BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Epilepsi atau yang biasa dikenal dengan istilah penyakit ayan oleh
masyarakat dianggap sebagai penyakit menular yang tidak dapat disembuhkan,
disebabkan oleh kekuatan gaib, maupun gangguan jiwa. Sebagaimana diungkapkan
oleh (Harsono,2001) bahwa epilepsy secara historis dikelilingi oleh banyak
prasangka serta mitos dan terkait dengan berbagai kesalahpahaman. Masyarakat
percaya bahwa epilepsy disebabkan oleh roh jahat, juga dipercaya merupakan penyakit
yang bersifat suci, hal tersebut merupakan yang melatarbelakangi adanya mitos dan rasa takut terhadap
epilepsy. Mitos tersebut kemudian mewarnai sikap masyarakat sehingga
menyulitkan upaya untuk membawa penderita epilepsy ke dalam kehidupan normal.
Epilepsi merupakan suatu manifestasi gangguan
fungsi otak dengan berbagai etiologi , dengan gejala tunggal yang khas, yaitu
kejang berulang lebih dari 24 jam yang diakibatkan oleh lepasnya muatan listrik
neuron otak secara berlebihan dan paroksismal serta tanpa provokasi . Epilepsi
terjadi karena dipicu oleh adanya abnormalitas aktivitas listrik di otak yang
dapat mengakibatkan terjadinya perubahan spontan pada pergerakan tubuh,
fungsi,, sensasi, kesadaran serta perilaku yang ditandai dengan kejang berulang
(WHO,2010).
Epilepsi merupakan salah satu penyakit otak
yang sering ditemukan di dunia. Data World
Health Organization (WHO) menunjukan epilepsy menyerang 70 juta orang
dari penduduk dunia . Kata “epilepsy” berasal dari kata Yunani “epilambanen”
yang berarti serangan dan menunjukkan bahwa “sesuatu dari luar badan seseorang
yang menimpannya,sehingga ia jatuh”. Epilepsi tidak dianggap suatu penyakit,
akan tetapi sebabnya diduga sesuatu dari luar badan si penderita, biasanya
dianggap sebagai kutukan roh jahat atau akibat kekuatan gaib yang menimpa
seseorang
Epilepsi
dapat terjadi kepada siapa saja di seluruh dunia tanpa batasan ras dan social
ekonomi. Angka kejadian epilepsy masih tertinggi terutama di Negara berkembang
ang mencapai 114 per 100.000 per tahun. Angka tersebut tergolong tinggi
dibandingkan dengan Negara yang maju dimana kejadian epilepsy berkisar antara
24-53 per 100.000 penduduk per tahun . Bila jumlah penduduk Indonesia berkisar
220 juta, maka diperkirakan jumlah penderita baru 250.000 per tahun. Epilepsi terbanyak ada pada bayi dan anak-anak
, menurun pada dewasa muda dan pertengahan, kemudian meningkat lagi pada kelompok
usia lanjut (Persatuan Dokter Spesialis Saraf Indonesia(PERDOSSI,2011).
Kualitas hidup yang berhubngan dengan kesahatan
merupakan keseluruhan kondisi status kesehatan seorang pasien, termasuk
kesehatan fisik pasien,social, psikologis, dan ekonomi pasien. Penilaian
kualitas hidup dipengaruhi oleh keadaan fisik, mental, social, dan emosional.
Seorang penderita dengan epilepsy dapat dinilai kualitas hidupnya berdasarkan
salah satu faktor yaitu lama menderita epilepsy. Dalam melakukan penilaian
kualitas hidup pada penderita epilepsy dapat menggunakan suatu instrument
yaitu, Quality of life in Epilepsy.
Penyakit epilepsy masih tetap menjadi perhatian
karena sifat serangannya yang spontan dan tidak dapat diperkirakan, sehingga
menyebabkan penderitanya merasa cemas, malu dan takut bergaul dengan masyarakat
umum. Penanganan pada pasien epilepsy hendaknya dilakukan secara holistic, tidak
hanya secara medis akan tetapi juga secara psikologis. Hal ini seperti yang
dikemukakan oleh (Riyanto,1996) yang mengemukakan bahwa epilepsy ini merupakan
gangguan otak serius dan perlu perhatian khusus dari para pakar, keluarga
maupun orang terdekat sekitar.
Pasien epilepsy memiliki kualitas hidup yang
lebih rendah dari populasi yang normal (Pinzon,2007). Berbagai konsekuensi dan
diagnosis epilepsy yang diterima pasien tersebut yang membuat kualitas hidup
pasien epilepsy menurun dan terbatasi oleh berbagai hal. Frekuensi kejang atau
serangan yang dialami serta efek dari pengobatan turut pula menjadi faktor yang
mebuat kualitas hidup pasien epilepsy
menurun pasca diagnosis .(Primardi dan Hardjan,2010) mengungkapkan bahwa pasien
penderita epilepsy agar disarankan untuk menghindari 5K yaitu kecemasan,
kemalaman, keletihan, kedinginan dan kelaparan. Namun hal tersebut bukan
berarti pasien epilepsy lantas membatasi segala aktivitas. Usaha mencegah
serangan atau kejang dapat dilakukan dengan cara mengontrol kondisi, tidak
banyak pikiran, namun juga harus mengisi kegiatan agar seimbang. Kesibukan
dapat membantu seseorang dapat melupakan sejenak penyakitnya.
Para penderita epilepsy cenderung sulit
dalam penyembuhannya dan membutuhkan
terapi jangka panjang.Pencapaian kualitas hidup yang baik pada penderita
epilepsy memang tidak mudah, seringkali
ada berbagai macam hal yang dapat menghalanginya, salah satunya adalah masalah
kesehatan yaitu gangguan kejang berupa epilepsy. Kualitas hidup menjadi penting
sebagai indicator keberhasilan perawatan kesehatan perawatan kesehatan pada
penderita epilepsy. Peran dalam meningkatkan kualitas hidup penderita tidak
hanya focus pada parahnya epilepsy yang diderita, namun juga efek social dan
psikologis dari epilepsy itu sendiri (Primardi dan Hardjan,2010). Dengan
memperhatikan kualitas hidup akan membantu pasien epilepsy untuk hidup lebih
bahagia, produktif an mungkin juga akan mempengaruhi frekuensi serangan,
sehingga secara menyeluruh nilai ekonomik bagi pasien akan meningkat, sehingga
semakin dini pasien epilepsy terbebas ari serangan, semakin besar kemungkinan
peningkatan kualitas hidupnya.
B. Rumusan Masalah
A. Apa pengertian dari Epilepsi ?
B. Bagaimana penjelasan dari Epidemiologi Epilepsi
?
C. Apa saja Klasifikasi Epilepsi ?
D. Apa saja faktor risiko dan Etiologi dari
Epilepsi ?
E. Bagaimana Patofisiologi Epilepsi ?
F. Apa saja penatalaksanaan Epilepsi yang harus
dilakukan ?
G. Apa yang harus dilakukan atau penanganan
pertama kejang ?
H. Apa saja obat-obat bagi penderita epilepsy ?
I. Bagaimana penjelasan dari Diagnosis Epilepsi
yang diberikan ?
J. Bagaimana pencegahan supaya terhindar dari
risiko epilepsy ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk melaksanakan atau memenuhi salah satu
tugas mata kuliah patologi
2. Untuk mengetahui penjelasan tentang epilepsy
3. Untuk mengetahui apa yang dapat menyebabkan
epilepsy
4. Untuk mengetahui dan memahami tentang obat apa
yang akan diberikan kepada penderita epilepsy
5. Untuk mengetahui dan menjelaskan kembali kepada
teman-teman semua atau masyarakan disekitar tentang penanganan pertama saat
terjadinya kejang.
D. Manfaat
Dapat memberikan pengetahuan tentang informasi
mengenai epilepsy dan dapat digunakan sebagai salah satu bahan acuan untuk
penelitian selanjutnya apabila teman-teman semua ingin mengenal dan mendalami lebih
lanjut tentang epilepsy ini.
BAB II
Pembahasan
A.
Definisi Epilepsi
Epilepsi merupakan penyakit pada otak akibat
peningkatan kerentanan sel neuron terhadap kejadian kejang epileptic yang
berdampak pada aspek neurobiologis, psikologis, kognitif, dan social individu.
Secara umum, epilepsy hanya terjadi pada kurang dari sepertiga kasus kejang
pada anak, sementara sisanya merupakan kejang yang dipicu demam, kelainan
metabolic, trauma , infeksi, toksin, maupun psikiatrik.
Epilepsi
juga bisa diartikan sebagai suatu gangguan neurologic yang sering terjadi.
Epilepsi merupakan suatu gangguan fungsional kronik dan banyak jenisnya dan
ditandai oleh aktivitas serangan yang berulang. serangan kejang yang merupakan
gejala atau manifestasi utama epilepsy dapat diakibatkan kelainan fungsional
(motoric, sensorik atau psikis). serangan tersebut tidaklama, tidak terkontrol
serta timbul secara episodic. serangan ini mengganggu kelangsungan kegiatan
yang sedang dikerjakan pasien pada saat itu. serangan ini berkaitan dengan
pengeluaran impuls oleh neuron serebral yang berlebihan dan berlangsung local.
istilah epilepsy dan serangan kejang sering digunakan secara bergantian.
B.
Epidemiologi Epilepsi
Sebagian besar epilepsy
terjadi pada masa anak-anak, namun banyak anak mengalami remisi ketika dewasa.
Di Amerika serikat, sebanyak 3 juta orang mengalami epilepsy dan 200.000 kasus
baru didiagnosis setiap tahunnya. Angka kejadian epilepsy sedikit lebih tinggi
pada laki-laki dibanding perempuan. Usia <2 tahun adalah kelompok usia
dengan insidens tertinggi. Hingga 1% dari populasi umum menderita epilepsy aktif
, dengan 20-50 pasien baru yang terdiagnosis per 100-000 per tahunya. Perkiraan
angka kematian pertahun akibat epilepsy adalah 2 per 100.000. Kematian dapat
berhubungan langsung dengan kejang, misalnya terjadi ketika terjadi serangkaian
kejang yang tidak terkontrol, dan diantara serangan pasien tidak sadar, atau
jika terjadi akibat kecelakaan atau trauma. Fenomena kematian mendadak yang
terjadi pada penderita epilepsy diasumsikan berhubungan dengan aktivitas kejang
dan kemungkinan besar karena disfungsi kardiorespirasi. Pada dasarnya setiap
orang dapat mengalami epilepsy. Setiap orang yang memiliki otak dengan ambang
bangkitan masing-masing apakah lebih tahan atau kurang tahan terhadap munculnya
bangkitan. Selain itu penyebab epilepsy cukup beragam : cedera otak, keracunan,
stroke, infeksi, tumor otak , dan yang lainnya. Epilepsi dapat terjadi
pada laki-laki maupun perempuan , umur
berapapun bisa terjangkit epilepsy maupun ras apapun juga.
C.
Klasifikasi Epilepsi
Secara garis besar epilepsy
pada anak dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis bangkitan kejang, sindrom
elektroklinis, dan etiologi. Klasifikasi epilepsy baik berdasarkan jenis
bangkitan kejang, sindrom elektroklinis, maupun penyebabnya bermanfaat dalam menentukan
kelainan yang mendasari, prognosis, serta memberikan terapi. Misal anak usia
sekolah umumnya memiliki prognosis baik dan tidak perlu menggunakan
antikolsuvan jangka panjang. Demikian pula, anak dengan kejang umum
tonik-klonik akan berespon lebih baik terhadap terapi dibanding anak dengan
kejang fokal.
Jenis
bangkitan kejang :
1. Kejang umum
Kejang
yang melibatkan kedua belah hemisfer dan menyebabkan hilangnya kesadaran.
Kejang umum tidak harus selalu tampak simetris.
2. Kejang tonik
Terjadinya
peningkatan kontraksi otot yang menetap beberapa detik hingga menit, biasanya
melibatkan otot kepala, batang tubuh dan ekstremitas.
3. Kejang umum tonik-klonik
Merupakan
jenis kejang yang sering dapat ditemui, terjadi sebagai kombinasi dari kejang
tonik diikuti oleh fase klonik. Anak-anak akan kehilangan kesadaran secara
tiba-tiba, mata berputar kebelakang, seluruh tubuh menjadi tonik atau kaku
bahkan dapat tampak sianotik karena apnea, kemudian dilanjutkan fase kejang
klonik yang ritmik dan makin lama makin lambat hingga berhenti secara tiba-tiba
.Selama kejang pasien sering kehilangan control sfingter vesika urinary
sehingga mengompol dan dapat menggigit lidahnya sendiri.
4. Kejang fokal
Pada
kejang fokal hanya salah satu hemisfer yang melibatkan dan anak apat mengalami
penurunan kesadaran atau tidak. Aura merupakan tanda khas kejang fokal.
a) Kejang fokal tanpa penurunan kesadaran
Aura
atau ciri khas yang sering munculnya adalah sakit kepala, sakit dada, lemas,
nyeri ulu hati atau ketakutan. Kejangnya berlangsung selama 10-20 detik
b) Kejang fokal disertai penurunan kesadaran
Contohnya
pada bayi yaitu mengecap-ngecap, mengunyah atau hipersalivasi. Sedangkan pada
anak dewasa berupakan gerakan tidak bertujuan dan tidak terkoordinasi seperti
menggaruk benda. Total berlangsung kejangnya selama 1-2 menit.
D.
Faktor Risiko dan Etiologi
Bebera faktor meningkatkan
risiko terjadinya epilepsy, seperti reterdasi mental palsi serebral, ayah atau
ibu epilepsy, maupun riwayat kejang tanpa demam atau ‘tanpa diprovokasi’ sebelumya.
Epilepsi dapat disebabkan kelainan structural-metabolik
Penyebab
Struktural-Metabolik Epilepsi :
Neonatus
|
Bayi dan anak-anak
|
Malaformasi
otak
|
Infeksi
Sistem Saraf Pusat
|
Hipoksia
sebelum, saat, atau sesudah kelahiran
|
Tumor
Otak
|
Inborn
error of metabolism
|
Malaformasi
otak
|
Pendarahan
Intrakranial
|
Trauma
kepala
|
Penggunaan
obat-obatan oleh ibu
|
Kelainan
kongenital seperti sindrom Down, tuberous sclerosis dan neurofibromatosis.
|
Faktor
Resiko Epilepsi :
1. Catatan Keluarga
Jika
memiliki catatan epilepsy dalam keluarga, anda mungkin memiliki peningkatan
resiko mengalami kejang, genetic juga terlibat dalam sebagian besar kasus.
2. Usia
Epilepsi
biasanya terjadi pada masa awal usia anak-anak, tapi kondisi yang sama dapat
terjadi pada usia berapapun.
3. Cedera Kepala
Cedera
otak ringan meningkatkan resiko 2x lipat, sedangkan cedera kepala berat
resikonya hampir 7x lipat.
4. Kejang berkepanjangan pada saat anak-anak
Demam
tinggi pada saat anak-anak dalam waktu yang lama terkadang dikaitkan dengan
kejang-kejang untuk waktu yang lama dan epilepsy pada saat nanti. Khususnya
untuk mereka dengan catatan sejarah keluarga dengan epilepsy.
5. Infeksi pada otak
Seperti
meningitis yang menyebabkan peradangan pada otak atau tulang belakang dan
menyebabkan resiko terkena epilepsy.
6. Jenis kelamin
Lelaki
lebih beresiko terkena epilepsy dibandingkan perempuan.
7. Tekanan
8. Kurang tidur
9. Sensitif pada cahaya yang terang
10. Minum minuman yang keras seperti alkohol
E.
Patofisiologi Epilepsi
Otak merupakan pusat penerima
pesan atau impuls sensorik dan sekaligus merupakan pusat pengirim pesan atau
impuls motoric. Di otak terdapat rangkaian berjuta-juta neuron atau saraf.
Tugas neuron adalah menyalurkan dan mengolah aktifitas listrik saraf yang
berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat
yang dinamakan neurotransmitter. Acetylcholin dan nreprinefrin adalah
neurotransmitter eksitatif, sedangkan zat lain yaitu GABA
(Gama-Amino-Butric-Acid) bersifat inhibitor terhadap penyaluran aktivitas
listrik saraf dalam sinaps. Bangkitan epilepsy dicetuskan dalam suatu sumber
daya listrik di otak uang dinamakan focus epileptogenic, dari focus itulah
aktifitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neuron-neuron
disekitarnya dan demikian selanjutnya sampai seluruh belahan hemisfer otak
dapat mengalami muatan listrik berlebih atau defolarisasi. Pada keadaan
demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat dan selanjutnya akan
menyebar ke bagian tubuh atau anggota gerak tubuh yang lain pada satu sisi
tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemmisfer yang mengalamin
depolarisasi aktifitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti
pada thalamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke bagian otak
yang lain dengan demikian akan terlihat menifestasi kejang umum yang disertai
penurunan kesadaran. Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksimal yang
berlebihan dari sebuah focus kejang dari jaringan normal yang terganggu akibat
suatu keadaan patologis. Aktifitas kejang sebagian bergantung pada lokasi
muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, thalamus dan korteks
serebrum kemungkinan bersifart epiloptogenic, sedangkan lesi di serebrum dan
batang otak umumnya tidak memicu kejang.
Secara ringkasnya dalam
patofisiologi epilepsy ini adalah Sistem saraf pusat merupakan communication
network atau jaringan komunikasi. Otak berkomunikasi dengan organ-organ tubuh
yang lain melalui sel-sel saraf atau neuron. Pada kondisi normal, impuls saraf
dari otak secara elektrik akan dibawa neurotransmitter seperti GABA dan
glutamate melalui sel-sel saraf ke orga-organ tubuh yang lain. Faktor-faktor
penyebab epilepsy di atas mengganggu sistem ini, sehingga menyebabkan
ketidakseimbangan aliran listrik pada sel saraf dan menimbulkan kejang yang
merupakan salah satu ciri epilepsy.
F.
Penatalaksanaan Epilepsi
a) Tatalaksana fase akut atau saat kejang
Tujuannya
adalah untuk mempertahankan oksiginase otak, mengakhiri kejang sesegera
mungkin, mencegah kejang berulang, dan mencari faktor penyebabnya. Serangan
kejang umumnya berlangsung singkat dan berhenti sendiri. Pengelolaan pertama
untuk serangan kejang diberikan diazepam per rektal dengan dosis 5 mg bila
berat bada anak <10 kg atau 10 mg bila berat badan anak >10 kg. Jika
kejang masih belu berhenti, dapat diulang selang waktu 5 menit dengan dosis dan
obat yang sama. Jika setelah dua kali pemberian diazepam per rektal masih belum
berhenti juga, maka penderita untuk dianjurkan dibawa ke rumah sakit untuk
berkonsultasi atau berobat ke dokter.
b) Pengobatan epilepsy
Tujuan utamanya
adalah membuat penderita epilepsy terbebas dari serangan epilepsinya. Serangan
kejang yang berlangsung mengakibatkan kerusakan sampai kematian sejumlah
sel-sel otak. Apabila kejang terjadi terus menerus maka kerusakan sel-sel otak
aka semakin meluas dan mengakibatkan menurunnya kemampuan intelegensi penerita.
Karena itu, upaya terbaik untuk mengatasi kejang harus dilakukan terapi sendiri
dan seagresif mungkin. Pengobatan epilepsy dikatakan berhasil dan penderita
dinyatakan sembuh apabila serangan epilepsy dapat dicegah atau dikontrol dengan
obat-obatan sampai pasien tersebut 2 tahun bebas kejang
Secara
umum ada 2 terapi epilepsy :
1) Terapi medikametosa
Terapi
ini pertama yang dipilih dalam menangani penderita epilepsy yang baru
terdiagnosa. Jenis obat anti epilepsy (OAE) baku yang biasa di berikan di
Indonesia adalah obat golongan fenitoin, karbamazepin, fenobarbital, dan asam
valproate. Obat-obat tersebut harus diminum secara teratur agar dapat mencegah
serangan epilepsy secara efektif. Walaupun serangan epilepsy sudah teratasi,
penggunaan OAE harus tetap diteruskan kecuali ditemukan tanda-tanda efek
samping yang berat maupun tanda-tanda keracunan obat. Prinsip pemberian obat
dimulai dengan obat tunggal dan menggunakan dosis yang rendah untuk mengatasi
kejang.
2) Terapi bedah
Terapi
ini merupakan tindakan operasi yang dilakukan dengan memotong bagian yang
menjadi focus infeksi yaitu jaringan otak yang menjadi sumber serangan
terjadinya epilepsy.
G.
Penanganan pertama saat Kejang
1. Jangan berupaya untuk menghentikan
kejang-kejangnya dengan memegang, mengguncang atau menahan tubuhnya karena
kejang-kejang ini tidak bisa dihentikan.
2. Taruh bantal atau jaket atau sesuatu yang empuk
untuk menahan kepalanya saat ia kejang-kejang agar kepalanya tidak sadar.
3. jangan memasukkan apapun ke mulutya, seperti
minuman atau obat-obatan karena akan membuatnya tersedak.
4. Longgarkan ikatan baju maupun celananya
5. Jauhkan benda yang berbahaya dari sekitarnya
seperti pisau dan beda tajam atau yg berbahaya lainya
6. Kejang-kejang ini biasanya terjadi kurang dari
5 menit
7. Saat sudah sadar, penderita akan kembali sadar.
Tapi ia akan terlihat kelelahan dan merasa bingung. Oleh karena itu, tetaplah
harus berada disampingnya terlebih dahulu sampai merasa penderita terlihat
lebih baik. Saat sudah baikan, penderita akan melakukan aktivitas seperti
biasanya dan seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
H.
Pengobatan Epilepsi
Penatalaksanaan primer pada
penderita epilepsy adalah terapi obat-obatan untuk mencegah timbulnya serangan
kejang atau menurunkan tegangan frekuensiny, sehingga pasien dapat menjalani
kehidupan yang norma. Sekitar 70-80% penderita dapat merasakan manfaat obat-bat
antikonvulsan. Obat yang dipilih ditentukan oleh jenis serangan, dan dosisnya
disesuaikan secara perorangan.
Obat Antikonvulsan
Obat
|
Kegunaannya
(Jenis
Epilepsi)
|
Kadar
dalam darah
|
Efek
samping
|
Barbiturat
|
|
||
Fenobarbital
|
Kejang
tonik-klonik
|
15-40 ยตg/ml
|
Mengantuk,
gangguan lambung, Hiperaktif terutama pada anak-anak.
|
Primidon
(Mysoline)
|
Epilepsi
Parsial
|
5-12 ยตg/ml
|
Mengantuk,
vertigo, diplopia.
|
Hidantoin
|
|
||
Fenitoin
(Dilantin
|
Epilepsi
tonik klonik, epilepsy parsial, epilepsy kompleks
|
10-20 ยตg/ml
|
Dapat
meningkatan frekuensi serangan absence, gangguan lambung, penglihatan kabur,
vertigo
|
Mefenitoin
(Mesantoin)
|
Epilepsi
tonik klonik, epilepsy parsial
|
Dewasa
: 200-800 mg/hari
Anak :
100-400 mg/hari
|
Bicara
banyak dan ngawur, insomnia.
|
Iminostilben
|
|
||
Karbamezepin
|
Epilepsi
parsial
|
6-12 ยตg/ml
|
Mengantuk,
gangguan kambung, penglihatan kabur, ruam, sembelit.
|
Benzodiazepin
|
|
||
Diazepam
|
Hanya
untuk status epileptikus
|
Dewasa
: 5-10 mg
Anak :
1 mg
|
Penekanan
pernafasan dan jantung
|
Kionazepam
|
Serangan
Absance
|
Dewasa
: 1,5 – 20 mg/hari
Anak :
0,1 – 0,2 mg/hari
|
Mengantuk,
bingung, vertigo, sinkop.
|
Sukainimid
|
|
||
Etosuksimid
|
Serangan
Absance
|
Dewasa
: 20 – 40 mg/hari
Anak :
20 mg/hari
|
Mual,
muntah, berat badan turun, sembelit, gangguan tidur.
|
Metsuksimid
|
Serangan
Absance
|
Dewasa/
anak : 600-1200 mg/hari
|
Mengantuk,
ataksia, anoreksia.
|
Asam valproat
|
|
||
Depakene
|
Serangan
Absance
|
50-100
ยตg/ml
|
Mual,
hepatotoksik.
|
I.
Diagnosis Epilepsi
1. Anamnesis
Anamnesis
merupakan langkah terpenting dalam melakukan diagnosis epilepsy. Dalam
melakukan anamnesis, harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh karena
pemeriksaan hampir tidak pernah menyaksikan serangan yang dialami penderita.
Amnesis dapat memunculkan informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan
kesadaran , meningitis, gangguan metabolic dan obat-obat tertentu. Penjelasan
dari pasien mengenai segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah
serangan merupakan informasi yang sangat penting dan merupakan kunci dalam
mendiagnosis.
2. Pemeriksaan fisik dan neurologis
Pada
pemeriksaan ini, dapat dilihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan
dengan epilepsy seperti trauma kepala, infeksi telinga dan sinus. Sebab-sebab
terjadinya epilepsy harus dapat ditepis melalui pemeriksaan fisik dengan
menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Untuk penderita
anak-anak pemeriksaan harus memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan,
perbedaan ukuran dan anggota tubuh dapat menunjukan awal gangguan otak
unilateral.
3. Pemeriksaan penunjang
a) Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan
EEG merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan dan harus
dilakukan pada semua pasien epilepsy untuk menegakan diagnosis epilepsy.
Terdapat dua bentuk kelainan pada EEG, kelainan fokal pada EEG menunjukkan
kemungkinan adanya lesi structural di otak. Sedangkan adanya kelainan umum pada
EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetic atau metabolic.
Rekaman
EEG dikatakan abnormal bila :
·
Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di
kedua hemisfer otak
·
Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat
dibadanding seharusnya
·
Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat anak normal, misalnya
gelombang tajam, paku-ombak, paku (spike).
b) Neuroimaging
Neuroimaging
atau pemeriksaan radiologis bertujuan untuk melihat struktur otak dengan
melengkapi data EEG. Dua pemeriksaan yang sering digunakan Computer Tomography
Scan atau CT Scan dan Magnetic Resonance Imaging atau MRI. MRI bermanfaat untuk
membandingkan hippocampus kiri dan kanan.
J.
Mencegah risiko terhadap epilepsy
1. Perbanyak jam tidur setiap malam
2. Hindari mengkonsumsi alcohol dan narkoba
3. Menghindari cahaya yang sangat terang, lammpu
kerlap-kerlip, dan rangsangan visual lainnya yang memicu kaget.
4. Mengurangi dalam bermain game terus menurus
melihat layar ponsel atau computer
5. Menerapkan pola makan sehat
6. Rajin berolahraga
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Epilepsi merupakan penyakit
pada otak akibat peningkatan kerentanan sel neuron terhadap kejadian kejang
epileptic yang berdampak pada aspek neurobiologis, psikologis, kognitif, dan
social individu. Epilepsi dapat terjadi kepada siapa saja di seluruh dunia
tanpa batasan ras dan social ekonomi. Angka kejadian epilepsy masih tertinggi
terutama di Negara berkembang ang mencapai 114 per 100.000 per tahun . Faktor
risiko terjadinya epilepsy antara lain catatan keluarga, usia, cedera kepala,
tekanan, kurang tudr, infeksi pada otak, banyak minum minuan beralkohol dan
sebagainya. Dalam penataanlaksana epilepsy ada
ada tatalaksana fase akut atau saat terjadinya kejang yang bertujuan
untuk mempertahankan oksigen dalam otak, mencegah kejang berulang, dan ada juga
tatalaksana pengobatan epilepsy yang tujuan utamanya adalah membuat penderita
epilepsy terbebas dari serangan epilepsinya. Dalam pengobatan epilepsy sekitar
70-80% penderita dapat merasakan manfaat obat-bat antikonvulsan. Obat yang dipilih
ditentukan oleh jenis serangan, dan dosisnya disesuaikan secara perorangan.
Dalam mendiagnosis suatu penyakit epilepsy dapat dilakukan secara Anamnesis,
pemeriksaan fisik dan neurologis, pemeriksaan penunjang yang meliputi ( EEG
atau Elektroensefalografi dan Neuroimaging). Hal yang harus dilakukan agar
terhindar dari eplepsi yaitu dengan menjaga pola hidup dan makan yang sehat
diantaranya berolahraga, tidur tepat waktu jangan sampai bergadang yang tidak
bermanfaat, menghindari cahaya yang sangat terang , memakan makanan yang sehat
seperti sayur-sayuran dan buah-buahan dan menghindari minuman yang beralkohol.
Oleh karena itu semoga kita terhindar dan tidak mengalami yang namanya
epilepsy.
B. Saran
Epilepsi
adalah salah satu penyakit di otak kita yang dapat merusak pada kelistrikan di
otak kita atau kerja otak kita tidak akan optimal seperti biasanya yang akan
menimbulkan kejang-kejang. Oleh karena itu, akan lebih baik jika kita menjauhi
faktor-faktor yang akan menimbulkan epilepsy. Hal yang harus dilakukan sekarang
agar terhindar dari epilepsy yakni menjaga kesehatan dan memulai dengan pola
hidup yang sehat dan selalu menjaga keamanan di bagian kepala kita karena
terdapat otak yang merupakan pusat dari anggota tubuh. Alangkah lebiih baiknya
kita sekarang harus sering memeriksa kesehatan tubuh kita ke rumah sakit atau
berkonsultasi kepada dokter jika tubuh kita merasa ada yang tiak enak agar kita
dapat mendeteksi atau mengetahui suatu penyakit sejak dini agar dapat ditangani
lebih cepat agar tidak menyebar luas dan berdampak buruk bagi kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Persatuan Dokter Saraf Indonesia
(PERDOSSI).,2003. Diagnosis Epilepsi.
Jakarta : PERDOSSI
2. Pinzon, R.2007. Dampak Epilepsi pada Aspek
Kehidupan Penyandangnya. Cermin Dunia
Kedokteran. Jakarta : Group PT Kalbe Farma
3. Price, Sylvia A & Lorraine M. Wilson.1994.
Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta : EGC
4. Primadi, A, Hardjam. 2010. Optimisme, HArapan,
Dukungan Sosial Keluarga, dan Kualitas Hidup 5. Orang Dengan Epilepsi. Jakarta :
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma
6. Riyanto, B. 1996. Obat-obat Anti Epilepsi Baru. Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta :
Group PT Kalbe Farma
7. Tanto, Chris. 2014. Kapita Selekta Kedokteran
Edisi IV. Jakarta : Media Aesculapius
8. World Health Organization (WHO).,
2010.Epilepsy: The Disorder. Atlas
Epilepsy Care in The World. Geneva:
WHO Library.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar