luhanay blog Follow Dash Owner

Selasa, 02 Januari 2018

[FF] Pink Heartsick Chapter 2



Tittle: Pink Heartsick
Genre: Drama, Marriage life, Romance || Rate: 15 || Length: Chapter
Cast: Koo Junhoe | Park Chaeyoung | Kim Jennie | Lisa | Bobby | other cast
Author: Cifcif Rakayzi
======= ==== ======= ==== =======




Chapter 2

Park Chaeyoung mempercepat langkahnya, menghampiri laki-laki yang baru saja keluar dari mobilnya. Chaeyoung langsung memeluknya, memeluk erat kekasihnya tanpa kata apapun.
“Ada apa? Kenapa tiba-tiba?”
Tidak ada jawaban, Chaeyoung hanya diam dalam pelukan Junhoe. Chaeyoung mengeratkan pelukannya, sangat erat.
“Chaeyoung-ah, aku bisa mati jika kau memelukku seerat ini,”
“Tidak, karena aku yang akan mati jika kau meninggalkanku.”
“Apa? Apa yang kau katakan, aku tidak mendengarnya jika suaramu sepelan itu. Coba katakan lagi,”
Chaeyoung menggeleng, masih dalam pelukan Junhoe. Dia menyembunyikan wajahnya didepan dada Junhoe.
“Kau ini kenapa? Lepaskan, ada orang yang melihat kita,”
Chaeyoung menolak, dia semakin merapatkan tubuh mereka. Sebenarnya dia tidak mau memeluk atau mencium Junhoe di tempat umum, karena tidak suka dilihat orang lain. Tapi sekarang, dia tidak peduli dengan itu lagi. Rasanya pelukan hangat Junhoe lebih penting daripada tatapan orang lain.
“Hey, sebenarnya ada apa denganmu? Apa kau begitu merindukanku, atau kau melakukan kesalahan yang tidak aku tahu, ayo katakan, aku akan menghukummu.”
Chaeyoung melepas pelukan eratnya, mengangkat wajahnya menatap laki-laki jangkung itu. “Koo Junhoe, aku sangat mencintaimu.”
“Woah... ada apa dengan matamu itu?” Junhoe langsung mendekat, memperhatikan kedua mata Chaeyoung sangat dekat. “Bengkak, kedua matamu bengkak. Apa kau menangis semalam? Atau kau menangis semalaman?”
“Junhoe, aku bilang aku sangat mencintaimu,”
“Iya, aku mendengarnya. Tapi ada apa dengan matamu? Apa terjadi sesuatu padamu?”
“Kau laki-laki milikku, aku tidak akan melepaskanmu. Kau ingat janjimu untukku?”
Junhoe mendadak diam, tidak menjawab itu. Dia hanya perlahan kembali memeluk kekasihnya.
“Jun-ah, apa kau masih ingat janjimu untukku?”
“Iya, aku ingat. Aku juga mencintaimu Chaeyoung-ah, sangat mencintaimu.” desah nafas Junhoe terdengar jelas di telinga Chaeyoung, Junhoe mengeratkan pelukannya, tidak peduli dimana mereka sekarang, atau orang-orang yang meliat mereka. Hanya diam dalam pelukan itu.
---
“Junhoe,”
“Hemh...”
“Sampai kapan kau mau memelukku? Kelasku dimulai lima belas menit lagi, aku akan terlambat jika kita tidak pergi sekarang.”
“Ya!” Junhoe langsung melepaskan pelukannya, melihat jam yang melingkar di tangannya, dan membuka pintu mobil. “Kenapa kau tidak bilang, kau hanya diam saja. Aku juga lupa persidangannya, itu pasti sudah di mulai,”
“Kau yang memelukku,”
“Tidak, kau yang memulainya. Aku datang untuk mengantarmu, tapi kita malah terlambat. Sudah, cepat masuk!”
Chaeyoung tersenyum, dia juga suka saat Junhoe marah. Yah, dia sangat mencintai laki-laki itu. Dan itu tidak akan berubah apapun yang terjadi.
“Kenapa masih disana? Cepat masuk! Aku harus terbang sekarang, aku benar-benar terlambat.”
“Terbang?” Chaeyoung membulatkan mata sembabnya, masuk kedalam mobil dan menatap Junhoe yang setengah panik. “Terbang bagaimana?”
“Kau percaya? Aku bercanda.”
“Eh?” Chaeyoung mengerutkan kening, tidak mengerti maksud laki-laki aneh itu. “Jadi kau masih bisa bercanda saat seperti ini? Kukira kau akan terus marah padaku,”
“Aku tidak marah padamu,” Junhoe mengecup bibir Chaeyoung sekilas, lalu menancap gas mobilnya, melaju secepat dia bisa.
“Junhoe, apa kau bisa menonton denganku nanti sore? Ada film baru di bioskop,”
“Aku tidak bisa, maaf. Hari ini aku hanya bisa mengantarmu kuliah, setelah persidangan aku ada janji lain. Tapi lain kali aku akan menonton film itu bersamamu.”
“Apa janji itu lebih penting dariku?”
Junhoe memperlambat laju mobilnya, melirik Chaeyoung beberapa detik, lalu kembali pada jalanan. “Bukan begitu. Kau sangat penting bagiku, tapi janji itu tidak bisa aku lewati. Maafkan aku. Nanti aku akan menghabiskan waktuku hanya untukmu.”
Junhoe menahan nafas dalam, menahan panas yang tiba-tiba menyeruak seolah membakar dadanya. Itu pertama kalinya Chaeyoung bertanya seperti itu. Selama ini, Chaeyoung selalu mengerti kesibukannya, dia tidak pernah bermasalah dengan itu. Tapi, tiba-tiba dia bertanya sesuatu yang membandingkan dirinya. Junhoe yakin kalau kekasihnya itu sudah menyadari sesuatu yang dia sembunyikan.
“Baiklah, aku mengerti. Maaf bertanya seperti itu padamu.”
“Kau tidak harus minta maaf karena itu, seharusnya aku yang mengatakannya. Maaf. Sepertinya akhir-akhir ini aku terlalu sibuk dengan diriku sendiri, dan mengabaikanmu. Maafkan aku.” suara Junhoe memelan di akhirnya.
“Iya, aku terima maafmu. Jadi jangan lupa dengan makanan Jepang full-set ku dan filmnya, kau harus memberikannya.”
Junhoe tersenyum, mengangguk. Sesuatu yang lain yang dia suka dari Chaeyoung yaitu, dia selalu bisa mencairkan suasana dingin antara mereka. “Aku tidak akan melupakannya, Sayang. Dan jika mungkin, aku akan memberikan hidupku hanya untukmu.”
“Kenapa harus ada kata ‘jika mungkin’? Itu sudah jelas, kau memang milikku, Koo Junhoe.” Chaeyoung memberi penekanan diakhir ucapannya, menegaskan kalau dia tidak akan merubah cintanya pada laki-laki itu sekalipun ada orang lain.
            ***

Lisa menatap Chaeyoung yang terengah dengan nafasnya, perempuan bermarga Park itu baru datang dan langsung menyimpan setumpuk buku di mejanya.
“Dari mana saja kau ini? Lama.”
“Aku terlambat, belum lagi mengambil semua buku ini dari perpustakaan. Ah.. aku benar-benar lelah,” Chaeyoung mengikat rambutnya, mengkibas-kibas buku untuk mendapat angin tambahan.
“Tapi kau beruntung karena Profesor belum datang,”
“Iya. Tapi Lisa, aku tidak beruntung dengan ini...” Chaeyoung menunjukkan dua mata bengkaknya.
“Woah daebak. Kenapa itu? Apa kau menangis semalaman? Itu karena Junhoe lagi?”
Chaeyoung mengangguk, mengusap matanya pelan, lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. “Aku sangat mencintainya,”
“Yah, katakan itu sebanyak kau mau, telingaku tidak keberatan mendengarnya.”
“Lisa, Lisa... aku ingin menangis,”
“Tidak, jangan menangis. Itu, Profesor sudah datang.” Lisa mengambil buku yang dibawa Chaeyoung tadi, membuat tatapan Chaeyoung beralih pada buku itu, dan menahan tangisannya.
Kelas pagi itupun dimulai.
            ***

Bukankah itu jahat jika dia selingkuh? Tidak, bukankah itu sakit jika dia mempunyai seseorang yang lain? Ada orang lain. Apa dia akan memilih orang lain itu?
Kenapa? Rasanya ini tidak adil karena begitu tiba-tiba. Setelah delapan tahun kita bersama, melewati banyak masalah bersama, kita baik-baik saja. Jadi, kenapa? Kenapa tiba-tiba? Apa dia tidak mencintaiku lagi? Apa dia membenciku? Apa aku membuat kesalahan yang menyakitinya? Maafkan aku, jadi kumohon kembalilah. Itu sakit.

Chaeyoung menunduk, menyembunyikan wajahnya dalam lipatan tangan di atas meja. Dia menangis. Dia tidak bisa berhenti memikirkan laki-laki itu, tepatnya memikirkan siapa perempuan yang dia lihat bersama kekasihnya. Dia menangis.
“Hey Chayeoung-ah, kenapa?” Lisa berbisik, menepuk punggung perempuan itu. Tidak ada jawaban, Chaeyoung masih menunduk. “Kau menangis? Kenapa?”
Chaeyoung masih diam. Rasanya perih, saat mata bengkaknya mengeluarkan air mata lagi. Semalam dia sudah terlalu banyak menangis, dan rasanya itu akan habis sekarang.
“Ayolah Chaeyoung, jangan menangis disini. Kau ini kenapa? Kelas masih belum selesai, jangan menangis,”
“Aku mencintainya. Aku akan mati jika dia pergi meninggalkanku.” Chaeyoung menjawab pelan dengan suara bergetarnya, dia masih menangis.
“Sebenarnya apa yang sudah dia lakukan padamu?”
“Dia bilang sangat mencintaiku,”
“Baiklah, jangan dilanjutkan. Tidak apa-apa, menangis saja jika kau ingin menangis.” Lisa menggeser duduknya lebih dekat dengan Chaeyoung, mengusap punggung perempuan itu. Mungkin dia tidak mengerti masalah apa yang terjadi, tapi dia mengerti kalau ini sesuatu yang buruk, sampai membuat Chaeyoung menangis seperti ini.
“Ah babo. Kau bilang dia jahat, tapi kau tidak bisa berhenti berkata kau mencintainya. Aku tidak mengerti, jadi apa maumu? Babo.”
            ***

Hari ini sepertinya tidak begitu baik, walaupun matahari bersinar indah dan udara spring menyegarkan.
Setelah persidangan, dia harus pergi bertemu dengannya lagi. Tepatnya, dia diminta untuk menemuinya lagi. Dan dia tidak bisa menolak itu. Junhoe tidak bisa menolak seseorang yang harus dia temui itu.
Dia sendiri tahu kalau ini tidak benar, dan ini jahat untuk kekasihnya. Dia mencintai Chaeyoung, bahkan perempuan itu sangat penting untuk hidupnya. Tapi sekali lagi, dia tidak bisa menolak itu. Junhoe hanya akan menjadi laki-laki jahat sekarang.
Cinta, benar, dia sangat mencintai kekasihnya. Dan itu juga yang membuatnya sekarang melaju di jalan yang salah. Jalan menuju orang itu ada di arah sebaliknya, tapi Junhoe melaju cepat dengan mobilnya menuju arah lain. Menghiraukan janji itu dan menemui orang yang dia cintai.
---
Mereka baru saja melewati gerbang kampusnya, dan Lisa tersenyum. Dia memberikan buku Chaeyoung yang dia bawa, menghentikan langkah mereka.
“Sekarang pulanglah, jemputanmu sudah datang.”
“Apa? Jemputan apa?” Chaeyoung lalu mengikuti arah tatapan Lisa, pada mobil hitam yang baru saja sampai di depan mereka. Itu Junhoe.
“Sudah, kau pulang sana. Seharian ini wajahmu berantakan sekali.”
“Tapi, kenapa dia bisa kesini? Lisa, apa kau memintanya datang kesini?” Chaeyoung memberi Lisa tatapan maut dengan dua mata bengkaknya.
“Hem.. itu benar. Aura hitammu itu mengganggu hariku, dan aku tidak ingin lebih lama bersamamu. Ayo cepat masuklah, dia menunggu.” Lisa membuka pintu mobil, mendorong Chaeyoung masuk.
“Tapi... Lisa!”
“Koo Junhoe,” Lisa membungkuk, melihat Junhoe dari jendela mobilnya. “Lakukan sesuatu untuk wajah kusutnya itu, oke?”
“Tentu saja. Apa kau tidak mau pulang bersama?”
“Tidak bisa, arah kita berbeda. Cepat pergilah.” Lisa melambai, yang dibalas senyuman Junhoe, lalu mobil itu pergi.
            ***

Hening. Tidak ada pembicaraan antara mereka, Junhoe fokus menyetir dan Chaeyoung hanya diam menatap jendela disampingnya. Suasanya entah kenapa jadi berbeda sekarang. Ini sudah hampir sepuluh menit mereka bersama dalam diam disana.
“Junhoe,” akhirnya Chaeyoung memulai pembicaraan, membuka suaranya. “Kau bilang tidak bisa bertemu denganku, jadi kenapa? Apa Lisa yang memintamu datang?”
“Hem...”
“Apa yang dia katakan?”
“Chaeyoung-ah, sebenarnya kau kenapa?”
“Apa Lisa mengatakan sesuatu padamu?”
“Dia bilang kau sakit. Kau tidak bisa membuka matamu, dan kau tidak bicara apapun. Jadi aku datang, melihatmu,”
Chaeyoung diam, tidak menjawab.
“Kau kenapa? Matamu sudah seperti itu, jangan menangis lagi. Benar kau tidak bisa membuka matamu?”
“Huh? Ya itu... emh benar. Tadi aku tidur, dan saat bangun, kelopak mataku tidak bisa terbuka. Tapi itu hanya sebentar, setelah itu aku bisa membukanya lagi. Aku tidak apa-apa.” Chaeyoung mengusap matanya, melihat itu dari cermin kecil miliknya. Bengkaknya memang bertambah, dan rasnaya perih saat dia melihat jauh. Tapi tidak apa-apa.
“Sayang, sebenarnya ada apa? Kenapa kau menangis? Aku minta maaf jika itu salahku, jangan menangis lagi. Matamu sudah sebesar itu,” Junhoe mengusap kepala Chaeyoung, lalu mengusap matanya pelan.
“Junhoe-ya, apa kau mencintaiku?”
“Hem...” Junhoe mengangguk, dan berhenti mengusap Chaeyoung dengan sebelah tangannya. “Aku mencintaimu, tapi tidak sebesar aku mencintai diriku sendiri.”
Chaeyoung tidak bisa menahan senyumnya. Itu yang selalu Junhoe katakan. Laki-laki itu masih sama, seperti dia yang dulu, hanya beberapa perubahan saja yang menyakitkan sekarang. “Yah, itu bagus. Kau tidak boleh mencintai ornag lain lebih dri mencintai dirimu sendiri. Tapi Junhoe,”
“Apa?”
“Aku mencintaimu lebih dari aku mencintai diriku sendiri,”
“Kenapa? Tidak, jangan seperti itu. Aku tidak mau jika kau seperti itu.”
“Junhoe, apa kau mau mengakhiri hubungan kita?”
“Huh?” mobil hitam itu oleng, tapi masih bisa dia kendalikan. Dan akhirnya, Junhoe menghentikan mobilnya di pinggir jalan. “Apa yang kau katakan?” matanya menatap Chaeyoung tidak percaya, menunggu perempuan itu mengulang ucapannya, karena dia pikir telinganya salah mendengar tadi.
Tidak peduli. Akhirnya Chaeyoung tidak peduli dengan kata ‘menunggu’ itu, dia ingin cepat memastikan itu. Dia sangat percaya Junhoe, tapi jika terus menunggu, dia tidak tahu akan seperti apa dirinya nanti. Chaeyoung tidak peduli apapun sekarang.
“Apa kau mau berpisah denganku?”
“Ya! Kenapa tiba-tiba kau bicara seperti itu? Kau kenapa Park Chaeyoung?”
“Aku tidak apa-apa jika kau mau mengakhirinya, karena aku mencintaimu. Aku sangat mencintaimu Koo Junhoe.”
“Tidak. darimana kau dapat pikiran itu? Aku tidak akan berpisah denganmu.” Junhoe melepas sabuk pengamannya, mendekat dan memeluk Chaeyoung. “Aku mencintaimu sayang, jangan pernah berpikir untuk berpisah dariku.”
Chaeyoung memeluknya, membalas pelukan itu. Dia menenangkan dirinya dalam pelukan hangat itu, tapi air matanya keluar tanpa perintah lagi.
“Aku akan bersama denganmu selamanya, aku hanya milikmu Chaeyoung-ah,”
“Mian... mianhae Junhoe-ya, mianhae...”
“Jangan ucapkan pertanyaan itu lagi padaku, aku tidak akan berpisah darimu.” Junhoe melonggarkan peluknnya, menyatukan bibir mereka.
Lembut. Ciuman Junhoe lembut seperti biasanya, dan itu yang Chaeyoung sukai. Dia bisa percaya kalau laki-laki itu mencintainya, tapi...
“Jun,” Chaeyoung melepas ciuman itu, menatap Junhoe penuh harap. Dia berharap kalau pertanyaannya sekarang dijawab Junhoe dengan jawaban yang dia inginkan. “Apa kau bersama perempuan lain selain aku?”
Tidak ada jawaban. Rasanya udara menjadi sangat dingin dan menusuk dengan cepat. Laki-laki itu tidak menjawab.
“Junhoe-ya, itu tidak benar kalau kau menyembunyikan sesuatu dariku? Dan kau tidak bersama perempuan lain kan? Koo Junhoe jawab aku! Apa sebenarnya yang kau sembunyikan? Kenapa kau berbohong?”
“Chaeyoung-ah....” Junhoe kembali memeluknya, sangat erat. Membiarkan perempuan itu menangis dalam pelukannya, memukulnya, menjerit meminta jawaban darinya. “Aku mencintaimu.”
            ***

Lisa menghembuskan nafas kasar, menatap sekelilingnya. Berantakan. Sekarang apartement Chaeyoung yang bersih, hanya terlihat seperti tempat penampungan sampah. Benar-benar berantakkan.
“Ya! Apa yang kau lakukan dengan rumahmu?”
Chaeyoung tidak menjawab, dia hanya mendudukkan dirinya di sofa, menatap televisi. Lisa tidak tahan dengan ini, tapi tidak ada yang bisa dia lakukan untuk membantu temannya itu.
“Dengar, aku membawa banyak makanan untukmu. Dan sekarang aku akan memasak, kau haru makan oke? Tidak ada penolakkan. Aku bisa melihat kalau lingkar pinggangmu menjadi 19 cm hanya dalam waktu seminggu ini, jadi makanlah yang benar Chaeyoung-ah.” Lisa menyimpan semua kantong belanjaannya, membuka gordeng, dan mulai melakukan sesuatu dengan tempat berantakan itu. Sementara Chaeyoung, dia tidak merubah posisinya ataupun mengatakan sepatah katapun.
Sejak hari itu, Chaeyoung jadi seperti ini. Dia tidak bertemu dengan Junhoe, dan tidak juga menghubunginya. Ah tidak, tepatnya dia yang tidak bisa menghubungi laki-laki itu. Junhoe menghilang.
Bahkan ini sudah lewat seminggu sejak hari itu, tapi Junhoe masih tidak bisa dihubungi. Dan jadilah Chaeyoung seperti ini. Dia mengurung diri di apartemennya, tidak kuliah, dan bahkan tidak makan apapun selain snack kentang yang ada dilemarinya. Dia kacau.
Lalu pertanyaanya, apa jawaban yang didapatnya dari Junhoe hari itu?
Jawabannya adalah tidak ada. Koo Junhoe tidak menjawab apapun. Dia tidak mengatakan apapun selain mencintai Chaeyoung.
Tapi itu tidak penting lagi, jawaban Junhoe tidak penting lagi. Pertanyaannya sudah terjawab saat Junhoe tidak menjawab.
---
Tidak berhasil. Lisa tidak bisa membuat Chaeyoung makan ataupun mengatakan sesuatu. Dia masih diam. Lisa tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapi Chaeyoung, dia juga tidak bisa menghubungi Junhoe.
“Aku mohon Chaeyoung-ah, makanlah sesuatu. Kau harus sayangi tubuhmu, pikirkan dirimu sendiri. Jangan seperti ini, aku mohon Park Chaeyoung.”
Lisa kembali memberi sumpit padanya, tapi Chaeyoung menjatuhkan itu lagi. Matanya hanya menatap nasi di hadapannya tanpa selera.
“Ouh ini menjengkelkan. Cepatlah makan Park Chaeyoung!” Lisa kembali memberinya sumpit, dan menyuapinya paksa. “Aku tidak tahu apa yang Junhoe lakukan padamu, tapi berhentilah seperti ini. Kau tidak perlu menyakiti dirimu sendiri hanya karena laki-laki jahat itu!”
“Aku mencintainya, aku hanya mencintai Koo Junhoe...”
“Baiklah, kau mencintainya, jadi sekarang makanlah. Kau harus makan untuk kembali bersama dengan orang yang kau cintai itu. Ini, makanlah,” Lisa menyuapinya. Chaeyoung menatapnya, lalu perlahan membuka mulutnya dan memakan itu. “Babo!” Lisa mengusap air dimatanya. Dia tidak bisa melihat temannya seperti ini.
---
Lisa bisa sedikit tersenyum sekarang. Chaeyoung menghabiskan makanannya, dia juga sudah kembali bicara. Mereka membersihkan apartemen itu, membuatnya kembali menjadi tempat yang bersih. Yah, Chaeyoung sudah lebih baik sekarang, setelah Lisa mengatakan hal apapun yang menyangku Koo Junhoe, laki-laki jahat itu.
“Aku menyimpan semua makanannya di kulkas, panaskan itu jika kau mau makan. Dan pastikan kau memakan semuanya. Aku tidak akan memaafkanmu jika kau tidak makan lagi.”
“Baiklah, aku mengerti. Terima kasih. Dan maaf membuatmu khawatir.”
“Tidak perlu minta maaf, kau hanya harus menyayangi dirimu sendiri.” Lisa memeluknya. “Baiklah, aku pulang dulu. Jangan lupa makan!”
“Ah berhenti memasang wajah seperti itu, kau menakutkan. Cepat pergilah, sebentar lagi hujan.”
“Iya, aku pergi. Dan kau harus makan banyak yah Park Chaeyoung!” Lisa kembali menekankan itu, lalu melambai dan pergi.
Chaeyoung tersenyum, dia beruntung mempunyai teman seperti perempuan yang terlihat tomboy tapi feminim itu. Chaeyoung menutup pintu apartemennya.
Chaeyoung mematikan televisi, dan melihat ponselnya, berharap ada pesan darinya. Tapi tidak ada apapun disana. Dia masih hilang.
Bell berbunyi.
Chaeyoung tersenyum, berpikir itu Lisa yang kembali karena melupakan barangnya atau karena hujan deras dan kedinginan. Dia melangkah, membuka pintunya, dan diam. Itu bukan Lisa. Orang dibalik pintu itu adalah Koo Junhoe.
Yah, orang yang ada dihadapannya sekarang adalah Koo Junhoe. Dia basah kuyup.
“Junhoe-ya, kenapa kau basah seperti itu? Apa kau sengaja tidak memakai payung?”
“Chaeyoung-ah...”
“Cepat masuk, aku akan ambilkan handuk dan_” Junhoe menahan tangan Chaeyoung, membuatnya tidak berbalik dan menahan langkahnya.
“Boleh aku memelukmu?”
“Huh? Iya, kemarilah,” Junhoe langsung menariknya kedalam pelukan, memeluknya sangat erat. Dan air mata itu, rasanya keluar tanpa perintah lagi. Saat tubuh mereka bersentuhan, mereka tidak bisa berbohong kalau mereka saling merindukan. Tidak bertemu satu minggu ini, rasanya membuat mereka gila. Mereka sangat merindukan satu sama lain.
Chaeyoung menangis, tapi dia tersenyum. Senang dengan pelukan Junhoe-nya lagi, senang bisa kembali menghirup aroma laki-lakinya lagi, senang bisa melihat kekasihnya lagi.
“Sayang, apa kau kehujanan karena ingin bertemu denganku? Kau merindukanku?”
“Hemh... aku merindukanmu, aku sangat merindukanmu. Maafkan aku... maaf,”
“Tidak, jangan minta maaf. Aku sudah gila karena merindukanmu, jangan menghilang lagi. Aku tidak akan mengatakan tentang itu lagi, jadi maafkan aku, dan tetaplah bersamaku, yah?”
Junhoe semakin merapatkan tubuh mereka, mempererat pelukannya. Tidak peduli bajunya yang basah membuat baju Chaeyoung juga basah, dia hanya ingin memeluk kekasihnya dan tidak berpisah.
“Mianhae Chaeyoung-ah... mian, mianhae jeongmal...”
“Jun, kenapa?” Chaeyoung mengusap kepala Junhoe saat mendengar isakannya, Junhoe menangis. “Tidak apa-apa, aku sudah bersamamu lagi sekarang, tidak apa-apa,”
Junhoe tiba-tiba melepas pelukannya, menatap Chaeyoung. Dia benar-benar menangis, dan ini adalah pertama kalinya Junhoe menangis di depan Chaeyoung.
“Aku akan menikah. Mianhae...”
Sesak. Park Chaeyoung merasa seolah jantungnya berhenti berdetak, sangat sesak. Dia bahkan lupa cara bernafas untuk beberapa detik. Itu bohong kan? Apa yang baru saja didengarnya, pasti telinganya salah.
“Jun? Apa yang kau katakan?”

            -bersambung-

Chapter 1        Chapter 3        Chapter 4        Chapter 5
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

iklaan

SUPER JUNIOR