luhanay blog Follow Dash Owner

Selasa, 12 Juli 2016

[FF] I Like That




Tittle : I Like That
Genre : ? || Rate : PG-15 || Length : Oneshot
Main cast : Lee Hyein, Koo Junhoe
Disclaimer : Junhoe ciptaan Tuhan YME. dan milik keluarga beserta agensinya. Fiction cast milikku. Dan cerita setengah ideku.
Summary : ‘I’m so fine, don’t touch me! I like that, Playboy.’
Author : cifcif rakayzi
Catatan: ‘Sistar – I like that’ adalah sumber terbuatnya cerita ini. Dan aku mengaku terang-terangan kalau aku mengambil cerita lagu itu, dengan tambahan perubahan dariku.
==== ==== ==== ====

Aku melihat dia lagi. Seorang laki-laki tinggi dengan alis hitam tebal, menggandeng seorang perempuan dan berjalan santai, sesekali mereka tertawa. Seperti pasangan yang bahagia.
Dan aku tidak suka ekspresi ini, bibirku bergerak sendiri mengembangkan senyuman hambar. Entah kenapa aku selalu tidak bisa mengendalikannya, seolah ekspresi itu menguasaiku dan memaksaku tersenyum. Dan aku membencinya.
Aku tahan kakiku untuk melangkah, membiarkan lampu merah berlalu begitu saja, kembali berganti menjadi hijau. Beberapa kendaraan berlalu lalalang dihadapanku, sedikit menyembunyikan mereka. Rasanya mata ini tidak ingin kakiku melangkah, aku tidak ingin menyebrang dan berjalan di belakang mereka. Itu penghinaan namanya.
Tapi, tanpa kusadari, dan entah apa yang aku lakukan, aku kembali menunggu lampu merah menyala. Aku ingin menyebrang dan mengikuti mereka. Yah, keinginan itu seolah memaksaku menarik kembali ucapan tentang penghinaan itu. Menjilat ludah yang sudah aku keluarkan.

Angin masih sering berhembus, lembut tapi menusuk. Musim gugur ini sepertinya tidak akan cepat berakhir, dan membuatku sedikit membenci musim gugur. Angin itu tidak mau pergi, dan sekarang menggoyangkan dedaunan.
Aku berjalan perlahan, masih tidak yakin dengan langkahku. Sepertinya aku gila, meninggalkan tujuanku dan berjalan disini, melihat laki-laki itu dari kejauhan. Entah kenapa aku merasa daun-daun yang bergoyang itu seperti menari dan menertawanku, mengejek dan menghinaku yang benar-benar gila. Aku mengikuti laki-laki itu.
Perempuan berambut hitam panjang, cantik, dan tubuh yang bagus. Perempuan yang mungkin menjadi idaman para lelaki. Dia bukan perempuan yang aku lihat waktu itu, mungkin mereka baru berkenalan. Mereka sering tertawa bersama, dan laki-laki itu menggandeng pinggangnya.
Mereka berhenti. Laki-laki itu berhenti di depan toko bunga, mengambil setangkai bunga mawar merah, dan itu untuk sang perempuan. Dia tersenyum, perempuan itu tersenyum mencium bunganya. Terlihat sangat senang. Dan mereka kembali berjalan, bergandengan tangan.
Baiklah, aku mengerti. Semua laki-laki sama. Dan aku terlalu bodoh karena tidak menyadari itu, tidak lebih cepat mengerti tentang itu. Aku juga gila karena menyukai laki-laki itu, Koo Junhoe.
            ***
Tetesan air itu sudah bertambah banyak, membasahi semuanya. Tidak bertanya apakah semua suka basah atau tidak, sepertinya tidak peduli. Hujan itu mengguyur semuanya. Aku tidak membenci hujan, tapi aku hanya tidak suka dingin yang dibawa hujan.
Aku menutup jendalanya, berhenti menatap tetesan air itu dan berjalan menuju pintu. Bell terus berbunyi, pertanda seseorang di luar tidak suka menunggu. Aku juga tidak suka menunggu, tapi aku bisa menunggu sangat lama.
Saat pintu terbuka, senyuman itu langsung mengembang, menabrak tatapan mataku. Senyuman yang aku sukai. Koo Junhoe.
“Annyeong Hyein-ah, kenapa lama sekali? Aku kedinginan. Kau lihat aku basah kuyup? Aku kehujanan,”
“Kenapa?” aku tidak tahu, kenapa senyuman yang selalu menguasai bibirku, tidak memaksaku tersenyum sekarang. Aku selalu menunjukkan ekspresi berbeda saat melihatnya di hadapanku dan saat melihatnya bersama orang lain jauh dari pandanganku.
“Jangan bertanya kenapa, tentu saja aku ingin menemuimu. Ini untukmu,”
Seikat bunga dia berikan padaku, juga dengan senyumannya yang benar-benar aku suka. Bunga yang cantik. Tapi rasanya aku tidak ingin menerima bunga dari tangan itu, tangan yang sudah memberi banyak bunga pada perempuan lain.
“Aku sengaja membeli ini untukmu, kau tidak suka?”
Junhoe lebih mendekatkan bunga itu padaku, dan rasanya tanganku semakin enggan menerimanya. Aku membencimu Koo Junhoe.
“Terima kasih. Masuklah,” aku mengambil bunga itu, memberinya sedikit senyuman hanya dari ujung bibir. Dia berjalan mengikutiku masuk.
“Kau tidak merindukanku? Sudah beberapa hari kita tidak bertemu,”
“June-ya, lain kali kau tidak perlu membelikan bunga untukku, gunakan saja uangmu untuk sesuatu yang penting.” aku membuka lemari, mengambil vas dan menyimpan bunganya. Berjalan menghampiri laki-laki itu yang duduk di sofa, tidak melepaskan tatapannya dariku.
“Tapi sayang, menurutku ini penting. Aku mencintaimu.”
Kata itu, manis sekali, tapi aku tidak mempercainya. Kau mengatakan menyuaiku, mencintaiku, dan semakin banyak kau mengatakannya, aku semakin tidak mempercayai ucapanmu.
“Aku tidak suka bunga,”
“Kenapa? Tapi kau tidak pernah mengatakan itu padaku. Kau benar tidak suka?”
“Iya. Dan itu adalah bunga terakhir untukku. Lain kali, berikan saja bunga pada gadis-gadismu. Mereka akan menyukainya.”
Bibir padat itu tersenyum. Tapi kali ini dengan arti berbeda. Aku tahu dia mengerti, dia tidak bodoh untuk memintaku menjabarkan artinya.
“Gadisku hanya yang sekarang di hadapanku.”
“Kalau begitu, perempuan lain yang diam-diam kau goda. Apa sekarang sebutanku benar?”
“Berhentilah.”
Tatapan mata itu menajam, menatapku lekat. Seolah membuat dinding es tebal untuk menyembunyikannya, memberiku kedinginan agar kembali luluh dalam pelukan hangatnya. Aku gila karena mencintainya, laki-laki playboy ini.
“Aku mencintaimu, dan jangan pernah membicarakan gadis lain dihadapanku. Kau milikku, dan aku untukmu.”
Aku tidak bisa mengelak, aku kembali tersihir olehnya. Tubuhku dengan sendirinya mengikuti pergerakannya, menarikku dalam pelukannya. Memeluk tubuh dengan baju basahnya. Dan aku tidak bisa menjauh saat bibir manis itu terus mendekat, menyentuh bibirku.
Aku selalu suka saat bibir itu mengatakan ‘Aku mencintaimu’, kata terbaik yang kau ucapkan. Dari semua kebohongan yang kau ucapkan, aku benar-benar menyukai kata terbaik itu. Aku tidak percaya padamu. Aku mencintaimu, Koo Junhoe.
Bibir itu menciumku, bermain di atas bibirku, sendiri. Ciuman pasif. Tidak ada balasan dariku untuknya. Hanya membiarkan laki-laki itu melakukannya sendiri. Aku tidak bisa memahami seorang laki-laki sepertimu.
Aku bahkan tidak memberinya handuk untuk mengeringkan baju basahnya, aku tida peduli. Aku suka saat rambutnya basah, terlihat sangat tampan. Aku membencinya.
“Jun, apa aku bisa mengubahmu?”
Ucapan itu begitu saja lolos dari bibirku, membuat dua mata tajam kembali menatapku lekat. Junhoe tidak melepaskan pelukannya dariku, malah semakin merapatkan tubuhnya padaku. Tidak ada jawaban, yang ada hanya bibir itu kembali menciumku sedetik kemudian.
Aku tahu jawabannya. Tidak. Aku berfikir aku bisa mengubahmu, dan fikiran itu membuatku berfikir bahwa aku sedemikian bodohnya.
“Mereka tidak akan mendapatkanku, aku akan bersamamu.”
Junhoe, itu terdengar merdu di telingaku, tapi itu mengiris hatiku. Junhoe, kau tidak tahu, sulitnya aku berdiri disampingmu saat senyumanmu kau lemparkan untuk perempuan lain. Kau tidak bisa puas hanya denganku, itulah dirimu. Aku tidak tahu kenapa aku bisa terikat denganmu. Aku tidak tahu apa rencana Tuhan memperetemukanmu denganku, aku hanya berfikir kalau Tuhan sudah menulis cerita buruk untukku. Tapi aku tidak bisa menyalahkan Tuhan untuk itu.
“Tidak, jangan khawatir tentangku, hanya karena aku tidak bersamamu. Aku baik-baik saja. Pergilah,” aku lepaskan tangannya dariku, melepaskan pelukan hangatnya. Pelukan yang sangat aku sukai, pelukan yang membuatku tenang dengan kehangatannya. Aku menyukai pelukan yang juga memberikan kehangatan untuk perempuan lain.
“Jangan seperti ini,”
Junhoe menahan tanganku, membuatku kembali menatapnya. Aku menarik nafas dalam. “Jun-ah, kau tidak tahu bagaimana perasaanku, kau tidak tahu sulitnya ini untukku. Pergilah, pergilah pada gadis itu.”
“Lee Hyein,”
Laki-laki itu menarikku, kembali mendekat dengan tubuhnya. Aku suma aromanya, selalu membuatku merindukannya. Aku tidak bisa memaksakan diri untuk membencinya, bibirku selalu bergumam ‘Aku mencintainya’. Playboy itu, dia terkenal karenanya. Aku gila karena tidak menyadarinya.
“Aku hanya butuh kau menghilang, hanya itulah yang aku butuhkan.” dan membiarkan hati retakku hancur karena kehilanganmu. Tidak Junhoe, jangan pergi, atau aku akan mati karena kehilanganmu. Aku melepas lagi tangannya dariku, sedikit melangkah mundur mengindarinya. “Jika kau peduli tentangku, jangan sentuh aku. Menjauhlah.” aku melangkah mundur menjauhinya.
“Tidak,”
Aku tidak tahu kenapa tubuhku selemah ini, atau hanya menjadi lemah jika bersamanya. Junhoe berhasil membuatku tidak berbalik dan menjauhinya.
“Aku tidak akan pergi darimu, kau adalah milikku.”
“Kalau begitu, kita sudahi ini. Lepaskan aku, dan jadikan aku orang lain bagimu.” itu akan menghancurkan hidupku jika kau benar melakukannya, aku tidak bisa hidup jika kau tidak menatapku. “Minumlah, kau hanya perlu mabuk, dan melupakanku saat kau sadar. Itu sangat mudah untukmu. Lepaskan aku,” tidak, jangan lakukan itu.
Hatiku selalu meneriakan kata yang berlawanan dari ucapan bibirku, aku tidak bisa membantahnya. Aku begitu gila karena mencintainya. Laki-laki jahat ini.
“Aku tahu kau sudah mengerti siapa aku, tapi aku tidak bisa mengatakan maaf untukmu. Aku tidak tahu bisa merubah diriku atau tidak, dan aku tidak yakin bisa berhenti menyakitimu. Tapi aku mohon, jangan berhenti dan menyerah. Bertahanlah untukku,”
Tatapan matanya begitu menusuk mataku, membuat otakku berfikir keras mencerna perkataannya. Apa aku bisa mempercayainya atau tidak. Laki-laki jahat itu sudah mengambil akal sehatku, membuatku tergila-gila padanya.
Aku tidak bisa hidup tanpanya, aku ingin membiarkannya pergi, aku tidak ingin mengakhiri ikatanku dengannya, dan aku ingin selalu dia bersamaku. Dia menyakitiku, dia menghancurkan hatiku, dan dia juga membuatku mengukir namanya di hatiku. Cintaku hanya untuknya, aku buat hatiku hanya untuk laki-laki bernama Koo Junhoe. Mengabaikan siapa dia, menghilangkan playboy jahat dari tatapanku, dan mengabaikan perempuan lain di belakangnya. Aku akan menahan sakitnya.
Aku gila terus seperti ini. Aku lelah. Aku ingin mengikuti hatiku, dan menghancurkan semuanya.
Mataku terpejam, memaksa bibirku membalas ciumannya. Lumatan lembut yang manis. Aku tidak peduli siapa yang kau goda dengan bibir jagoanmu, aku tidak peduli siapa saja perempuan yang merasakan ciumanmu, aku benar-benar tidak peduli kebohongan yang akan selalu kau ucapkan padaku, aku hanya mencintaimu. Aku hanya ingin Koo Junhoe.
“Aku harap sisi buruk dalam diriku bisa menghilang, dan aku hanya melihatmu sebagai perempuanku. Aku ingin kau bertahan sampai waktu itu tiba. Jangan berhenti bertahan, jangan pergi dan tetap berdiri di sampingku, jangan menangis untuku, genggam dan jaga hati retakmu untukku, sampai aku benar-benar menjadi milikmu. Hanya milikmu.”
Air mataku jatuh, aku tidak bisa menahannya. Air mata pertama yang jatuh di hadapannya, dan menjadi air mata terakhir untuknya. Aku tidak akan menangis lagi untuknya. Aku akan menggenggam erat hati retakku, menjaganya tidak hancur. Aku dalamkan ukiran namanya dihatiku, satu-satunya laki-laki pemilik hatiku.
Dengan kuberikan cintaku padanya, aku mengerti kalau aku sudah menghancurkan hidupku untuknya. Tapi aku tidak ingin mati karena mencintainya, aku hanya ingin mati dengan cintanya. Aku menerimanya.
Aku mencintaimu. Aku menyukainya, playboy Koo Junhoe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

iklaan

SUPER JUNIOR