luhanay blog Follow Dash Owner

Selasa, 02 Januari 2018

[FF] Pink Heartsick Chapter 4



Tittle: Pink Heartsick
Genre: Drama, Marriage life, Romance || Rate: 15 || Length: Chapter
Cast: Koo Junhoe | Park Chaeyoung | Kim Jennie | Lisa | Bobby | other cast
Author: Cifcif Rakayzi
======= ==== ======= ==== =======




Chapter 4

Mentari pagi sudah bersinar, perlahan beranjak menuju tempatnya, menyinari dari langit sana. Menemani banyak cerita setiap harinya. Dan pagi ini juga cerah, sangat cerah. Langit biru yang hanya dihiasi sedikit awan putih, hangatnya sinar matahari, dan angin lembut yang menggoyangkan bunga-bunga. Ini adalah hari bahagia.
Perlahan, Chaeyoung membuka matanya, menatap bantal di sampingnya. Tempat itu kosong, hanya ada cerita kalau ada seseorang yang tidur disana tadi malam. Chaeyoung menarik nafas panjang, merubah posisinya menatap jendela yang terbuka, seseorang sepertinya membuka jendela itu sebelum dia bangun.
Rasanya, dingin. Dia ingin menangis. Tidak, rasanya dia ingin berteriak dan menjerit, menangis sebanyak dia bisa, menjerit sampai suaranya habis. Dia ingin berlari mengejar orang itu.
Senang rasanya jika ini hanya mimpi. Walaupun mimpi buruk, tapi setidaknya ini hanya mimpi. Dan tidak akan memisahkan dia darinya.
Ponselnya berdering, dan itu adalah kesekian kalinya berdering. Chaeyoung menatap ponselnya, disana banyak pesan dan panggilan dari Lisa, pasti perempuan itu mengkhawatirkannya karena tidak kuliah. Yah, hari ini dia tidak kuliah, dia bangun terlalu siang.
Chaeyoung mengabaikan ponselnya, tidak menjawab satupun pesan dari Lisa. Dia beranjak, meninggalkan ponselnya dan berjalan keluar kamar. Bibirnya tersenyum, melihat semangkuk sup yang tersaji di meja makan. Tapi sayangnya, sup itu dingin, menandakan seseorang yang membuatnya sudah lama pergi. Chaeyoung melangkah lagi, mengabaikan pesan dalam kerts kecil yang bersandar di mangkuk itu.
Pintu, Chaeyoung hanya berdiri menatap pintu. Beberapa hari yang lalu, laki-laki itu datang, berdiri di balik pintu itu dengan basah kuyup. Itu Koo Junhoe. Chaeyoung ingat saat Junhoe memeluknya dan menangis, mengatakan cinta dan maaf. Dasar jahat.
Hari itu, saat hujan deras itu, Junhoe menangis mengatakan maaf padanya. Karena dia harus menikah dengan perempuan lain, dan menjadi jahat.
Awalnya, Chaeyoung tidak bisa menerima penjelasan apapun yang dikatakan Junhoe, dia menolak semua alasan laki-laki itu. Chaeyoung menangis dan tidak mau mendengar apapun. Tapi, dia sadar, walaupun dia bersikap seperti itu, kekasihnya akan tetap pergi meninggalkannya. Menjadi milik perempuan lain.
Keluarganya, meminta laki-laki suara besar itu untuk menikahi perempuan itu. Perempuan yang keluarganya sudah sepakat untuk menikahkan masing-masing anak dari keluarga mereka. Itu sebuah perjodohan. Dan Junhoe tidak bisa menolak. Dia adalah anak laki-laki satu-satunya, yang harus menikah dan meneruskan ikatan dua keluarga itu. Kesepakatan yang bodoh bukan.
“Kau jahat Junhoe.... jahat. Aku sangat mencintaimu, tapi kau dengan perempuan lain dan meninggalkanku, kau jahat Koo Junhoe! Kau jahat! Aku mencintaimu....”
Chaeyoung akhirnya tidak bisa lagi menahannya, dia menangis. Dia berjalan menuju meja makan, melempar mangkuk sup itu, dan melempar apapun yang dilihatnya. Dia menjerti, dan berteriak memanggil nama laki-laki itu. Dia menghancurkannya, membuat rumah rapi dan bersih itu sangat berantakkan.
“Kau tahu aku sangat mencintaimu, tapi kenapa... kenapa kau malah bersama dengan orang lain Junhoe-ya, kenapa....”
Chaeyoung berhenti berteriak, dia jatuh. Kakinya menginjak pecahan kaca dari vas yang dia lempar, dan itu berdarah. Dia menangis. Hanya Junhoe yang dia punya, Ibu dan Ayahnya sudah pergi ke tempat yang tidak bisa dia jangkau. Dan sekarang, Koo Junhoe juga pergi ke tempat yang tidak bisa dia gapai.
“Aku mencintaimu Koo Junhoe...”
            ***

“Junhoe-ya, selamat ulang tahun yah,” aku mengecup bibirnya, cepat. “Sekararang kau sudah besar, jadi... apa kau mau berjanji padaku?”
“Janji apa?”
“Menikah denganku. Koo Junhoe akan menikah denganku, Park Chaeyoung.”
“Menikah? Tapi kita masih murid SMA, Chaeyoung-ah, mana bisa menikah?”
“Aku tahu. Tapi aku ingin kau berjanji sekarang, kalau nanti kita sudah dewasa, kau akan menikah denganku. Yah?”
Dia diam, menatapku. Tapi lalu dia tersenyum, dan memelukku. Pelukannya hangat, seperti biasa. Lalu dia berbisik.
“Yah, aku akan menikah denganmu nanti.”
“Janji?” aku melepas pelukannya, menatap penuh harap pada matanya. Aku ini sangat mencintainya, dan aku ingin laki-laki ini hanya menjadi milikku.
“Aku berjanji bahwa aku hanya akan membuat Koo Junhoe menjadi satu-satunya pengantin untuk park Chaeyoung.”
“Hah? Kenapa seperti itu?”
“Karena itu adalah janjiku.”
“Kenapa tidak sebaliknya saja? Park Chaeyoung yang akan menjadi satu-satunya pengantin untuk Koo Junhoe.”
“Emh... tidak mau. Dan aku tidak akan merubah janjiku, karena aku sudah berjanji padamu.”
Dia menarikku lagi kedalam pelukannya, mengusap kepalaku. Aku tidak terlalu mengerti ucapannya, tapi aku senang karena dia berjanji untuk menikah denganku.
“Aku mencintaimu, Park Chaeyoung.”
---
Chaeyoung membuka matanya, menatap langit-langit kamarnya, diam. Itu mimpi. Dia memimpikan janji itu lagi, janji yang Junhoe ucapkan lima tahun lalu padanya.
“Chaeyoung-ah, kau sudah bangun? Apa ada yang sakit?”
Chaeyoung melirik dua perempuan yang duduk di sampingnya, itu Lisan dan adik mendiang Ibunya.
“Chaeyoung, apa kau bisa mendengarku?”
“Imo, kenapa kau ada disini?”
“Lisa yang menelfonku, dia bilang kau pingsan, jadi aku cepat-cepat datang kesini. Sebenarnya kau kenapa? Rumahmu berantakkan, dan kakimu terluka, kau sakit?”
“Aku tidak apa-apa, maafkan aku membuat kalian khawatir.” Chaeyoung bangun, duduk menyandar pada dinding.
“Ya! Anak nakal. Bagaimana kau bisa seperti ini, rumahmu dikuci, dan kau terluka begini, apa terjadi sesuatu padamu? Aku sangat khawatir. Untung saja kita mendapat kunci lain dari penjaga apartemen, bagaimana jika kita tidak bisa masuk dan sesuatu yang lebih buruk terjadi padamu Chaeyoung-ah?”
Chaeyoung tidak bisa menahan air matanya saat Tantenya memeluk, mereka menangis bersama. Itu kesalahannya, membuat mereka khawatir. Dia terlalu bodoh karena menangisi laki-laki itu, dan melupakan orang lain yang masih ada untuknya.
“Maaf Imo, maafkan aku...”
“Jangan seperti ini lagi, aku mohon padamu. Bagaimana aku bisa berhadapan dengan orangtuamu nanti, jika aku tidak bisa menjagamu dengan baik,”
“Tidak Imo, ini salahku, maafkan aku,”
“Sudah aku bilang, tinggal saja denganku, jangan tinggal sendirian.”
Chaeyoung terdiam, mengeratkan pelukannya pada perempuan paruh baya yang sudah dia anggap sebagai Ibunya. Selepas orang tuanya meninggal, Imo yang mengurusnya, dan dia bersyukur karena perempuan itu sangat menyayanginya.
---
“Ya! Sebenarnya apa yang terjadi padamu, kenapa kau seperti ini lagi?”
“Lisa, aku tidak tahu harus bagaimana,”
“Jika ini karena Koo Junhoe, aku tidak akan memaafkanmu Chaeyoung.”
“Lisa...”
“Laki-laki itu sudah jahat padamu, dia meninggalkanmu dan menikah dengan perempuan lain,”
“Lisa, darimana kau tahu?”
“Ya! Babo! Aku ini temanmu. Dan juga, undangannya ada di rumahmu, bagaimana aku bisa tidak tahu. Babo.”
“Lisa...” Chaeyoung memeluknya, kembali mengeluarkan air matanya di pelukan perempuan itu. “Aku ingin Koo Junhoe, aku mencintainya...”
“Tidak Chaeyoung-ah, lupakan dia.”
“Tapi aku sangat mencintainya, aku_”
“Ya! Park Chaeyoung!”
“Hey ada apa, kenapa Chaeyoung menangis lagi? Sudah, makan malamnya sudah siap, ayo kemari, kita makan bersama.” Imo menyimpan sup di atas meja makan, dan dengan itu, makan malamnya sipa.
“Dengar Chaeyoung-ah, Junhoe menikah hari ini, dan itu berarti dia bukan milikmu lagi. Jadi berhentilah mengharapkannya, lupakan dia.” Lisa membantu Chaeyoung berdiri, memapahnya sampai meja makan.
Itu benar. Yang Lisa katakan itu benar. Koo Junhoe sudah resmi menjadi milik perempuan lain hari ini, dan itu berarti sudah tidak ada harapan untukknya. Dia tidak bisa menggemgam tangan laki-laki itu lagi. Hubungan mereka sudah berakhir.
            ***

Saat pagi hari, tidak ada yang menelfon dan berteriak menunggunya di luar apartemen, tidak ada yang mengantarnya berangkat kuliah. Saat petang, tidak ada yang memarahinya karena tidak cepat keluar dari kampus, tidak ada yang menjemputnya pulang kuliah. Saat makan, tidak ada yang merengek ingin mengganti makanannya karena tidak suka atau alergi. Saat mengantuk, tidak ada yang memaksa meminjamkan pangkuannya untuk dijadikan bantal tidur. Sekarang sudah tidak ada lagi. Laki-laki itu sudah pergi, tidak ada di sampingnya lagi. Tangan itu sendiri sekarang, tidak ada yang menggandengnya mesra lagi.
Mau bagaimana dia menangis, menjerit, atau berteriak, tidak akan ada yang berubah. Dan tidak ada yang bisa di lakukan selain menerimanya. Menerima kalau laki-laki itu sudah bukan miliknya lagi, dan menjadi milik orang lain.
Park Chaeyoung sangat berusaha dengan dirinya, dia menocba untuk melupakan Junhoe. Menepis dirinya yang merindukan laki-laki itu, menahan dirinya yang mencintai laki-laki itu, dan menyadarkan diri kalau laki-laki itu tidak bisa dia genggam lagi.
Itu menyakitkan. Sangat sakit. Setelah delapan tahun bersama dengan cintanya, Chaeyoung tidak mengerti kenapa dia harus tiba-tiba menikah dengan perempuan lain. Bukankah dia berjanji akan menikahinya? Tapi sepertinya, laki-laki itu mengingkari janjinya sendiri.
Baiklah, tidak apa-apa. Itu tidak apa-apa.
Chaeyoung tidak boleh merusak dirinya sendiri hanya karena laki-laki jahat itu, dia harus kembali dan hidup dengan baik untuk orang yang masih di sampingnya dan menyayanginya.
Park Chaeyoung harus merelakan itu.
            ***

Sore ini, sedikit lebih dingin dari pagi hari tadi. Dan hujan, baru saja berhenti. Meninggalkan dedaunan yang basah, dan menyisakan langit mendung dengan awan abu-abu.
Hari ini, kelas selesai lebih cepat. Karena itu, semuanya sudah pergi. Hanya mereka berdua yang keluar lebih lambat. Lisa dan Chaeyoung berjalan melewati gerbang.
“Chaeyoung-ah, hari ini kau lebih ceria.”
“Benarkah?” Chaeyoung langsung memasang wajah riangnya, dan sedikit melebihkan ekspresinya, menatap Lisa.
“Aah... sekarang senyum di buat-buatmu itu merusak kecerianmu. Aku tarik kembali ucapankau.” Lisa memalingkan wajahnya, melangkah lebih cepat.
“Hem.. begitu yah.” Chaeyoung juga mempercepat langkahnya, menggandeng lengan Lisa dan menyamakan langkah mereka. “Mungkin, karena aku sudah tidak apa-apa, dan juga itu karena kau ada di sisiku Lisa. Terima kasih.”
“Baguslah kalau kau sadar. Jadi jangan pernah menyakiti dirimu sendiri lagi, kau harus ingat padaku dan orang lain yang menyayangimu.”
“Hah? Jadi... kau ini menyayangiku yah Lisa? Kau bilang membenciku?”
“Error. Sepertinya aku salah bicara. Maksudku benci, bukn sayang.”
“Eh.. kenapa begitu? Padahal aku juga menyayangimu Lisa-ya, jadi katakan saja kalau kau menyayangiku, yah? Yah Lisa?”
“Tidak akan pernah.” Lisa melepaskan tangan Chaeyoung darinya, tapi dengan cepat Chaeyoung kembali menggandengnya.
“Aku serius Lisa. Aku benar-benar bersyukur mempunyaimu di sisiku,”
‘Baiklah, itu sudah cukup, jangan lanjutkan perkataan menggelikan itu.”
Chaeyoung tersenyum, Lisa yang seperti itu adalah temannya yang sangat baik, dan dia tidak tahu bagaimana jika cerita tidak membuatnya berteman dengan Lisa. Mereka melanjutkan langkah sampai halte bis, dan berhenti.
“Lisa, sepertinya aku akan tinggal di rumah Imo mulai sekarang.”
“Apa?” Lisa langsung melirik perempuan yang duduk di sampingnya. “Maksudmu kau mau pindah?”
“Yah. Imo terus saja memaksaku tinggal bersamanya, dan juga... tinggal sendiri itu rasanya melelahkan.”
“Chaeyoung-ah, benar kau mau pindah? Lalu bagaimana dengan kuliahmu? Apa tidak bisa jika Imo saja yang pindah ke rumahmu?”
“Huh? Hey... kau ini kenapa?” Chaeyoung tidak mengerti perubahan ekspresi tiba-tiba Lisa.
“Apa kau akan meninggalkanku?”
“Ya! Kau ini bicara apa?”
“Kau bilang akan pindah ke rumah Imo, jadi kupikir kita tidak akan_”
“Lisa!” Chaeyoung mencubit pipi perempuan berambut sebahu itu, membuatnya mengernyit menahan nyeri. “Aku hanya pindah ke Incheon, bukan ke luar negeri. Dan juga, kita masih akan bertemu, karena aku harus tetap kuliah di tahun terakhirku ini.”
“Kau tidak akan pindah kuliah?”
“Ya! Babo! Mana mungkin aku pindah di saat akhir begini? Tentu saja aku harus menyelesaikan kuliahku disini. Dasar kau ini.”
“Tapi kenapa tiba-tiba begini? Rasanya Imo dari dulu memaksamu tinggal bersamanya, tapi kenapa baru sekarang kau pindah?”
“Sudah kubilang, tinggal sendiri itu melelahkan. Dan mungkin...” Chaeyoung menggantung ucapannya, menarik nafas dan memandang langit sore mendung. “Sepertinya aku membutuhkan suasana baru untuk melupakan pengacara jahat itu.”
“Emm.. Chaeyoung-ah, jangan pikirkan lagi laki-laki itu. Pikirkan saja aku yah, hanya Lisa.”
Chaeyoung tertawa. Walaupun tidak menjawab, tapi mungkin dia akan menuruti perempuan itu. Melupakan Koo Junhoe dan beralih hanya memikirkan Lisa.
“Hah...” Chaeyoung berdiri. Bis yang di tunggunya sudah datang. “Tapi rasanya akan merepotkan setelah pindah nanti. Setiap hari aku harus bangun lebih pagi, menempuh jarak jauh dai Incheon ke Seoul. Aah... pasti melelahkan.”
‘Tidak, karena aku akan menemanimu setiap hari.”
Bis berhenti di depan halte, membuka pintunya dan semua orang yang menunggunya masuk. Kemudian kembali melaju, menyusuri jalanan dan mengantarkan orang-orang di dalamnya pada tujuan masing-masing.
            ***

Park Chaeyoung berhenti melangkah, membuat Lisa juga berhenti. Dia mengaduk-aduk tasnya, meraba-raba saku celana dan jaketnya. Dia mencari sesuatu.
“Lisa, bisakah kau tunggu disini sebentar? Sepertinya aku meninggalkan ponselku di kelas tadi,”
“Ah kau ini, seperti biasanya. Baiklah, cepat.”
“Iya. Tapi tunggu yah, awas kalau meninggalkanku.” Chaeyoung langsung berlari, masuk kembali ke dalam gedung kampusnya.
Sore hari ini cerah, matahari masih bersinar dengan sinarnya yang mulai redup. Dan hujan tidak datang hari ini.
Lisa berjlan perlahan menuju gerbang, masih membaca buku tebal di tangannya. Dia sudah biasa jika barang-barang Chaeyoung tiba-tiba hilang, karena perempuan bertubuh ramping itu memang ceroboh.
“Lisa...”
Lisa mengangkat wajahnya, membawa tatapannya pada seseorang yang tiba-tiba berdiri di hadapannya. Laki-laki jangkung itu.
“Koo Junhoe?”
“Lisa, apa kau bersama Chaeyoung? Aku mencari ke apartemennya, tapi tempat itu kosong. Aku juga tidak bisa menghubunginya. Apa kau tahu dimana dia?”
“Kenapa kau mencarinya?”
“Aku harus bertemu dengannya, bisakah kau beri tahu aku dimana dia?”
“Jangan bertemu dengannya lagi.”
“Kenapa?”
“Ya! Kau sudah menyakitinya Koo Junhoe! Kau menikah dengan perempuan lain dan meninggalkannya, kau sudah menghancurkan hatinya. Jadi untuk apa lagi kau menemuinya? Chaeyoung bukan siapa-siapa lagi untukmu, jangan sakiti lagi dia dengan bertemu denganmu.”
“Tidak Lisa, pernikahan itu...” Junhoe menahan ucapannya. Rasanya lidahnya kelu untuk mengatakan pernikahan itu. Dia juga sadar sudah menyakiti hati kekasihnya, tidak, mantan kekasihnya.
“Apa? Ada apa dengan pernikahannya? Ah iya, aku lupa memberimu selamat. Jadi, selamat atas pernikahanmu Pengacara Koo Junhoe. Apa kau bahagia?”
“Hentikan. Aku hanya ingin bertemu dengannya, ada sesuatu yang harus aku bicarakan,”
“Aku tidak akan membiarkanmu bertemu dengannya. Sekarang ini Chaeyoung sudah lebih baik, dan aku tidak ingin dia kembali menangis karena melihatmu. Pergilah.”
“Aku tidak akan pergi sebelum bertemu dengannya.”
“Koo Junhoe! Aku mohon mengertilah.” Lisa menutup bukunya, menajamkan tatapan pada laki-laki itu. “Park Chaeyoung bukan lagi kekasihmu, kau sudah melukainya. Jadi aku mohon pergilah dan jangan ganggu dia lagi.”
“Aku mencintainya, dan aku tidak akan pernah bisa melupakannya. Izinkan aku bertemu dengannya Lisa, aku mohon,”
“Tidak.”
“Lisa, jangan seperti ini kumohon. Biarkan aku bertemu dengannya. Apa Chaeyoung ada di dalam sana?” Junhoe menatap sekeliling bangunan kampus itu. “Aku akan masuk dan mencarinya.”
“Chaeyoung sudah pindah,” Lisa menaikkan nada suaranya, membuat laki-laki itu menghentikan langkahnya lagi. “Tidak ada di sana, dia sudah pergi. Chaeyoung pindah ke Incheon.”
“Incheon?” Junhoe berbalik, kembali melangkah mendekati Lisa. “Apa dia pindah ke rumah Imo-nya?”
“Walaupun kau kesana, kau tetap tidak akan bisa menemukannya. Kenapa kau tidak pulang saja Junhoe-sshi? Istrimu pasti sudah menunggumu di rumah. Apa kau lupa kalau sudah ada cincin yang mengikat tangan kananmu itu?”
“Kalau aku mencarinya, pasti aku akan menemukannya. Terima kasih, Lisa-ya.” Junhoe berlari meninggalkan Lisa, menaiki mobil hitamnya dan pergi.
“Aaakh menyebalkan!”
“Lisa? Kau kenapa?” Chaeyoung mengerutkan keningnya melihat Lisa menjerit sangat keras dan melempar bukunya.
“Tidak.” Lisa kembali mengambil bukunya. “Tidak apa-apa. Aku hanya kesal menunggugu.”
“Ah.. maaf, tadi aku tidak menemukan ponselku, tapi sekarang sudah kutemukan. Maafkan aku yah.” Chaeyoung memeluk Lisa, mengusap-usap kepalanya. “Kita bisa pulang sekarang,”
“Tapi aku sangat berterima kasih karena kau selama itu.”
“Eh huh? Apa maksudmu?”
“Tidak, bukan apa-apa. Ayo cepat kita pulang, mungkin hujan akan turun sekarang. Ayo cepat!”
“Ta-tapi sepertinya langitnya cerah, apa benar akan hujan?”
“Sudahlah, ayo!” Lisa menarik tangan Chaeyoung, membawanya berjalan cepat meninggalkan tempat itu. Dan untung saja, laki-laki itu sudah pergi saat Chaeyoung datang. Karena, Lisa tidak akan membiarkan laki-laki itu menyakiti temannya lagi.

            -bersambung-
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

iklaan

SUPER JUNIOR