Tittle : I Like That
Genre : ? || Rate : PG-15 || Length :
Oneshot
Main cast : Lee Hyein, Koo Junhoe
Disclaimer : Junhoe ciptaan Tuhan YME. dan milik
keluarga beserta agensinya. Fiction cast milikku. Dan cerita setengah ideku.
Summary : ‘I’m
so fine, don’t touch me! I like that, Playboy.’
Author : cifcif
rakayzi
Catatan: ‘Sistar
– I like that’ adalah sumber terbuatnya cerita ini. Dan aku mengaku
terang-terangan kalau aku mengambil cerita lagu itu, dengan tambahan perubahan
dariku.
==== ==== ====
====
Aku melihat dia lagi. Seorang
laki-laki tinggi dengan alis hitam tebal, menggandeng seorang perempuan dan
berjalan santai, sesekali mereka tertawa. Seperti pasangan yang bahagia.
Dan aku tidak suka
ekspresi ini, bibirku bergerak sendiri mengembangkan senyuman hambar. Entah
kenapa aku selalu tidak bisa mengendalikannya, seolah ekspresi itu menguasaiku
dan memaksaku tersenyum. Dan aku membencinya.
Aku tahan kakiku untuk
melangkah, membiarkan lampu merah berlalu begitu saja, kembali berganti menjadi
hijau. Beberapa kendaraan berlalu lalalang dihadapanku, sedikit menyembunyikan
mereka. Rasanya mata ini tidak ingin kakiku melangkah, aku tidak ingin
menyebrang dan berjalan di belakang mereka. Itu penghinaan namanya.
Tapi, tanpa kusadari,
dan entah apa yang aku lakukan, aku kembali menunggu lampu merah menyala. Aku
ingin menyebrang dan mengikuti mereka. Yah, keinginan itu seolah memaksaku
menarik kembali ucapan tentang penghinaan itu. Menjilat ludah yang sudah aku
keluarkan.
Angin masih sering
berhembus, lembut tapi menusuk. Musim gugur ini sepertinya tidak akan cepat
berakhir, dan membuatku sedikit membenci musim gugur. Angin itu tidak mau
pergi, dan sekarang menggoyangkan dedaunan.
Aku berjalan perlahan,
masih tidak yakin dengan langkahku. Sepertinya aku gila, meninggalkan tujuanku
dan berjalan disini, melihat laki-laki itu dari kejauhan. Entah kenapa aku
merasa daun-daun yang bergoyang itu seperti menari dan menertawanku, mengejek
dan menghinaku yang benar-benar gila. Aku mengikuti laki-laki itu.
Perempuan berambut
hitam panjang, cantik, dan tubuh yang bagus. Perempuan yang mungkin menjadi
idaman para lelaki. Dia bukan perempuan yang aku lihat waktu itu, mungkin
mereka baru berkenalan. Mereka sering tertawa bersama, dan laki-laki itu
menggandeng pinggangnya.
Mereka berhenti.
Laki-laki itu berhenti di depan toko bunga, mengambil setangkai bunga mawar
merah, dan itu untuk sang perempuan. Dia tersenyum, perempuan itu tersenyum
mencium bunganya. Terlihat sangat senang. Dan mereka kembali berjalan,
bergandengan tangan.
Baiklah, aku mengerti.
Semua laki-laki sama. Dan aku terlalu bodoh karena tidak menyadari itu, tidak
lebih cepat mengerti tentang itu. Aku juga gila karena menyukai laki-laki itu,
Koo Junhoe.
***
Tetesan air itu sudah
bertambah banyak, membasahi semuanya. Tidak bertanya apakah semua suka basah
atau tidak, sepertinya tidak peduli. Hujan itu mengguyur semuanya. Aku tidak
membenci hujan, tapi aku hanya tidak suka dingin yang dibawa hujan.
Aku menutup jendalanya,
berhenti menatap tetesan air itu dan berjalan menuju pintu. Bell terus
berbunyi, pertanda seseorang di luar tidak suka menunggu. Aku juga tidak suka
menunggu, tapi aku bisa menunggu sangat lama.
Saat pintu terbuka,
senyuman itu langsung mengembang, menabrak tatapan mataku. Senyuman yang aku
sukai. Koo Junhoe.
“Annyeong Hyein-ah,
kenapa lama sekali? Aku kedinginan. Kau lihat aku basah kuyup? Aku kehujanan,”
“Kenapa?” aku tidak
tahu, kenapa senyuman yang selalu menguasai bibirku, tidak memaksaku tersenyum
sekarang. Aku selalu menunjukkan ekspresi berbeda saat melihatnya di hadapanku
dan saat melihatnya bersama orang lain jauh dari pandanganku.
“Jangan bertanya
kenapa, tentu saja aku ingin menemuimu. Ini untukmu,”
Seikat bunga dia
berikan padaku, juga dengan senyumannya yang benar-benar aku suka. Bunga yang
cantik. Tapi rasanya aku tidak ingin menerima bunga dari tangan itu, tangan
yang sudah memberi banyak bunga pada perempuan lain.
“Aku sengaja membeli
ini untukmu, kau tidak suka?”
Junhoe lebih
mendekatkan bunga itu padaku, dan rasanya tanganku semakin enggan menerimanya.
Aku membencimu Koo Junhoe.
“Terima kasih.
Masuklah,” aku mengambil bunga itu, memberinya sedikit senyuman hanya dari
ujung bibir. Dia berjalan mengikutiku masuk.
“Kau tidak
merindukanku? Sudah beberapa hari kita tidak bertemu,”
“June-ya, lain kali kau
tidak perlu membelikan bunga untukku, gunakan saja uangmu untuk sesuatu yang
penting.” aku membuka lemari, mengambil vas dan menyimpan bunganya. Berjalan
menghampiri laki-laki itu yang duduk di sofa, tidak melepaskan tatapannya
dariku.
“Tapi sayang, menurutku
ini penting. Aku mencintaimu.”
Kata itu, manis sekali,
tapi aku tidak mempercainya. Kau mengatakan menyuaiku, mencintaiku, dan semakin
banyak kau mengatakannya, aku semakin tidak mempercayai ucapanmu.
“Aku tidak suka bunga,”
“Kenapa? Tapi kau tidak
pernah mengatakan itu padaku. Kau benar tidak suka?”
“Iya. Dan itu adalah
bunga terakhir untukku. Lain kali, berikan saja bunga pada gadis-gadismu.
Mereka akan menyukainya.”
Bibir padat itu
tersenyum. Tapi kali ini dengan arti berbeda. Aku tahu dia mengerti, dia tidak
bodoh untuk memintaku menjabarkan artinya.
“Gadisku hanya yang
sekarang di hadapanku.”
“Kalau begitu,
perempuan lain yang diam-diam kau goda. Apa sekarang sebutanku benar?”
“Berhentilah.”
Tatapan mata itu
menajam, menatapku lekat. Seolah membuat dinding es tebal untuk
menyembunyikannya, memberiku kedinginan agar kembali luluh dalam pelukan
hangatnya. Aku gila karena mencintainya, laki-laki playboy ini.
“Aku mencintaimu, dan
jangan pernah membicarakan gadis lain dihadapanku. Kau milikku, dan aku
untukmu.”
Aku tidak bisa
mengelak, aku kembali tersihir olehnya. Tubuhku dengan sendirinya mengikuti
pergerakannya, menarikku dalam pelukannya. Memeluk tubuh dengan baju basahnya. Dan
aku tidak bisa menjauh saat bibir manis itu terus mendekat, menyentuh bibirku.
Aku selalu suka saat
bibir itu mengatakan ‘Aku mencintaimu’,
kata terbaik yang kau ucapkan. Dari semua kebohongan yang kau ucapkan, aku
benar-benar menyukai kata terbaik itu. Aku tidak percaya padamu. Aku
mencintaimu, Koo Junhoe.
Bibir itu menciumku,
bermain di atas bibirku, sendiri. Ciuman pasif. Tidak ada balasan dariku
untuknya. Hanya membiarkan laki-laki itu melakukannya sendiri. Aku tidak bisa
memahami seorang laki-laki sepertimu.
Aku bahkan tidak
memberinya handuk untuk mengeringkan baju basahnya, aku tida peduli. Aku suka
saat rambutnya basah, terlihat sangat tampan. Aku membencinya.
“Jun, apa aku bisa
mengubahmu?”
Ucapan itu begitu saja
lolos dari bibirku, membuat dua mata tajam kembali menatapku lekat. Junhoe
tidak melepaskan pelukannya dariku, malah semakin merapatkan tubuhnya padaku.
Tidak ada jawaban, yang ada hanya bibir itu kembali menciumku sedetik kemudian.
Aku tahu jawabannya.
Tidak. Aku berfikir aku bisa mengubahmu, dan fikiran itu membuatku berfikir
bahwa aku sedemikian bodohnya.
“Mereka tidak akan
mendapatkanku, aku akan bersamamu.”
Junhoe, itu terdengar
merdu di telingaku, tapi itu mengiris hatiku. Junhoe, kau tidak tahu, sulitnya
aku berdiri disampingmu saat senyumanmu kau lemparkan untuk perempuan lain. Kau
tidak bisa puas hanya denganku, itulah dirimu. Aku tidak tahu kenapa aku bisa
terikat denganmu. Aku tidak tahu apa rencana Tuhan memperetemukanmu denganku,
aku hanya berfikir kalau Tuhan sudah menulis cerita buruk untukku. Tapi aku
tidak bisa menyalahkan Tuhan untuk itu.
“Tidak, jangan khawatir
tentangku, hanya karena aku tidak bersamamu. Aku baik-baik saja. Pergilah,” aku
lepaskan tangannya dariku, melepaskan pelukan hangatnya. Pelukan yang sangat
aku sukai, pelukan yang membuatku tenang dengan kehangatannya. Aku menyukai
pelukan yang juga memberikan kehangatan untuk perempuan lain.
“Jangan seperti ini,”
Junhoe menahan
tanganku, membuatku kembali menatapnya. Aku menarik nafas dalam. “Jun-ah, kau
tidak tahu bagaimana perasaanku, kau tidak tahu sulitnya ini untukku. Pergilah,
pergilah pada gadis itu.”
“Lee Hyein,”
Laki-laki itu
menarikku, kembali mendekat dengan tubuhnya. Aku suma aromanya, selalu
membuatku merindukannya. Aku tidak bisa memaksakan diri untuk membencinya,
bibirku selalu bergumam ‘Aku mencintainya’. Playboy itu, dia terkenal
karenanya. Aku gila karena tidak menyadarinya.
“Aku hanya butuh kau
menghilang, hanya itulah yang aku butuhkan.” dan membiarkan hati retakku hancur karena kehilanganmu. Tidak Junhoe,
jangan pergi, atau aku akan mati karena kehilanganmu. Aku melepas lagi
tangannya dariku, sedikit melangkah mundur mengindarinya. “Jika kau peduli
tentangku, jangan sentuh aku. Menjauhlah.” aku melangkah mundur menjauhinya.
“Tidak,”
Aku tidak tahu kenapa
tubuhku selemah ini, atau hanya menjadi lemah jika bersamanya. Junhoe berhasil
membuatku tidak berbalik dan menjauhinya.
“Aku tidak akan pergi
darimu, kau adalah milikku.”
“Kalau begitu, kita
sudahi ini. Lepaskan aku, dan jadikan aku orang lain bagimu.” itu akan menghancurkan hidupku jika kau benar
melakukannya, aku tidak bisa hidup jika kau tidak menatapku. “Minumlah, kau
hanya perlu mabuk, dan melupakanku saat kau sadar. Itu sangat mudah untukmu.
Lepaskan aku,” tidak, jangan lakukan itu.
Hatiku selalu
meneriakan kata yang berlawanan dari ucapan bibirku, aku tidak bisa
membantahnya. Aku begitu gila karena mencintainya. Laki-laki jahat ini.
“Aku tahu kau sudah
mengerti siapa aku, tapi aku tidak bisa mengatakan maaf untukmu. Aku tidak tahu
bisa merubah diriku atau tidak, dan aku tidak yakin bisa berhenti menyakitimu.
Tapi aku mohon, jangan berhenti dan menyerah. Bertahanlah untukku,”
Tatapan matanya begitu
menusuk mataku, membuat otakku berfikir keras mencerna perkataannya. Apa aku
bisa mempercayainya atau tidak. Laki-laki jahat itu sudah mengambil akal
sehatku, membuatku tergila-gila padanya.
Aku tidak bisa hidup
tanpanya, aku ingin membiarkannya pergi, aku tidak ingin mengakhiri ikatanku
dengannya, dan aku ingin selalu dia bersamaku. Dia menyakitiku, dia
menghancurkan hatiku, dan dia juga membuatku mengukir namanya di hatiku.
Cintaku hanya untuknya, aku buat hatiku hanya untuk laki-laki bernama Koo
Junhoe. Mengabaikan siapa dia, menghilangkan playboy jahat dari tatapanku, dan
mengabaikan perempuan lain di belakangnya. Aku akan menahan sakitnya.
Aku
gila terus seperti ini. Aku lelah. Aku ingin mengikuti hatiku, dan
menghancurkan semuanya.
Mataku terpejam,
memaksa bibirku membalas ciumannya. Lumatan lembut yang manis. Aku tidak peduli
siapa yang kau goda dengan bibir jagoanmu, aku tidak peduli siapa saja
perempuan yang merasakan ciumanmu, aku benar-benar tidak peduli kebohongan yang
akan selalu kau ucapkan padaku, aku hanya mencintaimu. Aku hanya ingin Koo
Junhoe.
“Aku harap sisi buruk
dalam diriku bisa menghilang, dan aku hanya melihatmu sebagai perempuanku. Aku
ingin kau bertahan sampai waktu itu tiba. Jangan berhenti bertahan, jangan
pergi dan tetap berdiri di sampingku, jangan menangis untuku, genggam dan jaga
hati retakmu untukku, sampai aku benar-benar menjadi milikmu. Hanya milikmu.”
Air mataku jatuh, aku
tidak bisa menahannya. Air mata pertama yang jatuh di hadapannya, dan menjadi
air mata terakhir untuknya. Aku tidak akan menangis lagi untuknya. Aku akan
menggenggam erat hati retakku, menjaganya tidak hancur. Aku dalamkan ukiran
namanya dihatiku, satu-satunya laki-laki pemilik hatiku.
Dengan kuberikan
cintaku padanya, aku mengerti kalau aku sudah menghancurkan hidupku untuknya.
Tapi aku tidak ingin mati karena mencintainya, aku hanya ingin mati dengan
cintanya. Aku menerimanya.
Aku mencintaimu. Aku
menyukainya, playboy Koo Junhoe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar