Tittle: Lotus
Genre: AU,
Drama, Hurt || Rate: 15 || Length: Oneshot
Main cast: Lee
Hyein, Koo Junhoe, Kim Donghyuk
Author: Cifcif
Rakayzi
Summary: ‘Cinta itu bodoh...’
======= =======
=======
Entah kenapa, aku punya
sedikit perasaan tidak enak hari ini. Bukan karena gosip kecil di sekolah
tentang kekasihku, ini lebih pada diriku sendiri. Rasanya berbeda. Aku tidak
tahu apa, tapi aku tidak akan terpengaruh begitu mudah dengan perasaan seperti
itu, aku ingin baik-baik saja. Dan juga, ini adalah hari spesialku.
Aku menarik nafas
dalam, menghembuskannya perlahan dan tersenyum. Tidak lama, pintu kayu di
hadapanku terbuka, menampakkan seorang laki-laki yang lebih tinggi dariku,
tersenyum manis. Laki-laki yang terlihat dingin dan tidak ramah itu, selalu
tersenyum seperti biasanya. Sebenarnya dia bukan orang yang dingin, malah dia
adalah laki-laki dengan penuh tawa kerasnya yang selalu menggemaskan. Kim
Donghyuk.
“Hyein-ah, apa kau
datang sendiri? Tiidak bersama Han Yunchi?”
Aku tersenyum kecil,
menggeleng kepala menjawab pertanyaannya. Akhir-akhir ini, laki-laki itu terus
menanyakan adik perempuanku, sepertinya dia menyukai Yunchi.
“Yunchi ikut pelajaran
tambahan, dan juga dia sibuk. Kau harus lebih perhatian jika ingin
mendekatinya,”
“Ah.. ketahuan yah,”
Kim Donghyuk tersenyum, menggaruk lehernya kaku. Dia benar-benar lucu saat
seperti ini, jauh dari julukan ‘Smile Killer’ yang diberikan padanya. “Tapi
baiklah, karena sudah ketahuan, aku akan lebih bersemangat!” dia bahkan sampai
mengepalkan tangannya seperti itu, kurasa dia benar-benar menyukai adikku. Dan
mungkin aku harus memberinya restu mulai hari ini.
“Tapi, apa kau tidak
akan membiarkanku masuk?”
“Aigo ah aku lupa,
maaf,” Donghyuk kembali tersenyum kaku, dia membuka pintunya lebih lebar,
memberiku jalan untuk masuk. “Junhoe sudah menunggumu dari tadi,”
Aku berjalan masuk, dan
Donghyuk menutup pintunya. Rumah ini sepi, tidak seperti biasanya saat ada
Yejin Eonni atau orang tua laki-laki jangkung itu. Aku menghentikan langkah di
depan anak tangga pertama, berbalik dan menatap Donghyuk yang ikut berhenti di
belakangku.
“Dimana dia?”
“Tadi di balkon
kamarnya, mungkin sekarang masih disana juga. Ayo,”
Aku menatap Donghyuk
yang berjalan mendahuluiku menaiki anak tangga, dan punggung laki-laki itu
terlihat sangat berotot, pantas membuat wanita menjerit jika bertemu dengannya.
Jadi otot adalah salah satu pesona Kim Donghyuk.
“Hey, ayo! Kenapa diam
disana?”
Senyum kecilku
menghilang saat laki-laki itu berbalik dan sedikit berteriak, dia sudah berdiri
pada anak tangga paling atas, jauh dariku.
Dan aku teringat perasaanku. Perasaan aneh yang aku bicarakan tadi.
“Lee Hyein, ada apa?
“Tidak, bukan apa-apa,”
aku dengan cepat menaiki tangga, membuat Donghyuk mengurungkan niatnya untuk
kembali turun dan mendekat padaku. Aku tersenyum, dan berjalan di belakangnya.
“Aku tidak akan
mengganggu, aku tahu hari apa ini. Jadi Hyein-ah, chukkae...”
Kakiku berhenti, aku
terdiam saat tiba-tiba Donghyuk berbalik dan tersenyum lebar padaku, juga
merentangkan kedua tangannya. Apakah itu? Itukah senyuman maut yang orang-orang
bicarakan? Sepertinya aku bisa melihat senyuman itu sekarang, jadi harus kuakui
kalau laki-laki imut itu pantas mendapat julukan ‘Smile Killer’. Dasar Kim
Donghyuk.
“Mwoya, kenapa reaksimu
hanya seperti itu? Aku memberimu selamat, tapi kau hanya menatapku seperti itu.
Apa kau tidak senang dengan hari jadi kalian eoh?”
Senyuman lebar itu
menipis sekarang, tergantikan kerutan dahi yang menuntut jawaban dariku. Harus
aku katakan sekali lagi, laki-laki itu memang imut. Kurasa, aku juga menyukai
Kim Donghyuk. Bercanda.
“Aku hanya kaget. Kau
berbalik dan berteriak seperti itu, bagaimana aku tidak kaget?”
“Ish baiklah, terserah
kau saja. Tapi hari ini aku benar-benar tidak akan mengganggu kalian berdua,
dan itu adalah hadiah dariku. Sana, masuklah..” Donghyuk membuka pintu kayu
berwarna coklat tua itu, menatapku seolah memberi isyarat untuk cepat masuk.
“Baiklah, terima kasih
hadiahnya.” Aku mengangguk, lalu melangkah memasuki ruangan dengan dinding
berwarna putih bercorak hitam. Ruangan yang digunakan laki-laki bernama Koo
Junhoe untuk tidur dan melakukan beberapa aktivitas lainnya. Dan disini, sangat
berantakan, seperti biasanya.
Pintu menuju balkon
terbuka, sepertinya laki-laki jangkung itu masih disana. Aku menarik nafas
dalam, membuangnya perlahan, lalu berjalan menuju balkon.
***
Tidak ada matahari yang
terlihat, hanya langit berwarna kuning-orange yang mengiringi sore ini, juga
sedikit awan abu-abu yang berkumpul di beberapa bagian langit. Menurutku itu
indah.
Laki-laki jangkung itu
duduk di kursi. Mengingat ucapan Donghyuk, berarti dia sudah lama disana. Apa
yang dia lakukan, apa dia melamun, atau sedang menggoda gadis lain di jalan
sana? Bibirku tersenyum sekilas, lalu perlahan menghampirinya.
“Junhoe-ya, kau sedang
apa?”
Dia terkejut,
tatapannya dengan cepat terlempar padaku, bibirnya mengulas senyum, manis.
“Annyeong Hyein-ah, kau
lama sekali.” lalu senyuman itu berubah menjadi bibir yang dikerucutkan.
“Kau disini menungguku
dari tadi?” aku melangkah, menggeser kursi di samping Junhoe dan duduk.
Menatapnya.
“Aku tidak menunggumu,
hanya sedang diam saja,” dia menyeringai, kembali menarik tatapannya memandang
langit.
“Memangnya kau tidak
melihatku datang tadi? Bukankah kau sudah lama diam disini,”
Junhoe tersenyum,
mengalihkan tatapannya padaku lambat. “Sebenarnya aku tidur tadi,” lalu dia
tertawa.
“Seperti biasanya Koo
Junhoe,” aku mengangguk mengiyakan, dan mengalihkan tatapanku darinya.
Laki-laki ini menyebalkan, dia memang selalu bercanda. Tapi dia tetap Koo
Junhoe yang aku cintai.
Hening.
Dan keheningan itu buyar
saat aku ingat kalau di dalam tas yang aku jinjing dari tadi, ada sesuatu
untuknya. Padahal tadi hampir saja aku terbawa suasana mengantuknya Koo Junhoe.
“Junhoe-ya,” aku
mengeluarkan kotak dari dalam tas, menyimpannya di meja yang menjadi pembatas
antara aku dan Junhoe. Dia menatapku, seolah bertanya tanpa suara.
“Itu hadiah untukmu,”
“Benarkah?” dengan
antusias dia membukanya, mengeluarkan chocolate
cake di dalamnya. “Ini untukku?” dia bertanya lagi, memastikan.
Aku mengangguk,
membuatnya kembali mengulas senyum. “Itu buatanku sendiri, hanya untukmu. Happy
2th Anniversary, Koo Junhoe.”
Beberapa detik
kemudian, senyuman Junhoe hilang tergantikan dua alisnya yang berkerut. Hah...
aku tahu ekspresi itu. Dia pasti tidak mengingatnya.
“Benarkah? Aku tidak
ingat ini tanggal lima belas September...”
“Kau memang selalu
tidak mengingatnya, Jun.”
Ah geurae, kalau begitu
maafkan aku. Aku akan berusaha mengingatnya lebih keras. Boleh aku makan
kuenya?” dia menatapku, menunggu jawaban.
“Silahkan, makanlah.
Itu untukmu,”
Aku tidak apa-apa,
Junhoe memang seperti itu. Sudah aku katakan, aku mencintainya. Dan sekarang
dia terlihat menggemaskan, mencolek-colek krim di atas kuenya, lalu menjilat
tangannya seperti anak kecil. Kyeopta.
“Lee Hyein, kau juga
makan kuenya, jangan membuatku menghabiskannya sendiri. Makanlah,”
“Itu untukmu, kau harus
menghabiskannya sendiri,”
“Kenapa? Apa kau
meracuni kuenya?” Junhoe menahan tangannya untuk menyuap kue itu lagi, dia
menatapku curiga.
“Tentu saja,”
“Mwo?” bibir penuh
coklat itu berteriak bersamaan dengan kedua matanya yang membulat, seolah
matanya akan jatuh keluar jika dia tidak berkedip. Dasar Junhoe.
“Aku memasukkan banyak
racun cinta kedalamnya, agar kau semakin mencintaiku, Koo Junhoe.”
Entah kenapa dia
terdiam, tangan kanannya menyimpan kembali sendok berisi kue yang tadi tidak
jadi dia suapkan ke dalam mulutnya. Biasanya dia tertawa jika aku seperti itu,
tapi sekarang Junhoe tidak menatapku dan diam.
Aku tidak tahu suasana
apa yang sekarang bersama kami, aku hanya ikut terdiam karenanya.
“Apa... kau sangat
mencintaiku?”
Ucapannya
mengejutkanku, tiba-tiba memecah keheningan ini. Dia menatapku lekat,
menantikan jawabannya.
“Hem...” aku
mengangguk, memberinya senyuman. Aku tidak tahu kenapa dia bertanya seperti itu
tiba-tiba, sekarang dia tersenyum dan kembali memenuhi mulutnya dengan kue.
“Em geurae,” dia bicara
dengan mulut penuh kuenya. Aku tidak mengerti. Lalu dia menyodorkan sepotong
kue di sendoknya padaku. “A- makanlah,”
Bibirku begitu saja
terbuka, menerima suapan Junhoe. Dia tertawa melihatku, lalu tertawa lagi
menyadari bibir dan dagunya penuh coklat dari kuenya. Junhoe beranjak, masuk ke
dalam kamarnya dan kembali dengan kotak tissue di tangannya.
Setelah keheningan
tadi, Junhoe kembali seperti biasa, ah tidak... maksudku, kami kembali seperti
biasa. Bicara dan tertawa.
Ini memang sedikit
berbeda dari perayaan hari jadi yang aku inginkan, tapi tidak apa, aku sudah
tahu akan seperti ini.
***
Sebenarnya aku tidak
tahu bagaimana perasaanku sendiri, tapi aku harus tetap menyelesaikan ini.
Tidak ada waktu untuk menangis atau sakit hati, yang terpenting adalah
menyelamatkan hati itu. Hah... apa yang aku bicarakan.
“Junhoe-ya,”
“Hem?” dia menoleh,
menatapku menunggu. Kuenya sudah setengah habis, dia berhenti memakan itu.
Sepertinya dia sudah kenyang.
“Boleh aku bertanya
padamu?”
Junhoe diam, tatapannya
padaku berubah, aku merasakannya walaupun dia menutupinya. Tapi sedetik
kemudian, dia tersenyum dan mengangguk.
“Tentu saja, tanyakan
apapun,” Junhoe mengalihkan tatapannya dariku, meneguk air mineral dalam gelas
di tangannya.
Aku tidak mau
menanyakan ini, dan kupikir setiap wanita tidak akan menanyakan ini pada
pacarnya. Aku gila. Tapi aku harus menanyakannya agar hatiku tidak terlalu
terluka, dan hancur. Setidaknya, aku masih bisa menyelamatkan hatiku walaupun
terluka.
Sudah aku bilang tadi,
kekasihku menjadi bahan gosip teman-teman di sekolah. Walaupun aku tidak
percaya itu, dan ingin tetap percaya pada kekasihku, tapi akhirnya aku harus
terima kalau itu benar. Aku harus percaya gosip itu.
“Apa... kau tidak
mencintaiku lagi?”
Akhirnya itu keluar
dari bibirku. Nafasku sesak dan aku ingin menjerit kalau aku sangat
mencintainya.
Koo Junhoe terdiam. Aku
berhenti menatapnya, mengalihkannya menatap langit. Itu jawabannya, akhirnya
aku dapatkan.
“Mianhae...”
Aku menulikan
pendengaranku, menepis suara pelan Junhoe. Sebelum datang kesini, aku sudah
memikirkan banyak sekali hal. Tentang apa yang akan aku katakan atau yang akan
Junhoe katakan, tentang kami, tentang Koo Junhoe, dan tentang bagaimana
akhirnya kami. Aku sudah memikirkan semua itu.
Dan aku mengingatnya.
Mengingat hubungan kami yang berubah belakangan ini, mengingat tawa Junhoe yang
perlahan menghilang dari sampingku, juga mengingat tangan Junhoe yang tidak
sering lagi menggenggam tanganku. Aku baru menyadari kalau hubungan kami
perlahan berubah bersama datangnya gosip itu. Aku harus mengerti. Tentang itu,
dia, dan kami.
“Aku benar-benar minta
maaf,” Junhoe berucap lagi, dan aku tidak mau melihatnya. “Ini bukan seperti
yang mereka bicarakan, aku... aku hanya tidak tahu kenapa aku seperti ini. Aku
berusaha tetap bersamamu, atau tidak menyakitimu, tapi aku gagal. Aku
menyukainya,”
Cukup. Hentikan Junhoe!
Kata terakhirmu adalah pedang yang membelah jantungku. Kau jahat Koo Junhoe.
“Maaf, aku tidak bisa
menjaga cintaku untukmu,”
Sudah aku bilang
hentikan! Aku tidak mau mendengarmu Junhoe.
Semua yang dia ucapkan
membawa banyak pikiran aneh kedalam kepalaku, aku tidak tahu harus menerima
apa. Aku mencintainya. Aku tidak ingin berkata, dan sekarang laki-laki itu
diam.
***
“Koo Junhoe,” aku
menatapnya, tapi pandangannya tidak padaku. Aku bisa mengerti perasaannya
sekarang, tapi aku juga harus mengerti hatiku sendiri.
“Hey Juhoe-ya, lihat
aku! Maafmu aku terima,”
Dia langsung menatapku,
tatapan penuh pertanyaan ‘kenapa’. Aku memberi senyumanku, dia pernah bilang
kalau senyumanku manis. Aku akan lebih banyak tersenyum padanya mulai sekarang.
“Yah, aku tentu harus
menerima maafmu, mau bagaimana lagi?”
“Hyein-ah?”
“Ini bukan salahmu.
Setidaknya kau berusaha mempertahankanku, dan itu seperti lem yang menyatukan
kembali jantungku yang kau belah. Dan aku tidak apa-apa,”
“Mianhae,” ucapannya
sangat pelan, seperti hanya gerakan bibir saja. Dasar Junhoe, kau lupa kalau
aku tidak tuli?
“Kalau kau benar
menyukainya, berusalah mendapatkannya. Dan jangan lupa jadikan dia milikmu
dengan sebuah ikatan, seperti kau dulu padaku,” aku tertawa kecil, mengingat
itu membuatku semakin ingin berteriak kalau aku mencintainya. Aku sangat
mencintai Koo Junhoe.
“Jun dengar, perempuan
itu butuh ikatan. Berjanjilah menjadi laki-laki baik Junhoe-ya, jangan
membuatnya menangis, dan sayangi dia. Kau mau berjanji padaku?” aku menatapnya
dengan senyum.
Maaf Junhoe, aku egois
membuatmu berjanji padaku untuk cinta gadis lain. Tapi itu karena kau jahat,
dan aku mencintaimu.
“Tidak, bukan begitu.
Aku ingin kau berjanji untuk menjadi laki-laki baik, bukan untuk mencintai
gadis itu atau siapapun. Setelah hubungan kita berakhir, aku tidak akan bisa
menjagamu lagi, jadi berjanjilah kalau Koo Junhoe akan menjadi laki-laki baik,
dan menjadi yang terbaik, iya?” aku beranjak dari dudukku, melangkah ke
hadapannya. Dia tidak memalingkan tatapannya dariku.
“Aku anggap kau
mengatakan iya,” aku menarik tangan kanannya, menyatukan kelingking kami
sebagai tanda perjanjian. Junhoe tertunduk, mungkin menghindari tatapanku. Aku
mengerti.
Aku melepas tautan
tangan kami, berjalan mendekati pagar balkon. Langit sore orange ini sudah
mendung, mungkin hujan akan turun. Aku menatapnya, awan abu-abu yang menampung
air untuk di turunkan sebagai hujan.
“Junhoe-ya, kau ingat?”
bibirku mengulum senyum tanpa perintah, seraya ingatan itu melayang kembali
dalam kepalaku. “Dua tahun yang lalu, saat kau menyatakan perasaanmu padaku,
kau berkata kalau tiba-tiba hubungan kita harus berakhir, jangan menangis dan
katakan perpisahan dengan ciuman,”
Aku berbalik, dia
mengangkat wajahnya dan menatapku. Kurasa dia ingat ucapannya dulu. dasar
Junhoe. Apa dia sudah tahu kalau hubungan kita akan berakhir secepat ini?
Aku melangkah
menghampirinya, duduk di pangkuannya, membuat laki-laki jangkung itu
membulatkan matanya menatapku.
“Sepertinya hubungan
kita berakhir sampai disini,”
Banyak titik air yang
tiba-tiba jatuh menyerang semuanya, kukira awan tidak akan secepat ini
menurunkan hujan. Yah... siapapun tidak bisa menolak jika titik hujan sudah
datang bergerombol.
“Tapi Junhoe-ya,
bisakah aku meminta hubungan lain denganmu?”
“Hyein-ah?”
Junhoe menatapku tajam,
dan aku tidak bisa mengartikan tatapan itu. Mungkin dia hanya terkejut dengan
ucapanku.
“Pertemanan...” aku
tersenyum, menenangkan sorot matanya. Junhoe babo. Mana mungkin aku meminta
hubungan aneh denganmu. Aku terlalu mencintaimu. “Ikatan kau dan aku sudha
berakhir hari ini, jadi bisakah mulai besok kita bertemu sebagai teman? Aku
hanya akan menjadi teman sekelasmu, atau teman bicaramu, atau teman yang
membantumu, tidak lebih dari itu. Jangan khawatir, aku tidak akan mengganggu
hatimu lagi. Janji.” aku memeluknya, menyimpan rasa hangat pelukannya sebagai
kenangan terindah memoryku. Aku mencintaimu, Koo Junhoe.
“Kau mengingatnya, jadi
katakan lagi apa yang kau katakan dua tahun lalu jika kita berpisah, aku mohon
Jun. Sekarang kita benar-benar berpisah Junhoe-ya,”
Aku merasakan tangan
Junhoe membalas pelukanku, erat. Rasanya aku tidak mau melepas pelukan terakhir
ini.
“Baby don’t cry, just
give me a one last kiss and say goodbye...” Junhoe mengucapkannya, juga
mempererat pelukannya.
Aku melepas pelukannya,
tersenyum.
“Baby I’m gonna kiss
you and say goodbye..” aku menciumnya. Menempelkan bibirku dengannya, tidak
peduli hujan yang terus datang lebih banyak. Rasanya jantungku berhenti
berdetak.
Beberapa detik. Bibir
Junhoe sedikit terbuka, memberiku izin jika aku ingin bermain dengan bibirnya
untuk yang terakhir, dia memelukku erat, tapi itu sudah cukup. Aku melepas
tempelan bibir kami, aku beranjak.
“Junhoe-ya, sampai hari
ini aku berterima kasih padamu, memberiku banyak kenangan indah selama dua
tahun kita bersama. Dan terima kasih sudah jujur padaku...” aku menatapnya.
Hanya menatapnya lebih lama se-lama yang aku bisa. “Besok saat terbangun dari
tidur dan membuka mata, Koo Junhoe dan Lee Hyein akan terlahir kembali sebagai
teman. Annyeong Junhoe-ya...” aku menahan senyumku, melangkah pergi meninggalkannya.
Saranghae Junhoe-ya.
***
“Hyein...”
Aku berhenti melangkah,
menahan tanganku membuka pintu. Berbalik dan menatap Donghyuk yang mengejarku.
“Kau mau kemana?”
“Aku harus pulang, ini
sudah sore.”
“Tapi di luar hujan,
apa Junhoe tidak mengantarmu?”
“Tidak apa-apa, aku
akan pulang sendiri. Gomawo Donghyuk-ah.” Aku pergi, keluar dari rumah itu
untuk yang terakhir kali sebagai kekasih Koo Junhoe.
Hujan turun sangat
deras, tapi aku tidak akan berhenti berlari, tidak peduli bajuku yang basah,
aku harus cepat pergi dari sini.
Teriakkan Donghyuk yang
masih tertangkap inderaku, aku abaikan, itu tidak ada gunanya, aku tidak akan
kembali. Ini sudah berakhir sekarang.
Tidak... sesuatu keluar
dari mataku. Tapi aku sudah mengatakan padanya tidak akan memangis, dan aku
tidak menangis. Aku mengusap mataku, itu hanya air hujan, bukan air mataku.
Hanya hujan deras yang membasahi semuanya.
*** (Lee Hyein POV end.)
“Ya! Jun! Hyein pulang
kehujanan, kenapa kau tidak mengantarnya?” Donghyuk masuk ke kamar Junhoe,
menghampiri laki-laki jangkung itu yang berdiri di depan pintu balkon, diam.
“Junhoe-ya... Koo
Junhoe!” Donghyuk kembali memanggil, tapi Junhoe tetap diam. Donghyuk menarik
nafas dalam, memperhatikan Junhoe lebih dekat. “Apa kalian bertengkar?”
Donghyuk bertanya lagi.
“Donghyuk-ah, dia
pergi?”
“Geurae, Hyein sudah
pergi. Dia berlari kehujanan,”
“Mianhae...”
“Harusnya kau tadi
mengantarnya Junhoe-ya, walaupun kalian bertengkar. Dan jangan minta maaf
padaku, katakan maaf padanya dan... Eoh Junhoe-ya, kau menangis?”
Junhoe hanya menunduk,
sebisa mungkin menahan sesak di dadanya. Tapi itu terlalu sesak. Junhoe jatuh
terduduk di lantai, dengan isakan. Junhoe mengabaikan ucapannya dua tahun lalu,
kalau dia tidak akan menangis.
“Kenapa Jun? Ada apa,
kenapa menangis?”
Tidak ada jawaban.
Akhirnya Donghyuk hanya memeluk Junhoe, mencoba menenangkannya. Donghyuk
mungkin tidak tahu apa yang terjadi, tapi dia mengerti kalau ini buruk.
***
Jam istirahat baru saja
datang, masih lama untuk kembali bergabung dengan pelajaran. Murid-murid itu
melakukan apa yang mereka inginkan.
“Ya ya! Lee Hyein lihat
itu!” dua orang perempuan berlari menghampiri Hyein, mengusik pekerjaannya.
“Ada apa?” terpaksa,
Hyein menutup bukunya dan mendengarkan kedua temannya itu. Mereka tidak akan
berhenti ribut sebelum mendapat tanggapan.
“Di luar tadi, Junhoe
berjalan menggandeng murid baru itu. kau harus melihatnya,”
“Geurae, aku juga
melihatnya. Junhoe berjalan dengan Jennie Kim, Sunbae baru itu. Kau harus temui
dia,”
“Tidak perlu,” Hyein
menarik nafas dalam, tersenyum, lalu kembali membuka bukunya.
“Kenapa? Tapi Koo
Junhoe pacarmu, dan dia bergandengan dengan murid baru dari New Zeland itu!”
“Hyein-ah, kau tidak
tahu kalau gosip itu sudah semakin menyebar sekarang? Semua orang membicarakan
mereka pacaran,”
Hyein masih menahan
senyumannya, menggeleng pelan. “Tidak apa-apa, jika mereka memang sudah
pacaran. Sekarang itu tidak ada hubungannya denganku,”
“Apa maksudmu? Pacarmu
dengan gadis lain, Lee Hyein! Dan kau malah bilang itu tidak apa-apa?”
Hyein menggenggam
tangan temannya, menenangkan. Dia beruntung mempunyai teman sebaik itu, yang
mau peduli dengannya. Tapi ini berbeda sekarang, ceritanya sudah berubah. “Koo
Junhoe bukan pacarku lagi...”
“Apa?” mata kedua
temannya membulat, juga beberapa orang di kelas itu yang mendengarnya. Mereka
menatap Hyein memastikan, meyakinkan kalau telinganya tidak salah mendengar.
“Kemarin adalah hari
terakhir kami bersama, dan Junhoe bukan milikku lagi. Aku hanya teman
sekelasnya mulai sekarang,”
“Kau bercanda? Apa yang
kau katakan ini huh...”
“Hyein-ah, jangan
bercanda seperti ini, benar-benar tidak lucu...”
Kedua temannya langsung
memeluk Hyein, menahan dan menyembunyikan air mata mereka. Ini berita buruk.
Dan mereka tidak akan berteriak membicarakan Koo Junhoe jika tahu kalau
hubungan mereka sudah berakhir. Babo.
“Mianhae Hyein-ah...”
“Tidak apa-apa. Dan
mulai sekarang, jangan membicarakan gosip itu lagi. Bukan masalah jika Jennie
Sunbae memang pacar Junhoe, bukankah ini kabar baik?”
“Jinjja mianhe
Hyein-ah...”
“Gwaenchanha.” Hyein
memeluk mereka, tersenyum. Menyelesaikan ini dengan mengatakan akhir ceritanya
dengan Junhoe. Dia lega sekarang, ini terasa lebih baik untuk mereka. Dan Hyein
juga melempar senyumaannya pada laki-laki jangkung berdiri menahan langkahnya
di samping pintu, Koo Junhoe.
Hyein akan selalu ingat
kalau Junhoe sudah berjanji menjadi laki-laki baik, membiarkannya menyimpan
cinta itu di setiap hela nafasnya.
-Fin-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar