu kandungku, aku sangat menyayanginya dan tidak akan merubah cerita kalau dia satu-satunya Ibuku. Maaf karena aku berubah menjadi jahat, aku sadar sejak aku berubah, aku sudah bukan putrimu lagi. Tapi tidak ada yang bisa aku lakukan, aku tidak tahu harus bagaimana, aku hanya terus menutup hatiku, membangun benteng besar antara kita untuk menyembunyikan kesedihan hatiku, maafkan aku Ayah. Aku hanya ingin Ayah lebih perhatian padaku, jangan terlalu sibuk bekerja dan melupakan aku, datang kesekolahku mengambil raport, mengatakan ‘kau pasti bisa’ saat aku berhasil menjadi juara lomba, dan tidak memintaku untuk tidak menjadi diriku yang sebenarnya. Aku hanya ingin itu Ayah, aku ingin kita menjadi keluarga yang sangat bahagia. Tapi mungkin itu terlalu sulit untukmu, kau juga harus tetap menjadi dirimu sendiri, Ayah. Aku masih tetap bangga menjadi anakmu walau kau sebenarnya adalah Ayah yang keras kepala dan kurang pengertian. Sudahlah, semua itu tidak penting selagi kau masih tetap menjadi Ayahku yang luar biasa. Aku mencintaimu, Ayah. Maafkan aku, maaf untuk semuanya. Walaupun kata maaf tidak akan bisa mengembalikan hatimu yang hancur karenaku, tapi tidak ada yang bisa aku katakan selain maaf. Maaf, maaf, maaf, maaf, maaf, dan maaf. Hanya itu yang bisa aku katakan. Aku mencintaimu, aku juga sangat merindukanmu Ayah. Terima kasih sudah menjadi Ayahku. Maafkan aku, Ayah”
Aku menangis lagi. Oh air mata ini tidak mau berhenti keluar, mataku sudah perih dan sangat berair sekarang. Aku jadi tidak bisa menulis, haha ... aku harus berhenti menangis.
“Untuk Ibu, Ibu tiriku, ah sebenarnya aku tidak ingin menyebutmu seperti itu. Aku tidak suka kata ‘tiri’ karena itu terkesan kasar dan mengerikkan, tapi maafkan aku sudah memanggimu seperti itu. Ah yah benar, aku harus minta maaf pada Ibu, selama ini aku sudah sangat jahat dengan tidak menerima Ibu sebagai Ibuku. Maaf karena aku juha tidak menganggap Ibu sebagai Ibuku, maafkan aku. Aku harap Ibu bisa mengerti, aku hanya ingin tetap bersama Ibu kandungku. Aku tidak ingin ada orang lain datang dan menggantikan posisinya, aku sangat mencintai Ibuku. Mohon maafkan aku. Ini sulit untukku, maaf. Sebenarnya aku juga tidak mengerti kenapa aku seperti ini, kenapa aku tidak mau membuka hatiku untukmu, kenapa aku menolakmu, kenapa aku membencimu, aku tidak tahu kenapa. Padahal yang aku lihat, kau sepertinya sangat baik. Kau baik mau menganggapku sebagai anakmu dimata orang lain, kau bahkan terlalu baik untuk menerima luka karena aku. Maaf karena aku menghancurkan hatimu, membuatmu menangis, mengecewakanmu, dan maaf untuk semuanya. Aku tahu, hanya dengan maaf tidak akan mengembalikan semuanya. Ibu masih akan mempunyai bekas luka dalam hatimu karena aku, atau bahkan mungkin hatimu sudah sangat hancur berkeping karena aku. maaf, maafkan aku. Terima kasih sudah menyayangi Ayahku seperti itu, dia sangat membutuhkanmu untuk menjadi temannya karena aku sangat mengecewakan. Terima kasih untuk semuanya, aku mohon maafkan aku ... Ibu”
Jika mungkin, rasanya aku ingin sekali menatap wajah Ibu walaupun itu hanya satu detik. Selama ini aku tidak pernah menatap wajah Ibu, aku juga bahkan tidak tahu bagaimana persisnya Ibu. Maafkan aku.
“Ibu, Ibu kandungku, maaf aku sudah membuatmu kecewa dengan menjadi anak yang jahat. Maaf karena aku tidak menjadi perempuan seperti Ibu, aku tidak kuat dan pintar seperti Ibu, aku tidak baik dan penyayang seperti Ibu, maafkan aku karena menjadi seperti ini. Aku tahu selama ini Ibu mengawasiku, mungkin Ibu juga menangis melihatku seperti ini. Maaf Ibu. Aku hanya ingin menjaga hatimu, aku hanya ingin kau menjadi satu-satunya Ibu untukku dan istri untuk Ayah, aku ingin Ibu menjadi cinta satu-satunya untuk Ayah. Tapi itu sepertinya tidak benar. Ayah masih sangat mencintai Ibu, Ayah tidak melupakan Ibu walaupun dia bersama orang lain sekarang. Ayah mencintaimu Ibu. Maaf karena tidak bersikap baik pada Ibu itu, maaf mengecewakanmu. Aku selalu berharap bisa bertemu denganmu lagi di surga nanti, dan aku memelukmu lagi seperti dulu. Maafkan aku untuk semuanya, Ibu. Apa Ibu tahu? Aku sangat mencitai Ibu, dan aku sangat bangga bisa lahir dari perempuan yang luar biasa seperti Ibu. Terima kasih sudah menjadi Ibuku, aku mencintaimu. Maafkan aku Ibu”
Ah entahlah, aku tidak tahu apa aku bisa berhenti menangis atau tidak sekarang. Air mata ini sudah terlalu banyak dan membasahi kedua pipiku, juga bajuku. Aku sangat menyesal dengan semua ini. Aku ingin menangis dan berteriak, aku ingin menangis.
Semua yang sudah terjadi tidak bisa berubah, ini mungkin sudah takdir Tuhan. Aku harus seperti ini untuk kembali sadar dan menjadi aku yang dulu.
Yang harus aku lakukan sekarang adalah minta maaf pada orang tuaku, pada semua keluargaku, pada semua orang-orang yang sudah aku sakiti. Aku berharap bisa melihat mereka lagi dan meminta maaf, walau tidak banyak harapanku jika mereka akan memaafkanku. Tapi setidaknya, itu yang harus aku lakukan.
Dan setelah itu, aku harus benar-benar kembali menjadi aku yang dulu. Aku yang baik dan selalu tersenyum. Yah, baiklah, aku akan mencoba menjadi diriku yang sesungguhnya. Aku akan benar-benar berubah menjadi lebih baik, lebih baik lagi, dan menjadi aku yang tidak menyakiti orang lain. Aku akan semangat dan terus berusaha.
Maafkan aku.

[Cifcif] I think ...



Entah setiap anak kecil selalu mengatakan ‘ingin cepat besar dan dewasa’ atau tidak, tapi itulah yang aku rasakan dulu, yah ... dulu.
Dulu saat aku kecil, aku merasa kalau menjadi besar dan dewasa akan sangat menyenangkan. Kita bisa melakukan apapun yang kita mau, pergi kemanapun yang kita mau, membeli apapun yang kita mau, dan memilih apapun yang kita mau. Rasanya itu menyenangkan.
Aku selalu bermimpi dan mengkhayalkan menjadi dewasa dan melakukan satu per satu hal yang ingin aku lakukan, hidup sepetti apa yang aku inginkan tanpa terus dihalangi peraturan yang melarang ini dan itu. Aku ingin menjadi dewasa, membuat semua orang tahu kalau aku sudah besar dan tidak harus mereka perlakukan sebagai anak kecil lagi. Anak kecil yang tidak bisa apa-apa dan selalu membuat masalah. Yah, kurasa itu masalahnya. Inti alasan anak kecil ingin menjadi dewasa adalah karena tidak mau terus dianggap anak kecil yang tidak bisa melakukan apa-apa, pembuat masalah, dan harus melakukan apapun yang orang dewasa perintahkan. Itu menyebalkan memang.
Seiring berputarnya jarum jam yang menambah waktu, pergantian matahari dan bulan yang terus menerus, angin berhembus lembut, dan musim terus berganti. Akhirnya waktu membawaku terus tumbuh, perlahan, dan aku menjadi dewasa. Benar, seperti apa yang selalu aku inginkan.
Tapi sayangnya, ini tidak seperti apa yang aku bayangkan. Aku menjadi dewasa dan benar-benar dewasa. Dan saat aku menyadarinya, kehidupan berubah menjadi tidak sebahagia saat aku masih seorang anak kecil. Angin berhembus cepat dan hidup menjadi semakin sulit, benar-benar sangat sulit.
Menjadi seorang dewasa ternyata tidak menyenangkan. Pemikiran kira berkembang dan semakin banyak yang kita tahu, baik dan buruk dunia sudah bisa kita lihat nyata dengan kedua mata. Penderitaan, kesedihan, air mata, tangisan, dan senyuman memaksa kita untuk berjalan penuh tenaga. Bekerja keras.
Yah, saat kita menjadi dewasa, maka kehidupan memaksa kita untuk bekerja keras. Melihat semua orang disekeliling dan ikut merasakan perasaan mereka, semua kesedihan dan kebahagian mereka. Dan untuk itulah orang dewasa harus bekerja keras, untuk menghidupi dirinya dan semua orang disekelilingnya, menghilangkan kesedihan mereka dan mendatangkan kebahagian.
Dan sekarang aku takut, saat menjadi lebih dewasa lagi. Saat ada waktunya dunia tidak berpihak ditangan kita, saat tahu tidak semua orang mengharapkan kita, saat tahu kalau semua orang tidak semuanya menyukai senyuman dan kerja keras kita. Disaat angin tidak berhembus dan menghapus ait mata keluhanku, dan bulan tidak bersinar menghiasi langit malam yang benar-benar gelap.
Oh, aku tidak tahu. Apa yang harus aku lakukan?
Aku hanya bisa berteriak menjerit ‘tidak ingin menjadi dewasa!’, sungguh aku ingin kembali menjadi anak-anak. Anak kecil yang tidak tahu apa dunia, seperti apa sebenarnya dunia itu. Anak kecil yang selalu penuh dengan tawa, yang selalu berlari dan bermain. Dan, anak kecil yang ternyata selalu dilindungi orang dewasa.
Ah, ini menyedihkan. Aku ternyata baru menyadari itu. Menyadari kalau semua perintah yang diberikan orang dewasa pada semua anak-anak adalah untuk melindungi mereka dari tajamnya dunia saat mereka masih tidak punya kekuatan untuk menghadapinya, melindungi mereka dari perasaan yang menyakitkan karena harus menjadi dewasa. Aku tidak tahu kalau menjadi anak-anak itu sungguh sangat menyenangkan, semua penuh dengan kasih sayang, semua orang terus menjadikan kita priositas dan memberikan semua cintanya. Benar-benar menyenangkan.
Apa yang bisa aku lakukan? Apa yang bisa terjadi? Semua waktu itu tidak akan pernah berputar mundur, tidak akan mengembalikan apa yang pernah terjadi, dan tidak akan pernah membawa kita kembali pada masa itu. Semuanya sudah sampai disini sekarang, terlambat.
Waktunya sudah habis, terlalu gila jika kita menyesal dan terus menangis meminta waktu berputar kembali. Angin sudah menghembuskan kita sejauh ini, terlambat.
Mungkin menjadi dewasa tidak se-mengerikan itu, dan jika kita kumpulkan kekuatan maka akan bisa membuat kita terus berdiri untuk melangkah maju. Maju dan menghadapi semuanya, kembali bekerja keras menghilangkan kesedihan dan memperbaiki semuanya. Merubah semua tangisan itu menjadi senyum kebahagian, dan orang-orang disekeliling kita menunggu saat itu, menunggu kita membuatnya tersenyum.
Yah benar, tidak ada cara untuk kembali. Jangan ada kata menyesal dan tangisan untuk apa yang sudah terjadi, sampai kapanpun waktu tidak akan bergerak untuk mundur, tapi hanya maju kedepan.
Sekarang, kita sudah benar-benar sangat dewasa. Yah ... dewasa. Bukankah itu menyenangkan? Bukankah itu hal yang selalu diinginkan? Jadi, untuk apa melihat kebelakang dan memperlambat langkah untuk maju kedepan?
Yang kita harus lakukan sekarang adalah tersenyum, kembali kuatkan hati, kumpulkan semua kekuatan yang tersisa dan mendapatkan kekuatan yang baru, terus bersemangat. Walaupun kadang bulan tidak bersinar, angin tidak berhembus, dan kesedihan datang, semangat untuk maju tidak boleh hilang dan mengacaukan semuanya, lagi. Sudah cukup kita bersedih mengingat masa kecil, itu tidak penting dan sangat bodoh. Untuk kedepan, tidak ada lagi penyesalan. Yang ada hanya semangat dan kerja keras.
Apapun yang terjadi, aku harus tetap berjalan untuk menghilangkan kesedihan dan membawa kebahagiaan pada semua orang. Aku harus membuat mereka tersenyum, membuat keadaan mereka lebih baik, membuat mereka bahagia dan sangat bahagia. Mereka membutuhkan itu.
Dan mengenai itu, tentang semua hal yang sudah kita ketahui, tentang baik dan buruknya dunia, itu tidak akan merugikan. Semua pengetahuan itu akan sangat berguna untuk melindungi semua anak-anak nanti, mencintai dan menyayangi mereka sampai mereka mempunyai banyak kekuatan untuk menghadapi dinginnya dunia dengan hatinya sendiri.

[Cifcif] My Heart



Benar, setiap orang mempunyai karakter berebeda, sifat berbeda, keinginan berbeda, perasaan berbeda, hati berbeda, dan pemikiran bereda tiap hatinya untuk seperti apa mereka menyikapi orang lain. Entah itu dengan baik-baik, sedikit kurang baik, tidak baik, bahkan sangat tidak baik sekalipun.
Tidak ada yang bisa kita lakukan untuk merubah setiap hati orang lain, manusia memang sengaja diciptakan Tuhan dengan perbedaan. Dan tentunya ciptaan Tuhan itu harus kita hormati dengan baik. Bagaimanapun yang sudah ditakdirkan, apapun yang terjadi, Tuhan sudah menuliskan skenario setiap orang dengan baik.
Dulu, aku selalu percaya kalau semua cerita akan berakhir bahagia bagaimanapun caranya. Entah apa yang terjadi, walau yang ada hanya kesakitan dan air mata, tetaplah cerita itu akan berakhir dengan bahagia. Yah ... tapi sayangnya itu dulu, aku mempercayainya dulu. Karena sekarang aku tahu kalau tidak semua cerita di tuliskan dengan akhir bahagia. Mungkin Tuhan lebih tahu siapa saja yang pantas berakhir dengan cerita bahagia, kita tidak tahu itu.
Ah ... walaupun begitu, aku selalu berharap kalau ceritaku akan berakhir bahagia, sangat bahagia. Tapi mungkin itu akan tetap menjadi harapan, karena ceritaku saat ini hanya ada kesakitan, kesedihan, dan air mata. Haha ... itu yang aku rasakan. Dan aku juga tahu kenapa, mungkin itu tidak sepenuhnya skenario Tuhan, karena aku dengan bodohnya merubah sedikit demi sedikit skenario itu menjadi sangat buruk. Penuh kebencian, amarah, dingin, dan air mata. Ah yah ... aku bersalah telah membuatnya seperti itu.
Ouh tidak, aku juga tidak bisa menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi, aku tidak bisa melakukan hal yang sangat jahat seperti itu. Aku bahkan tidak bisa memahai perasaan orang disekelilingku, bagaimana aku bisa menyalahkan mereka untuk hidupku. Walau mungkin sebenarnya mereka juga ikut andil memperburuk hidupku se-persekian persen. Haha ... itu mungkin.
Karena setiap manusia itu mempunyai hati yang berbeda, kita tidak bisa memahami bagaimana orang lain 100%, atau bahkan 50% juga tidak bisa sebenarnya. Tidak ada seorangpun yang bisa memahami orang lain dengan baik. Bahkan hubungan orang tua dengan anak sekalipun.
Aku selalu tidak percaya jika ada seseorang yang mengatakan kalau dia mengerti bagaimana perasaan orang lain. Itu mungkin hanya kata-kata yang diucapkan untuk sedikit menghibur dan membuat keadaan orang itu lebih baik, disaat dia sedih mungkin. Ah sayangnya, orang-orang selalu berkata kalau dia akan berusaha memahami orang lain dengan baik, mereka akan saling mengerti perasaan orang lain dengan baik, dan itu omong kosong. Mereka mengatakan itu walaupun mereka sendiri sebenarnya tidak tahu sama sekali bagaimana perasaan dan keadaan orang lain dengan baik, bagaimana mereka bisa mengerti perasaannya? Iyah, sudah aku bilang kalau itu hanya untuk menghibur. Kata-kata itu hanya untuk membuat mereka terlihat seperti orang yang pengertian dan sangat baik.
Baiklah, aku tidak suka dengan orang yang membohongi dirinya sendiri. Berkata bisa mengerti perasaan orang lain padahal sebenarnya tidak, itu juga termasuk kebohongan besar dan mungkin suatu kejatahan. Kenapa? Karena dengan kata-kata itu, mereka tidak langsung memberikan harapan dan mimpi untuk orang lain. Kalian tahu, kalau tidak semua mimpi menjadi kenyataan. Dan disaat mimpi itu tidak pernah menjadi kenyataan, rasanya sangat sakit. Lebih sakit daripada kita jatuh dari gedung setinggi 500 meter. Lebih sakit dari tersayat pisau, lebih sakit daripada patah tulang, dan lebih sakit daripada patah hati.
Dunia ini sangat kejam, menakutkan, sangat dingin, dan terlalu cepat berputar. Tidak setiap waktu dunia itu memihak pada kita, tidak setiap saat kita merasa kalau kita hidup dan bahagia. Dunia itu berputar, dan mungkin mengguncangkan semua orang lalu membuat keadaan selalu berubah dari buruk menjadi baik dan sebaliknya. Sudahlah, kita tidak bisa mencegah dunia berputar, itu sudah cipataan Tuhan YME.
Orang-orang bisa memberiku senyuman, senyuman yang sangat manis dan membahagiakan. Tapi mereka juga bisa memberikanku kesakitan yang tidak kalah menyakitkan. Tidak ada manusia yang tidak bermuka dua. Semua orang pasti memiliki egoisme, kemarahan, kebencian, kasih sayang, dan tentunya cinta. Aku atau mungkin semua orang tidak akan bisa membuat orang lain tidak mempunyai kebencian ataupun cinta, itu diluar kekuasaan manusia. Dan sampai kapanpun, kebencian itu akan selalu ada, membuat keadaan menjadi lebih buruk. Hanya saja, bagaimana buruknya keadaan tergantung seberapa besar persentase kebencian yang meluap. Benar?
Kebencian tidak bisa kita tolak, cinta juga tidak bisa kita tolak, jadi apa yang bisa kita lakukan sebagai makhluk yang lemah?
Menurut hatiku, kita hanya bisa menjadi seseorang yang kuat dan penuh dengan semangat untuk tetap menjadi kuat. Kita butuh kekuatan untuk bisa tetap berdiri diantara mereka yang bisa kapan saja menyerang dengan senyuman, kita harus tetap kuat untuk terus berusaha memperbaiki keadaan dan membuat cerita berakhir bahagia. Walaupun mungkin itu entah akan terjadi atau tidak, tapi bukankah tidak ada salahnya jika berharap.
Kita harus menguatkan hati untuk menghadapi kehidupan yang terus berputar antara kebahagiaan dan kesedihan. Kita harus bisa meyakinkan fikiran kita untuk tidak putus asa, menyerah, dan mati begitu saja ditangan orang lain. Apapun yang terjadi, bagaimanapun keadaannya, kita harus tetap kuat dan terus berjalan mencari akhir yang bahagia.
Dan mungkin juga, kita harus sedikit mempunyai senyuman. Yah, senyuman. Itu akan sangat membantu, dan senyuman juga bisa memberi kekuatan untuk kita. setidaknya, dengan senyuman, air mata akan menghilang walau dengan bantuan angin yang berhembus. Tapi tetap saja kita membutuhkan sedikit senyuman untuk menguatkan hati kita, untuk sedikit menghilangkan rasa sakit saat hati kita pecah dan menjadi kepingan kecil lalu hancur. Kita benar-benar membutuhkan senyuman. Bagaimanapun, kita harus tetap kuat sampai kebahagian ada ditangan kita.
Jangan dengarkan orang lain yang akan membuatmu terjatuh, yang membuatmu marah, yang membuatmu sedih, yang membuat kesakitan hatimu bertambah jutaan kali lebih menyakitkan. Lakukan saja apa yang kau inginkan dan terus kuatkan hatimu.
Kita harus tetap berharap untuk kebahagiaan walaupun tidak semua cerita akan berakhir bahagia, kita harus tetap bermimpi walaupun tidak setiap mimpi kita akan menjadi kenyataan, kita harus tetap tersenyum walaupun air mata tidak bisa berhenti keluar, kita harus tetap berdiri dan berjalan walaupun kedua kaki sudah berdarah, apapun yang terjadi kita harus tetap menjadi pemenang disetiap keadaan, dan menyelesaikan cerita dengan bangga bagaimanapun akhirnya.

[FF] Last Smile





Karena aku terus bercerita tentang FF yang akan aku buat, sedang aku buat, dan yang belum aku buat pada Yodongsaeng, akhirnya dia meminta sebuah FF untuknya. Dengan cast Jeon Wonwoo Seventeen.
Sampai beberapa lama dia terus meminta, dan aku tidak juga membuatnya, maka dia terus meminta dan bertanya. Akhirnya aku hanya membuat kerangka karangannya saja, tapi kemudian itu berubah dan menjadi sebuah cerita seperti ini.
Ah sudahlah, jika cerita ini tidak memuaskan, aku minta maaf. Mungkin aku adalah author yang payah, itu karena aku hanya amatir. Aku menulis cerita hanya untuk kesenanganku saja.
Tapi cerita ini spesial untuk Yodongsaeng. Aku membuatnya dalam tekanan dan fikiran kau akan tidak menyukai ceritanya, banyak komplain, protes, marah, dan sebagainya. Jadi mohon terima saja cerita yang kubuat spesial untukmu dengan cast salah satunya Jeon Wonwoo. Terserah kau mau apa padaku, tapi yang jelas ini untukmu.
Terima kasih.
-------------- %%%%%%%%%%%%% -------------
Tittle                : Last Smile
Genre              : Romance
Rate                 : 15
Length             : Oneshot
Author             : Cifa Rakayzi
Main cast         : Jeon Wonwoo // Jung Jineul

“Saat hati sudah memilih cinta sejatinya, dia akan memberikan apapun untuknya, bahkan seluruh hidupnya sekalipun. Karena cinta itu tulus dan suci. Semua pengorbanan diatas namakan cinta. Cinta sejati”
-------------- %%%%%%%%%%%%% -------------

Sebuah ambulance baru saja sampai di rumah sakit, dan dengan segera beberapa perawat berlari membawa seorang gadis dari dalam ambulance, membawanya secepat mungkin ke ruang UGD untuk memberikan pertolongan dan yang terpenting adalah menolong nyawanya.
“Detak jantungnya terus melemah dokter, kita harus segera mengambil tindakan”
“Baiklah, kita lakukan”
“Dokter, tekanan darahnya juga terus turun. Kita harus cepat dokter”
“Siapkan ruamh operasi”
“Baik”
Ruang UGD yang memang dasarnya selalu sibuk itu kembali semakin sibuk, gadis yang baru datang itu kritis, dia harus segera dioperasi. Kepanikan semakin membuat keluarga gadis itu tidak bisa menahan air matanya, mereka sudah tidak punya kekuatan untuk tetap berdiri dan memaksakan berkata ‘tidak apa-apa, dia akan baik-baik saja’.
-------------- %%%%%%%%%%%%% -------------
Tujuh hari kemudian.
“Jung Jineul Agashi!” seorang perawat sedikit membentak gadis yang berusaha keluar dari kamarnya dan melepas selan infus dari tangannya. Perawat itu sudah dari tadi membujuk gadi bernama Jung Jineul itu untuk tetap berbaring dan memasang kembali selang infusnya, tapi gadis itu benar-benas keras kepala.
“Aku tidak mau! Disini membosankan, dan aku tidak mau!”
“Keundae, kau baru selesai operasi, jadi dengan sangat aku mohon padamu untuk kembali berbaring dan aku akan memasang kembali selang infusnya”
“Shireoyo!”
“Jineul-sshi ... hey Ya! Kau mau kemana?” perawat itu langsung berlari mengejar Jineul yang dengan cepat berlari meninggalkan kamarnya, bahkan larinya terlalu cepat untuk seseorang yang baru selesai operasi.
Seperti biasa, suasana di rumah sakit tidak pernah sepi. Selalu ada banyak orang yang datang dan pergi, entah itu kerena mereka sakit atau menjenguk yang sakit. Dan suasana itu sangat mendukung untuk melarikan diri dari perawat.
“Haha ... Eonnie itu larinya lambat” Jineul tertawa sambil mengatur kembali nafasnya yang masih tidak beraturan karena berlari tadi. Sekarang dia berhasil melarikan diri.
Di balkon ini, begitu tenang. Angin yang berhembus bisa dirasakan dengan segar, pemandangan kota sangat indah dari atas sini. Tapi tetap saja, sebagus apapun itu, tidak akan bisa menjadi sangat bagus jika dilihat dari sebuah balkon rumah sakit.
“Ouh segarnya, disini menyenangkan. Kenapa aku harus selalu berbaring dikamar jika aku bisa melihat keluar seperti ini” Jineul menyandar dipagar balkon, merentangkan kedua tangannya dan tersenyum menghirup udara luar yang sudah seminggu tidak bisa dia rasakan.
“Kau suka tempat ini?”
Tiba-tiba saja sebuah suara yang sedikit besar mengagetkan Jineul, dia langsung berbalik dan melihat seorang pria sedang berjalan menghampirinya.
“Neo, nuguseyo?”
“Aku juga suka tempat ini. Disini selalu tidak banyak orang, dan juga aku bisa melihat jalanan dari atas sini. Ini menyenangkan” pria itu tersenyum, dan juga menyandarkan tubuhnya di pagar balkon.
“Mwo? Memangnya siapa kau ini?”
“Ya! Apa kau tidak bisa melihat pakaianku?” pria itu menunjuk pakaiannya dan kembali menatap Jineul.
“Pakaian kita sama, apa kau juga pasien disini?” Jineul memperhatikan pakaian yang mereka pakai, pakaian rumah sakit.
“Geurae, sejak beberapa hari lalu aku tinggal disini”
“Eoh geurae. Apa kau selalu kesini?”
“Begitulah. Aku selalu kesini jika bosan dengan kamarku, atau aku akan selalu disini seharian sampai perawat memaksaku kembali ke kamar”
“Ah iya, perawat itu memang menyebalkan. Mereka selalu menyuruh berbaring setiap saat, mereka tidak tahu bagaimana rasanya berbaring diam tanpa melakukan apapun”
“Ne, terus berbaring pada akhirnya hanya memperburuk keadaanku”
“Setuju, aku juga sepertimu. Jalan-jalan seperti ini membuatku lebih baik, apalagi menghirup udara segar diluar, bukan hanya udara yang itu-itu saja dikamar pengap. Aah ini menyenangkan” Jineul tersenyum dan merentangkan kedua tangannya lagi, membiarkan rambut hitam panjangnya berantakan tertiup angin.
“Haha ... kyeopta”
“Mwo?” Jineul melirik pria disampingya yang tertawa.
“Anio, aku tidak mengatakan apapun”
“Aish menyebalkan. Sudah jelas kau mengatakan sesuatu tadi ...”
“Anio, aku bilang bukan apa-apa. Eoh lihat itu...” pria itu langsung menunjuk sesuatu dibawah, untuk mengalihkan perhatian sebenarnya.
“Apa?” Jineul mengedarkan kedua matanya melihat jalanan dibawah sana.
“Banyak mobil yang melaju, haha”
“Ya! Kukira apa, menyebalkan”
Mreka tertawa. Walaupun ini adalah pertemuan pertama mereka, tapi ternyata tidak ada kecanggungan sedikitpun. Mereka berdua bisa menjadi sangat akrab dalam sekejap, dan itu menyenangkan. Mempunyai teman yang bisa membuatmu tersenyum di rumah sakit adalah hal yang paling menyenangkan.
“Jineul-sshi ... Jung Jineul!”
“Ommo!” Jineul langsung membulatkan matanya saat berbalik dan melihat dua orang perawat sedang berlari menghampirinya.
“Jineul-sshi, disini kau rupanya. Kenapa berlari secepat itu, membuat kami lelah saja”
“Eonnie, aku tidak memintamu untuk mengejarku”
“Aish. Tentu saja kami harus mengejar pasien yang kabur dari kamarnya, ayo kembali!” kedua perawat itu langsung menggandeng tangan Jineul.
“Aaah ...” tapi tiba-tiba saja Jineul terjatuh.
“Gwaenchana Jineul-sshi?”
“Ani, aku pusing”
“Sudah kubilang untuk tetap berbaring diranjangmu, kenapa malah berlarian kesana kemari dan __ Eoh, bukankah kau pasien kamar 906?” seorang perawat memperhatikan pria yang bersama Jineul.
“Ah ne, dia juga pasien yang selalu kabur dari kamarnya” jawab perawat yang satunya.
“Aissh ternyata kalian mengenalku, Ahjumma?” pria itu hanya tersenyum dan sedikit menjauh dari mereka.
“Ya! Kenapa kau selalu disini dan merepotkan hah?” dan seorang perawat lagi datang menghampiri mereka dengan nafas ternegah-engah.
“Annyeong perawat Choi” pria itu tersenyum dan melambaikan tangannya menyambut perawatnnya datang.
“Eoh, kalian juga disini, perawt Kim dan perawat Han?”
“Ne, Agashi ini kabur dari kamarnya”
“Ah arasseo. Baiklah, sekarang kita akan kembali ke kamar masing-masing. Annyeong perawat Kim, perawat Han, dan Agashi”
“Ne, annyeonghaseyo”
Akhirnya dua perawat dan Jineul pergi dari sana, dan yang tersisa adalah pria itu dan perawatnya sekarang.
“Kenapa tersenyum? Kau juga Tn.Jeon, cepat kembali ke kamarmu sekarang. Ini waktunya aku menyuntikmu” perawat Choi memberikan tatapan laser pada pria itu.
“Ah geurae haha, kajja” mereka berdua juga akhirnya pergi dari sana, kembali ke kamar masing-masing.
------ %%%%% ------
Jung Jineul masih berbaring diranjangnya, dengan musik keras yang dia nyalakan dari ponsel dan sebuah buku cerita ditangannya.
“Annyeong Jineul-ah” seorang wanita masuk dan membawa banyak barang.
“Eomma akhirnya datang juga, aku sangat bosan Eomma!” Jineul langsung merajuk dan melemparkan bukunya, lalu berlari menghambur kepelukan Eommanya.
“Jineul-ah, bukankah Eomma sudah memberikanmu banyak buku untuk kau baca?”
“Tetap saja, itu akan membosankan jika aku terus membaca buku dan berbaring disini”
“Geurae, Eomma mengerti. Keundae Jineul-ah, kau harus bersabar sebentar lagi. Eomma mohon padamu untuk menuggu sebentar lagi, ne?”
“Ani Eomma. Aku sudah tidak suka disini, dari kemarin Eomma selalu bisang sebentar lagi, tapi sampai kapan? Aku masih tetap disini, bahkan selang infus ini masih menusuk tanganku. Aku ingin pulang Eomma, aku hanya ingin dirumah”
Eomma menyimpan semua barang bawaannya dan memeluk putri satu-satunya itu, membelai lembut rambutnya, dan memeluknya sangat erat. Sebenarnya ini juga sangat berat untuknya, bukan hanya Jineul yang tidak suka dengan rumah sakit, tapi Eomma juga tidak suka Jineul terus disana. Tapi mau bagaimana lagi, kondisi Jineul terus menurun dan mereka masih belum menemukan donor hati untuknya.
“Eomma, apa kau menangis?” Jineul berusaha melepaskan pelukan itu, tapi Eomma memeluknya sangat erat.
“Anio, Eomma tidak menangis”
“Eomma mianhae, jangan menangis”
“Jineul-ah, Eomma tahu perasaanmu, tapi bisakah kau tetap disini sebantar lagi sampai Eomma bisa menemukannya untukmu. Eomma ingin kau selalu menjaga dirimu dengan baik, kau harus tetap kuat Jineul-ah”
“Eomma, jangan menangis seperti ini. Mianhae Eomma, aku tidak akan seperti ini lagi, aku akan menunggu dan menjaga tubuhku dengan baik. Jangan menangis Eomma”
“Eomma tidak menangis. Sudah ... ayo kita makan sekarang, Eomma membawakan puding strawbery kesukaanmu” Eomma melepaskan pelukannya dan membuka satu persatu tas yang dibawanya tadi.
“Woah Eomma, kau juga bawa semua ini?” Jineul langsung tersenyum melihat Eomma mengeluarkan PSP, majalah, novel, dan banyak barang lainnya dari dalam tas.
“Geurae, ini semua untuk menghilangkan rasa bosanmu. Kau bisa bermain bersama mereka disini dan tidak akan bosan”
“Ne Eomma, gomawo”
“Eomma sengaja mem__ Jineul-ah hidungmu ...” Eomma langsung mengambil tissue dan menghampiri Jineul.
“Waeyo? Kenapa dengan hidung__  Aaaissh darah lagi” Jineul mengusap hidungnya setelah tahu kalau dia mimisan lagi. Eomma juga membantu membersihkan darah itu.
“Jineul-ah sebentar, Eomma akan memanggil suster” Eomma memberikan tissue pada Jineul dan dia keluar.
“Aku baik-baik saja Eomma!” tapi teriakan Jineul tidak dihiraukan Eomma, dia tetap saja pergi untuk mencari suster.
“Ah kau ini, menyebalkan. Kenapa kau terus seperti ini? Sampai kapan kau akan hidup dalam tubuhku? Sampai kapan kau akan menghancurkan hidupku? Aku membencimu! Kau selalu membuat Eomma menangis” Jineul terus menekan hidungnya untuk menghentikan darahnya keluar lagi. Sebenarnya, dia sudah lelah bicara dengan penyakit dalam tubuhnya, toh penyakit itu tidak bisa mendengarnya dan tetap saja merusak tubuhnya.
Beberapa lama kemudian.
“Eomma ...” Jineul membuka selimut yang menutupi wajahnya dan melirik Eomma yang sedang menata vas bunga disampingnya.
“Wae? Apa kau pusing?”
“Ani. Aku hanya bosan, bolehkah aku keluar?”
“Ani. Diluar tidak baik, udaranya semakin dingin. Lebih baik kau tetap berbaring disana”
“Ini musim dingin, aku ingin melihat saat salju pertama turun”
“Bukankah kau bisa melihat dari jendela?”
“Aku tidak mau. Itu akan sangat menyenangkan jika kita diluar dan bisa merasakan dinginnya salju, bukankah dulu Eomma selalu mengajakku melihat saljut perta turun?”
“Sekarang Eomma tidak lagi suka dengan itu, lebih baik duduk dan membaca buku” Eomma tersenyum dan memberikan sebuah buku pada Jineul.
“Shireo Eomma! Aku tidak ingin membaca buku, aku hanya ingin keluar. Ayolah Eomma biarkan aku keluar dari sini, aku juga tidak akan melepaskan infusanku, Eomma ayolah”
“Tidak boleh” Eomma duduk di sofa dan membaca buku.
“Eomma, ayolah Eomma yang baik biarkan aku keluar sebentar, aku bosan disini terus Eomma! Aku akan lebih baik jika bermain diluar, Eomma kajja!”
“Aigoo. Kau memang keras kepala. Baiklah, kau boleh keluar dengan kursi roda. Tunggu sebenatar, Eomma akan mengambilnya untukmu” Eomma keluar.
“Ah baiklah, kursi roda tidak buruk. Terpenting adalah keluar dari kamar ini!”
Akhirnya Jineul bisa juga keluar dari kamarnya, walaupun dia harus mengenakan jaket tebal, syal, kupluk, dan duduk dikursi roda. Tapi udara diluar lebih baik daripada dikamar. Jineul di taman sekarang, Eomma hanya membawanya ke taman.
“Eomma, kapan Appa akan menjengukku?”
“Ya! Kau ini. Bukankah baru kemarin Appa menjengukmu?”
“Tapi itu satu hari yang lalu Eomma, aku merindukan Appa”
“Sudahlah, Eomma datang juga sudah cukup untukmu. Biarkan Appa bekerja, jangan menganggunya”
“Aissh Eomma ... ayolah suruh Appa kesini”
“Eoh Annyeonghaseyo” seorang pria menghampiri mereka, pria itu tersenyum dan membungkuk memberi salam. Sebenarnya pria itu adalah pria yang bersama Jineul di balkon kemarin.
“Kau? Oh kau yang dibalkon?” Jineul tersenyum dan menunjuk pria itu.
“Ne, annyeonghaseyo”
“Eomma, ini temanku. Dia dan aku bertemu saat kami kabu__mmh haha ... maksudku kami bertemu tidak sengaja waktu itu” Jineul tersenyum dengan perkataannya, hampir saja dia memberi tahu Eomma  kalau dia kabur dari kamarnya.
“Eoh kau teman Jineul?” Eomma tersenyum melihat pria itu.
“Annyeonghaseyo Ahjumma”
“Siapa nam__” Drrrt drrrt dan ponsel Eomma bergetar, memberi tahu kalau ada telfon masuk untuknya. “Ah maaf, sepertinya Eomma harus pergi sebentar”
“Ne Ahjumma, silahkan”
Eomma mengangkat telfon itu dan berjalan beberapa langkah menjauh dari mereka.
“Hey, sejak kapan aku menjadi temanmu, Agashi?” pria itu duduk dikursi disamping Jineul.
“Ah itu, bukankah kita sudah ngobrol waktu itu, kenapa kau sombong sekali?”
“Ani, bukan begitu. Aku hanya tidak ingat kalau kita pernah berkenalan dan menjadi teman”
“Eoh aku lupa, kita bahkan belum berkenalan waktu itu. Kenalkan, aku Jung Jineul, pasien kamar 899” Jineul mengulurkan tangannya dan tersenyum.
“Dan aku adalah pasien kamar 906, Jeon Wonwoo. Senang berkenalan denganmu”
“Jineul-ah, sepertinya Eomma harus pulang sekarang. Ahjumma dirumah ada sedikit masalah, jadi tidak apa-apa jika Eomma pulang?” Eomma kembali menghampiri mereka dengan ekspresi sedikit bingung.
“Ne, Eomma pulanglah. Aku akan baik-baik saja disini”
“Ahjumma, biar aku saja yang mengantar Jineul ke kamarnya”
“Eoh begitu, baiklah terima kasih. Kalau begitu Eomma pergi sekarang, annyeong”
“Ne annyeonghaseyo Ahjumma”
Akhirnya Eomma pergi dengan cepat, sepertinya urusan dirumah sedikit serius sampai membuat ekspresinya seperti itu. Tapi tidak apa-apa, semuanya akan baik-baik saja.
“Jineul-sshi, sepertinya kemarin kau masih berlari, kenapa sekarang kau duduk disini?” pria bernama Wonwoo itu menunjuk kursi roda yang diduduki Jineul.
“Eomma memaksaku untuk memakainya jika aku ingin keluar, jadi terpaksa aku harus memakainya. Bukankah ini tidak buruk?”
“Tentu saja, kursi roda bukan sesuatu yang buruk. Dulu aku juga selalu memakainya, bahkan sekarangpun aku kadang memakainya untuk keluar”
“Keundae, Wonsoo-sshi, apa boleh aku bertanya padamu?”
“Tentang apa?” Wonwoo menatap Jineul.
“Sudah berapa lama kau disini?”
Wonwoo sedikit mengerutkan keningnya, dia tersenyum dan kembali menatap Jineul sebelum menjawap pertanyaan itu. “Entahlah, mungkin hampir dua minggu”
“Eoh, aku sudah seminggu disini”
“Kenapa kau bisa masuk hotel aneh ini?”
“Hotel aneh?” Jineul mengernyitkan alisnya menatap Wonwoo.
“Yah, hotel aneh. Aku tidak mau menyebut nama tempat ini, jadi aku menyebutnya hotel yang membosankan dan aneh. Wae?”
“Ani, aku hanya tidak mengerti kenapa ini bisa disebut hotel. Tapi sudahlah, itu tidak penting kita mau menyebut tempat membosankan ini apa ... haha benar?”
“Yups, just right. Dan hey ... kau belum menjawab pertanyaanku tadi”
“Aku tidak ingat kenapa aku kesini, saat aku terbangun, aku sudah berada disini dan mereka bilang aku sudah operasi. Tapi sayangnya operasi itu sama sekali tidak berguna, aku masih tetap seperti ini. Menyebalkan!”
“Kau sakit apa?”
“Molla. Hanya saja aku tahu kalau sesuatu hidup dalam tubuhku sejak aku lima tahun, dan sampai sekarang dia terus membuatku sakit. Dia tidak pernah membiarkan aku seperti anak-anak lain, dia hanya menyakitiku dan sangat menyebalkan”
“Arasseo, aku juga punya sesuatu dalam tubuhku. Dia membuatku terus datang ke hotel ini, bahkan dia juga mengambil teman-temanku”
“Apa maksudmu?”
“Anio. Maksudku adalah kapan salju akan turun? Aku selalu menunggu salju pertama di musim dingin turun, itu menyenangkan”
“Ah geurae, aku juga menyukainya. Saat hari pertama salju turun, maka hari itu semua kebohongan akan dimaafkan”
“Ya! Bukankah itu hanya perkataan dalam drama?”
“Anio, bukan hanya dalam drama, tapi itu juga ada dalam kehidupan nyata. Apa kau tidak tahu hal semacam itu hah?”
“Aku tidak percaya sesuatu seperti itu”
“Lalu kenapa kau menyukai hari pertama salju turun?”
“Karena saat itu aku merasa kalau aku akan tetap kuat untuk melihat salju turun ditahun berikutnya, tahun berikutnya lagi, dan seterusnya”
“Aah dasar kau ini!”
“Ya! Kenapa kau tertawa?”
“Anio” Jineul menutup wajahnya dengan syal, tapi masih tetap terdengar kalau dia sedang tertawa disana.
“Jung Jineul, berapa umurmu sekarang?”
“Wae? Kenapa bertanya itu?”
“Jawab saja!”
“Aku lahir 19 Februari 1999, jadi ehmm umurku sekitar ... 16 tahun. Waeyo?” Jineul membuka syalnya dan menatap Wonwoo yang terlihat serius sedang menghitung sesuatu.
“Dan aku lahir 17 Juli 1996, umurku 19 tahun sekarang, dan itu berarti aku lebih tua darimu”
“Geurae, lalu apa?”
“Mulai sekarang jangan sembarangan mentertawakan aku seperti tadi, dan juga jangan berteriak padaku seperti tadi. Kau harus menghormati orang yang lebih tua darimu”
“Aissh kukira apa, baiklah Sunbaeniem”
“Sunbae? Aku bukan siapa-siapa mu kenapa kau panggi aku Sunbae?”
“Lalu harus apa? Bagaimana aku memanggilmu hah? Apa Wonwoo saja, atau apa?”
“Emmh ... karena aku lebih tua, jadi mungkin kau ... kau bisa memanggilku Oppa. Aku akan menjadi Oppamu selama di hotel ini, eottae?”
“Oppa? Baiklah, aku setuju. Wonwoo Oppa ... haha”
Setelah tahu nama masing-masing, mereka semakin akrab. Banyak membicarkan ini dan itu, berbagi cerita tentang kehidupan mereka, dan lainnya. Hubungan mereka menyenangkan.
------ %%%%% ------
Udara semakin dingin karena salju sudah semakin banyak turun, perlahan menutupi semuanya, membuat pemandangan menjadi berwarna putih. Dimana-mana hanya ada salju, semua pohon atap rumah ditutupi salju.
Tapi semua itu sama sekali tidak menganggu kegiatan di rumah sakit. Dokter dan perawat masih memeriksa yang sakit, berusaha menolong dan menyembuhkan mereka. Begitu juga dengan semua pasein, mereka tidak kehilangan satu persen-pun semangat mereka untuk kembali sehat. Mereka selalu tersenyum dan yakin kalau mereka bisa bertahan, mereka bisa mengalahkan penyakit itu, dan kembali tertawa bahagia seperti dulu. Semuanya akan sehat, semoga.
Sekarang, Jineul dan Wonwoo masih duduk tangga darurat dan menikmati beberapa snak. Mereka berhasil mendapatkan snak itu setelah diam-diam lari dari perawat, dan membelinya. Menyenangkan.
“Oppa, apa kau punya pacar atau teman wanita selain aku?”
“Ani” Wonwoo menggelengkan kepalanya dan tersenyum, lalu kembali memenuhi mulutnya dengan snak yang dimakannya.
“Wae? Apa Oppa tidak suka wanita tau karena tidak ada wanita yang mendekatimu?”
“Dulu aku hanya memiliki beberapa teman, dan kami akan kemoterapi bersama. Kami selalu tertawa bersama walaupun sama-sama sakit saat saat itu, tapi kami senang bisa bersama. Sampai perlahan, satu persatu dari mereka pergi. Dan sejak itu aku tidak punya teman lagi, lalu kau datang dan mengaku menjadi temanku”
“Ouh Oppa, tega sekali kau bicara seperti itu. Bagaimana kau masih mengingat hal itu, sudah kubilang kalau waktu itu aku mengira kau mau menjadi temanku”
“Baiklah, aku bercanda”
“Lalu, kenapa kau tidak mencari teman lagi? Yeojachingu misalnya...”
“Entahlah, mungkin kau benar juga. Tidak ada yang mendekatiku, jadi aku tidak punya teman. Dan aku tidak ingin mempunyai teman”
“Waeyo?” Jineul meneguk minumannya lalu merebut snak dari tangan Wonwoo.
“Karena aku tidak mau membuat hubungan dengan siapapun, mungkin itu hanya membuang waktu saja. Lagi pula, walaupun tidak punya teman, aku masih bisa bermain seperti biasa”
“Aih benar, Oppa benar sekali. Kita masih bisa bermain dan tersenyum walaupun tidak punya teman. Karena aku juga sama, sejak dulu tidak ada yang mau bermain denganku. Mereka selalu menganggap kalau aku lemah dan merepotkan”
“Mungkin mereka benar, kau memang selalu merepotkan”
“Ya! Oppa sama saja dengan mereka, menyebalkan”
“Ish. Sudah kubilang, jangan berteriak seperti itu padaku!”
“Terserah, jika aku mau berteriak maka aku akan berteriak, kenapa kau melarangku?”
“Karena kau berteriak padaku, mungkin jika kau berteriak pada orang lain maka aku tidak akan melarangmu. Babo”
“Aissh menyebalkan. Sudahlah, aku tidak ingin snak ini. Aku akan kembali ke kamarku, ini” Jineul memberikan snak itu kembali pada Wonwoo, dia beranjak dan menaiki anak tangga.
“Eoh ... ini lagi ... kenapa harus selalu datang?” Wonwoo menutup hidungnya, dia memakai lengan bajunya untuk menghapus darah yang keluar dari hidungnya.
“Oh Oppa ... aku__ nado?” Jineul berbalik setelah menyadari kalau dia mimisan lagi, tapi dia melihat Wonwoo juga sedang menutup hidungnya. Dan akhirnya mereka tertawa.
“Kenapa seperti ini?” Wonwoo naik mendekati Jineul.
“Mereka keluar bersamaan, apa makdusnya ini?”
“Ini artinya, kita harus segera kembali ke kamar masing-masing sebelum ada perawat yang datang dan menusuk kita dengan jarum suntik”
“Ah geurae, kita harus cepat kembali”
“Dan mendapat tusukan sakit dari jarum suntik lagi”
Akhirnya karena mereka seperti itu, mereka harus kembali ke kamar masing-masing. Kembali berbaring dan istirahat, menunggu perawat memberikan obat untuk membuat mereka sedikit bertenaga kembali. Walaupun semua itu menyakitkan, tapi tidak ada cara lain untuk tetap tersenyum.
Malam ini, salju tidak turun. Karena mungkin langit juga butuh istirahat untuk menurunkan saljunya. Tidak ada bintang dilangit, yang ada hanya langit gelap dan dingin.
“Aku masih tetap seperti ini, tidak ada yang menjadi lebih baik dalam tubuhku, hanya semakin memburuk. Appa, mianhae”
“Anio, kau tidak harus minta maaf, ini bukan salahmu. Semua ini sudah menjadi cerita dalam skenario Tuhan”
“Tapi aku selalu saja membuat Appa sedih, aku bahkan tidak menemanimu dirumah”
“Gwaenchana, Appa baik-baik saja. Seharusnya aku yang minta maaf padamu, aku tidak bisa menjadi Appa yang baik untukmu, Appa yang menjagamu dengan baik, mianhae”
“Tidak Appa, kau sudah banyak membantuku” Wonwoo memegang tangan Ayahnya yang sedikit gemetar.
“Maafkan aku tidak bisa membuatmu lebih baik, aku hanya bisa seperti ini”
“Appa, berhenti seperti itu. Aku akan kembali sehat dan membuang penyakit sangat jauh, setelah itu aku akan hidup bahagia dengan Appa. Geurae?”
“Ne, cepatlah sembuh dan kita akan hidup bersama dengan baik” Appa memeluk Wonwoo.
“Ah sudahlah, kenapa kita menangis seperti ini. Bukankah Appa selalu mengatakan kalau seorang laki-laki tidak boleh menangis?”
“Geurae, kita tidak boleh seperti ini. Tersenyumlah ...”
“Hahahaha ....” Wonwoo tertawa sangat kencang, menghapus air matanya dan membentangkan kedua tangannya merasakan hembusan angin malam yang dingin.
“Eoh, siapa itu?” saat berbalik, Appa melihat Jineul yang datang bersama perawat Han.
“Jineul-sshi?” Wonwoo ikut berbalik.
“Annyeonghaseyo” Jineul tersenyum.
“Appa, dia temanku” Wonwoo langsung menuntun ayahnya untuk berkenalan dengan Jung Jineul.
“Annyeong, aku ayahnya Wonwoo”
“Annyeonghaseyo Ahjusshi, Jineul imnida. Maaf jika sudah mengganggu, tadinya aku kira tidak ada siapapun disini, jeosonghamnida”
“Anio, kita hanya sedang mengobrol. Kau bergabunglah”
“Ne, gamsahamnida”
“Appa, dia ini sangat kuat. Dia sering menjadi teman kaburku disini, dia hebat Appa”
“Jinjja? Eoh Jineul-sshi, kenapa kau ikut kabur seperti Wonwoo? Itu tidak baik untukmu”
“Anio Ahjusshi, aku hanya pernah beberapa kali mengikutinya”
“Ya andwae, kau selalu mengikutiku pergi. Kau bahkan lebih bisa melarikan diri dengan baik daripada aku disini”
“Eoh kalian bicaralah berdua, Appa akan menunggu dikamarmu”
“Ne, aku juga akan menunggumu disana” perawat Han menunjuk kursi yang tidak jauh dari balkon itu.
“Appa waeyo?”
“Tidak apa-apa, kalian bicaralah” akhirnya Wonwoo Appa dan perawat Han pergi meninggalkan mereka berdua dibalkon itu.
“Eoh, mereka aneh sekali”
“Mungkin karena kita selalu berdua, jadi mereka__”
“Ya Jung Jineul! Apa kau berfikir aneh-aneh?” Wonwoo langsung mengacak rambut Jineul.
“Anio, aku tidak berfikir apa-apa. Aku hanya bilang kalau mereka menyuruh kita berdua, memangnya apa yang kau fikirkan tentang aku?”
“Mwo? An-anio, aku juga tidak berfikir aneh-aneh” Wonwoo berbalik dan menggaruk kepalanya.
“Oppa, baru kali ini aku bertemu dengan Ayahmu”
“Karena Ayahku selalu berkerja, jadi dia hanya bisa mengunjungiku malam setelah dia selesai bekerja”
“Oppa dan Ahjusshi juga menyukai tempat ini?”
“Geurae, kami selalu bicara disini dan memandang langit. Melihat bintang, dan juga ... melihat Ibuku dilangit sana”
“Memangnya kenapa dengan Ibumu?”
“Eomma meninggal saat melahirkanku. Itu kadang membuatku merasa bersalah sudah membuat Eomma pergi karena aku”
“Ani Oppa, itu bukan karenamu. Itu hanya cerita dari skenario Tuhan”
“Ya! itu perkataan Ayahku, mana boleh kau menjiplak?”
“Mian, aku hanya mendengarnya sedikit tadi”
“Eoh, kenapa kau disana? Bukankah kau selalu ingin berlarian sendiri” Wonwoo menunjuk kursi roda yang dipakai Jineul.
“Kakiku tidak mau bergerak, aku jadi tidak bisa berdiri. Dan terpaksa, aku harus memakai ini”
“Sebenarnya mau apa kau kesini?”
“Aku hanya ingin melihat bintang, tapi sepertinya tidak satupun bintang muncul dilangit sekarang. Aku bosan dikamar dan membaca buku terus”
“Tentu saja, aku tahu itu sangat bosan. Aku juga bosan terus berbaring dikamar. Dan eoh, kau juga memakai ini haha ... Sepertinya kau benar sakit?” Wonwoo tertawa dan memainkan infusan Jineul.
“Aku juga terpaksa memakai ini, aku terlalu lelah hari ini” Jineul tersenyum hambar.
“Tadinya aku juga harus memakai itu, tapi aku terus berlari dan kabur hahaha”
“Oppa, mungkin kau juga harus memakai ini”
“Ah tidak mau, itu menyakitkan saat tanganku ditusuk jarumnya”
“Baiklah, terserah kau saja. Oh disini dingin sekali, sebaiknya aku kembali ke kamar. Aku pergi dulu, annyeong” Jineul menepuk perut Wonwoo dan melambai pada perawat Han untuk kembali mengantarnya ke kamar.
“Annyeong Jung Jineul. Kita akan berlari besok ditaman, jadi cepatlah gerakkan kakimu!” Wonwoo sedikit berteriak dan melambaikan tangannya pada Jineul yang sudah jauh didepannya.
“Arasseo” jawab Jineul juga sedikit berteriak.
“Kita akan men__ ouh ow perutku ...” Wonwoo terjatuh dan kembali menutup hidungnya yang mimisan. “Dowajuseyo ... dowajuseyo, baega apayo jebal ...”
Tidak lama, beberapa perawat datang dan membawanya kembali kekamarnya. Mungkin ini karena Wonwoo terus berlari dan tidak mau di infus, itu kekanakan sekali memang, tapi juga menyakitkan.
------ %%%%% ------
Tok tok tok
Wonwoo tersenyum saat melihat Jineul datang, dan dia masih di kursi roda jadi ditemani Perawat Han.
“Kita sudah sampai” perawat Han berhenti mendorong kursi roda Jineul setelah dia berada dihadapan ranjang Wonwoo.
“Eonnie, gomawoyo”
“Ne, cheonmayeo. Kalau begitu aku pergi dulu, kalau kau mau pergi, bisa panggil aku”
“Ne Eonnie gomawo” Jineul tersenyum pada perawat Han yang pergi meninggalkan mereka.
“Daebak!” Wonwoo bertepuk tangan dan tersenyum pada Jineul.
“Waeyo?”
“Kau bisa memanggil perawatmu Eonnie, bahkan aku juga tidak bisa memanggil perawat Choi dengan sebutan Noona. Benar-benar hebat kau ini”
“Itu karena kau selalu membuat perawat Choi kesal, jadi dia tidak suka denganmu”
“Mungkin karena aku tidak terlalu tampan”
“Yah, itu benar juga. Eoh Oppa, lihat dirimu, kemarin kau yang bersemangat dan berteriak kalau kita akan berlari ditaman, tapi sekarang kau berbaring seperti ini?”
“Aissh itu, keunyang ... diluar terlalu dingin dan saljunya tebal, lebih baik berbaring dibawah selimut hangat. Kau juga seharusnya dikamarmu, kenapa memaksa kesini dengan kursi itu?”
“Aah ini, yah aku juga masih belum bisa membawa kdua kakiku berjalan”
“Kalau begitu kenapa tidak tetap berbaring diranjangmu dan membaca buku, bukankah kau suka novel romance?”
“Aigoo. Oppa bahkan di infus sekarang, tidak usah bercanda, aku tahu kau sedang sakit. Aku hanya ingin melihatmu”
“Melihatku? Ah mian, gwansim eobseoyo”
“Ya! Apa maksudmu? Aku hanya ingin melihat Oppa karena perawat Han bilang semalam Oppa sakit, jangan berfikir aneh-aneh padaku. Menyebalkan. Jalgayo!” Jineul akhirnya keluar dari kamar Wonwoo dengan menggerakan kursi roda itu sendiri.
“Ya! Eodiga? Jineul-sshi ... Jung Jineul? Aissh benar-benar anak itu” sementara Wonwoo hanya tersenyum kecil.
“Eoh Jineul-sshi, kenapa tidak memanggilku jika kau sudah selesai?” perawat Han langsung menghampiri Jineul yang keluar dari kamar Wonwoo sendirian.
“Anio Eonnie, aku sudah bisa sendiri”
“Keundae, kau masih tidak boleh seperti ini. Apa kau sudah selesai?”
“Ne, sepertinya Wonwoo Oppa harus banyak istirahat”
“Geuraeso, jadi kita kembali ke kamarmu sekarang. Baiklah biar aku yang mendorongmu” perawat Han mendorong kursi roda Jineul dan kembali ke kamarnya.
“Gomawo Eonnie” Jineul tersenyum dan merapikan selimutnya setelah perawat Han membantunya berbaring ke tempat tidur.
“Ne. Eoh Jineul-sshi, sekarang kau harus banyak istirahat, jangan terlalu sering keluar karena udara semakin dingin diluar. Kondisimu juga tidak terlalu baik, jadi aku mohon untuk istirahat dengan baik ne?”
“Ne, aku akan melakukannya dengan baik dan cepat sembuh”
Beberapa lama kemudian, perawat Han pergi meninggalkan Jineul kembali sendirian dikamarnya. Kembali berbaring diranjang dan sendirian, walau itu membosankan, tapi tidak ada yang bisa dilakukan. Jineul sudah semakin menyadari kalau tubuhnya perlahan kehilangan kekuatan dan terus melemah.
------ %%%%% ------
“Eoh Oppa ...” Jineul mempercepat langkah kakinya saat melihat Wonwoo keluar dari kamarnya bersama perawat Choi.
“Aissh anak ini” Wonwoo tersenyum melihat Jineul menghampirinya.
“Annyeong perawat Choi”
“Annyeong Jineul-sshi. Apa kau sudah lebih baik? Kelihatannya kau senang sekali”
“Ne, aku sudah bisa berlari lagi sekarang. Dan Oppa, kau juga sudah bisa keluar sekarang?”
“Geurae, aku dan Noona akan pergi ke balkon” Wonwoo sedikit tersenyum melirik perawat Choi yang langsung memberinya ekspresi aneh.
“Noona?” Jineul tersenyum melihat perawat Choi dipanggil Noona oleh Wonwoo.
“Wonwoo-sshi, sudah kubilang jangan memanggilku seperti itu”
“Ne, mianhae Noona”
“Jeon Wonwoo!” perawat Choi benar-benar tidak suka dengan itu.
“Aissh mian, mianhae perawat Choi”
“Perawat Choi, bolehkah aku saja yang membawa Wonwoo Oppa kebalkon itu?”
“Benar kau tidak apa-apa?”
“Ne, aku sudah sehat sekarang. Boleh yah?”
“Baiklah, tapi jika ada apa-apa kau harus segera panggil aku atau perawat yang lain”
“Ne, algaseumnida” akhirnya Jineul yang mendorong kursi roda Wonwoo ke balkon tempat kesukaan mereka.
Setelah hari begitu cepat berganti, banyak sekali yang terjadi.
“Oppa, sepertinya salju yang kau katakan bisa membawa kekuatan itu, tidak berhasil untukku”
“Wae?”
“Aku merasa kalau dia semakin kuat merusak tubuhku, aku tidak tahu apa aku bisa bertahan sampai winter berakhir tahun ini”
“Ya! Apa yang kau katakan?”
“Anio” Jineul tersenyum menatap Wonwoo yang sudah memasang tatapan laser padanya karena perkataan tadi.
“Jineul-sshi, apapun yang terjadi kau harus tetap berlari, kau harus melewati winter untuk musim semi dan musim lainnya. Bagaimanapun tubuhmu sekarang, walaupun kekuatanmu terus menghilang, jangan pernah buat hatimu untuk menyerah, kau akan tetap kuat untuk membuat akhir yang bahagia. Arasseo?”
“Gomawo Oppa”
“Jineul-sshi ...”
“Mmh waeyo?”
“Karena kau sudah bisa berlari lagi, jadi tunggu aku sebentar”
“Untuk apa menunggumu?”
“Aish Ya! Bukankah sudah kubilang kalau kita akan berlari ditaman? Jadi kau harus menungguku sebentar, aku akan segera berlari lagi sepertimu”
“Geurae, aku akan menunggu ...”
“Jineul-sshi gwaenchana?”
Jineul menyandarkan tubuhnya dipagar balkon, tapi dia masih tersenyum dan melihat Wonwoo disampingnya. “Aku hanya sedikit pusing, ah tidak .. aku hanya mual”
“Mual? Eoh apa kau sedang ...” Wonwoo sengaja menggantung kalimatnya dan tersenyum menatap Jineul.
“Ya! Mana mungkin aku hamil, jika itu yang kau fikirkan maka itu salah besar. Menyebalkan!”
“Arasseo, aku hanya ingin membuatmu marah. Sepertinya aku menyukaimu jika kau marah seperti tadi, terlihat sangat manis”
“Mwo? Apa sekarang kau sedang menggodaku Tn.Jeon?”
“Anio”
“Oppa aku__ ohok ohok ...” Jineul langsung menutup mulutnya saat darah keluar bersamaan dengan batuknya. Ini menyebalkan.
“Ya! Jineul-sshi gwaenchana?”
“Gwaenchana Oppa ...”
“Darah? Ka-kau berdarah ...” dan Wonwoo juga melihat tetesan darah yang keluar dari hidungnya.
“Kau juga berdarah Oppa ... Babo!” Jineul teresenyum dengan sangat lemah.
“Gwaenchana. Keundae Jineul-sshi, aku bodoh jika bertanya ‘apa kau baik-baik saja’ padamu, karena aku tahu kalau kau tidak baik-baik saja sekarang. Mianhae ...”
Bugh-
Wonwoo melihat Jineul jatuh dihadapannya, dan sayangnya dia tidak bisa melakukan apapun untuknya. Wonwoo hanya bisa melihat Jineul pingsan begitu saja, karena dia juga sedang tidak baik-baik saja sekarang.
------ %%%%% ------
Dua hari kemudian.
Siang ini, dihari yang bersalju ini, cuaca cerah dan terasa sedikit hangat, walaupun itu hanya sedikit saja. Tapi setidaknya, burung-burung bisa keluar dari sarangnya dan mencari makan dengan tenang jika tidak hujan salju.
Begitu juga dengan semua tenaga teknis kesehatan, mereka bisa menjalankan pekerjaan mereka dengan baik saat perasaan mereka juga baik. Walaupun sebenarnya tidak ada kata perasaan untuk mereka, semuanya harus tetap bekerja jika itu menyangkut nyawa seseorang. Sangat melelahkan memang, tapi itu adalah sebuah pengabdian yang luar biasa saat bisa menyelamatkan nyawa seseorang.
Dua hari ini banyak sekali yang terjadi pada semua orang, termasuk Jeon Wonwoo dan Jung Jineul yang masih berusaha untuk tetap tersenyum.
Sekarang mereka tidak di balkon itu, mereka sedang tersenyum melihat langit ditaman. Duduk di kursi roda masing-masing dengan selang infus yang masih tetap bersama mereka.
“Oppa, gwaenchana?”
“Ne, gewaenchana”
“Lalu kapan kita bisa berlari ditaman ini? Aku selalu menunggu untuk itu, aku berharap kita masih bersama sampai musim semi datang dan kita berlari ditaman, entah itu taman hotel ini atau taman lain yang lebih menyenangkan”
“Ouh harapanmu itu, kenapa terus ingin bersamaku? Kau menyukaiku?”
“Mwo?” Jineul langsung membulatkan matanya menatap Wonwoo yang hanya terkekeh sendiri.
“Bercanda” Wonwoo mencubit pipi Jineul.
“Are you kidding me?”
“Yes” Wonwoo mengangguk dan tersenyum, sangat manis.
“Keundae Oppa, mianhae. Aku tidak merasakan apapun sekarang, jadi cubitanmu tidak berarti untukku sekarang”
“Eoh apa wajahmu kehilangan rasa?”
“Geuarae, karena obat. Tapi setidaknya aku masih bisa tersenyum untukmu”
“Woah lihat, kau mengatakan ‘untukku’ lagi, apa kau benar-benar menyukaiku?”
“Ani ani anio Oppa!” Jineul memalingkan wajahnya dari Wonwoo yang terus mentertawakannya karena itu.
#Kemudian hening. Untuk sesaat, mereka hanya diam dan tidak saling berbicara.
“Oppa ...”
“Waeyo?”
“Se-sebenarnya ... aku sudah menemukan donor hati untukku, dan dokter akan melakukan operasi lusa”
“Geurae? Ouw daebak. Itu bagus sekali Jung Jineul. Dan kau ingin tahu sesuatu tentangku?”
“Mwoya?”
“Aku juga akan operasi lusa”
“Jinjja?”
“Ne. Jadi mungkin kita tidak akan bisa bertemu, bukankah banyak sekali yang harus dilakukan sebelum operasi? Aah aku selalu memikirkanmu, mungkin kau akan sangat merindukanmu ...”
“Aissh ya! Dasar Jeon Wonwoo menyebalkan!”
Dan suasana menjadi hening lagi, mereka kembali diam. Entah karena cuaca menjadi dingin kembali atau karena mereka kehabisan kata-kata untuk diucapkan, mereka jadi lebih banyak diam dan tidak seperti biasanya.
“Jineul-sshi, boleh aku katakan sesuatu padamu?”
“Tentu saja, aku akan mendengarkanmu walaupun kau mengerjaiku sekalipun”
“Aku tidak yakin jika harus mengatakan ini padamu, tapi sepertinya aku harus memberitahumu sebelum kita tidak lagi banyak bertemu. Dan ini sedikit memalukan ...”
“Apa itu? Cepat katakan saja”
“Aku menyukaimu”
Kedua manik mata mereka bertemu, saling menatap dan merasakan ketulusan dari itu. Dan untuk kesekian kalinya, suasana kembali hening. Mereka diam.
Mungkin mereka seperti itu sekarang karena sebenarnya mereka tahu apa yang akan terjadi pada dirinya masing-masing setelah ini, mereka sadar akan semua kemungkinan yang bisa terjadi padanya.
“Jeongmal? Aish jinja, lihat sebenarnya siapa yang menyukai siapa disini?” Jineul langsung tersenyum untuk menyairkan suasana yang hampit ikut membeku dengan salju.
“Ouh geurae, mian”
“Jadi apa Oppa benar-benar menyukaiku?”
“Ah sudahlah lupakan itu”
“Anio, tidak apa-apa jika Oppa menyukaiku. Aku juga menyukai Oppa”
“Jinjja?”
“Ne. Sebelumnya aku tidak pernah merasakan bagaimana senangnya mempunyai teman yang bisa berbagi cerita, aku tidak tahu rasanya ada teman yang tersenyum disampingku, dan setelah aku bertemu denganmu, aku merasakan semuanya. Oppa membuatku tersenyum, selalu meyakinkanku untuk tetap kuat, dan Oppa selalu membuatku marah. Aku menyukaimu” Jineul tersenyum menatap Wonwoo.
“Jineul-sshi, apapun yang terjadi kau harus tetap tersenyum untukku. Kau harus melewati semua musim dan tahun dengan penuh senyuman, walaupun seperti apa kehidupanmu nanti. Aku ingin kau bahagia dengan hidupmu”
“Tentu saja, aku akan selalu tersenyum untukmu Oppa”
“Ini mungkin terlalu memaksa, tapi apa kau bisa berdiri?”
“Aku bisa, bahkan aku juga bisa berlari. Kenapa?”
“Bukankah kita akan berlari ditaman ini?”
“Ah iya, beberapa hari hanya berbaring diranjang membuat ingatanku terganggu. Tentu saja kita akan berlari disini ...”
Perlahan mereka berdiri, melepas jarum infus dari tangan mereka, dan berjalan beberapa langkah.
“Apa yang kalian lakukan? Ayo kembali duduk dan pasang infusannya” perawat Han yang dari tadi hanya mengamati mereka dari belakang, sekarang dengan cepat menghampiri mereka.
“Perawat Han, aku mohon untuk kali ini saja biarkan kami seperti ini”
“Tidak bisa, kalian tidak bisa untuk berlari. Jadi ayo kembali duduk dan kita akan pasang infusannya lagi”
“Eonnnie, aku mohon satu kali saja. Aku tidak tahu apakah ini akan bisa terjadi jika menunggu lagi, jadi aku mohon biarkan kami seperti ini ... aku mohon”
Perawat Han juga manusia yang memiliki hati, dia bisa merasakan keinginan mereka sangat kuat. Dia juga melihat air mata Jineul, dan air mata yang Wonwoo sembunyikan dimatanya.
“Baiklah, hanya sebentar”
“Gomawo” mereka berdua tersenyum.
Wonwoo mengandeng tangan Jineul, dia tersenyum menatapnya. “Jineul-sshi, maafkan aku melakukan ini. Tapi setidaknya ini akan menjadi kenangan terbaik di hotel ini nanti, jangan pernah lupakan aku”
“Ne, aku akan selalu mengingat ini. Aku tidak akan pernah melupakan Jeon Wonwoo yang menyukaiku, aku tidak akan pernah berhenti tersenyum untuk melewati hari, musim dan tahun. Selamanya kau akan menjadi milikku, dan aku akan tersenyum untukmu”
Mereka tersenyum. Wonwoo mempererat genggaman tangannya dan mulai menarik Jineul untuk berlari. Mereka berlari. Pada akhirnya mereka berdua berlari di taman ini, dengan senyuman yang bahagia.
“Jineul-sshi, terima kasih sudah memberikan senyuman untukku. Saranghae”
“Wonwoo Oppa, terima kasih sudah membuatku tersenyum. Saranghae”
Mereka masih berlari walaupun kaki mereka tidak lagi cepat membawa mereka berlari, walalupun mereka menyadari darah yang keluar dari hidung mereka, walaupun mereka tahu ini tidak baik.
Bugh. Mereka berdua terjatuh, tapi masih tetap tersenyum dan berpegangan tangan.
“Terima kasih, Jineul-sshi ...”
“Oppa, saranghae ...”
Perawat Han dan beberapa perawat yang lainya langsung berlari menghampiri mereka yang perlahan menutup matanya.
Ini yang terjadi, tapi mereka tersenyum sebelum menutup mata. Mereka juga berlari ditaman ini dengan senyuman.
------ %%%%% ------
Tiga hari kemudian.
Perlahan kedua mata itu terbuka, melihat Eomma dan Appa yang selalu disampingnya. Sebuah senyuman kecil kembali terlihat diwajah itu.
“Jineul-ah, gwaenchana?”
“Gwaenchana Eomma, Appa”
“Syukurlah, kami selalu disini untuk menunggu membuka mata. Eomma sangat khawatir”
“Aku baik-baik saja”
“Jineul-ah, sekarang kau sudah kembali. Kau harus mulai hidup baru sebagai Jung Jineul yang tidak akan pernah menginap di hotel aneh ini lagi”
“Ne, Appa”
Kekhawatiran mereka sekarang berakhir, Jineul berhasil melewati masa kritisnya setelah operasi transplantasi hati.
“Eomma, lalu bagaimana dengan Wonwoo oppa? Apa operasinya berhasil?”
“Jineul-ah, se-sebenarnya Wonwoo tidak di operasi”
“Tidak Operasi? Jadi apa dia baik-baik saja?”
“Jeon Wonwoo tidak pernah ada jadwal untuk operasi, dia berbohong padamu. Dia hanya tidak ingin membuatmu sedih ...”
“Apa maksud Eomma?”
“Dokter tidak bisa menolongnya, Wonwoo meninggal tiga hari lalu ...”
“Mwo?” kedua mata sayu Jineul langsung membulat. Dia tidak percaya dengan yang dikatakan Eomma, ini tidak mungkin karena Wonwoo bilang akan operasi dan sembuh seperti dirinya.
“Jineul-ah gwaenchana?”
“Eomma, Wonwoo Oppa tidak mungkin meninggal. Kita berdua akan tetap kuat untuk melewati winter ini bersama, jadi bagaimana bisa dia meninggal dan begitu saja pergi dariku?”
“Jineul-sshi, kau harus ikhlas kalau Wonwoo sudah__”
“Ani Eomma! Wonwoo Oppa tidak pernah pergi, dia selalu bersamaku ... sampai kapanpun”
Sayangnya, berita bahagia Jineul yang berhasil dengan operasi ini harus dibuka dengan kepergian Wonwoo. Tapi itulah yang terjadi, tidak bisa dirubah dan ditolak.
Dalam setiap kehidupan, selalu ada rahasia Tuhan. Dalam setiap pertemuan, selalu ada perpisahan. Dan dalam setiap tawa, selalu ada tangisan.
“Wonwoo Oppa, aku tidak akan menangis karena aku akan tetap kuat apapun yang terjadi. Aku akan tetap tersenyum untukmu dimanapun kau berada, aku akan tetap kuat untuk melewati semuanya. Aku harus tetap tersenyum melewati winter ini, musim lainnya dan tahun lainnya. Aku akan menjadi Jung Jineul yang sangat kuat seperti yang Oppa katakan. Maafkan aku karena tidak bisa selalu bersamamu. Annyeong Oppa ...”
Pada akhirnya, hanya senyuman yang terlihat. Sama sekali tidak ada air mata dan tangisan diakhir cerita ini.
TamaT.
-------------- %%%%%%%%%%%%% -------------

Yodongsaeng eottae?
Puas tidak puas, kau harus tetap menghargai kalau ini dibuat untuk memenuhi permintaanmu. Jadi kau harus tetap mengatakan kalau ini tidak buruk, arasseo?

Dan aaah, aku tidak tahu bagaimana perasaan kalian membaca cerita ini. Jika mungkin ada yang merasa kalau ini adalah cerita sedih yang gagal, maka itu salah. Karena cerita ini dibuat bukan sebagai cerita sedih, jadi yah memang tidak akan sedih.
Sudahlah, terserah kalian mau mengatakan apapun pada cerita ini. Aku sebagai author, hanya bisa mengatakan Terima kasih banyak sudah bersedia meluangkan waktu untuk membaca ini.

iklaan

SUPER JUNIOR