luhanay blog Follow Dash Owner

Selasa, 15 Maret 2016

[FF] Oh! Like This









Author: Cifcif Rakayzi
Tittle: Oh! Like This || Genre: Marriage life || Rate: 15 || Length: Oneshot
Cast: Kang Eunji, Woozi, other


            *** ___
Sebenarnya apa yang mereka fikirkan? Bagaima bisa mereka dengan mudahnya memutuskan aku kuliah dimana, tidak bertanya apapun dan memutuskan begitu saja. Oh ini menyebalkan.
“Bagaimana?”
Aku kembali menatap Eomma, masih dengan wajah masamku, sekarang aku sama sekali tidak ingin merubah ekspresiku ini. Terlalu menyebalkan.
Aku hanya ingin memilih universitas yang aku sukai, lalu kuliah dengan bahagia. Bukan masuk ke universitas keinginan mereka dan kembali memaksakan diri. Sudah cukup aku selalu menerima sekolah yang mereka inginkan, tapi kali ini aku hanya ingin kuliah di universitas pilihanku, hanya itu saja.
“Hey, bagaimana? Kenapa diam saja kau ini,”
“Eomma, bisakah kali ini saja aku memilih sekolah yang aku inginkan? Jebal...”
“Memangnya kenapa dengan universitas itu? Kami memilih yang terbaik untukmu, dan itu adalah universitas yang sama dengan Jihoon”
Oh astaga. Jihon lagi, dan Jihoon lagi. Kenapa suami istri itu selalu membicarakan Lee Jihoon? Aku lelah mendengarnya. Bahkan walaupun aku tidak tahu siapa dan bagaimana itu pria yang bernama Jihoon, aku sudah merasa kalau dia sangat menyebalkan.
Lalu, kenapa juga aku harus terjebak dalam cerita ini. Hah- benar-benar melelahkan. Aku tidak bisa melarikan diri dari mereka, dari Jihoon, dan perjodohan ini. Tidak mereka berfikir kalau aku baru akan lulus sekolah menengah atas?  Tapi kenapa perjodohan itu dan pernikahan itu, sudah mengincarku, seolah siap menerkam di depanku. Aku fikir ini keterlaluan. Aku tidak siap menikah.
“Eunji-ya, kau harus mulai bicara dengan Jihoon. Setelah kau lulus, kalian akan menikah. Jadi mulailah membangun kedekatan dengannya, ne?”
“Shirreo!”
“Kang Eunji, berhentilah bersikap seperti anak-anak. Mau bagaimanapun kau tidak bisa menolak pernikahan itu,”
Kali ini Appa ikut membuka suara. Dia melipat korannya dan menyerangku dengan tatapannya, dan aku fikir itu tidak lagi menakutkan karena aku sudah benar-benar kesal.
“Kalau aku masih seperti anak-anak, bukankah tidak seharusnya aku menikah?”
“Aish kau ini.”
“Sudah cukup, semua penolakanmu tidak akan berguna. Kami akan tetap memasukkanmu ke universitas itu, dan tetap menikahkanmu dengan Jihoon”
“Eomma?”
“Kau tidak bisa melakukan apapun selain menuruti kami”
“Ayolah, jangan seperti ini. Eomma, Appa, sebenarnya kalian menyayangiku atau tidak?”
“Dengar, Jihoon akan menjadi suami yang baik untukmu. Walaupun masih kuliah, tapi dia juga sudah bekerja mejadi produser musik. Justru karena kami menyayangimu, jadi kami pilihkan suami yang baik dan universitas yang bagus. Hanya untukmu”
“Hanya untukku? Tidak, itu hanya untuk kalian berdua!”
“Terserah kau saja, yang jelas kau tidak akan bisa menolak!”
Dan nafasku serasa habis detik ini. Benar-benar tidak bisa bernafas jika seperti ini. Aku seperti boneka voodoo yang harus melakukan apapun, bahkan mungkin aku benar-benar tidak bisa melakukan apapun untuk diriku sendiri.
            ***
Mungkin orang dewasa merasa bahwa bekerja itu sangat melelahkan, tapi sebenarnya itu tidak lebih melelahkan daripada menjadi seorang pelajar. Sekolah lebih menguras tenaga dan fikiran dari daripada bekerja, menurutku. Setiap hari hanya bercampur dengan buku-buku tebal dan tipis, tidak di sekolah ataupun di rumah. Oh bahkan hari liburpun, para pelajar tidak bisa melupakan waktu belajar mereka. Setiap detik digunakan hanya untuk memasukkan pelajaran ke dalam kepala. Melelahkan.
Dan sepertiku sekarang, sangat lelah. Seharian ini hanya belajar, tanpa istirahat. Istirahat yang aku maksud adalah diam tanpa melakukan apapun, tanpa memikirkan apapun, tanpa mengkhawatirkan apapun, dan hanya tertawa melihat keindahan dunia. Sepertinya aku ingin berhenti belajar dan pergi liburan.
Akhirnya benda itu datang. Benda beroda yang disebut bis. Aku beranjak dan menggerakkan kaki menuju bis itu, tapi disana ramai, tidak ada kursi kosong sepertinya. Oh itu, itu ada satu kursi kosong. Aku dengan cepat munju kesana, tapi...
“Oh-“
Seorang pria sudah mendapatkannya lebih dulu, dan itu sangat menyebalkan. Apakah dia tidak tahu kalau aku sangat lelah dan tidak sedang dalam mood baik? Apakah dia tidak mau memberikan tempat itu padaku? Bukankah pria seharusnya menolong wanita? Dan aku ini adalah wanita, tepatnya seorang wanita muda yang sangat kelelehan setelah pulang dari pertempuran di sekolah.
“Oh- sepertinya kau lebih membutuhkannya dariku, silahkan...”
Apa? Pria itu menunjuk kursinya dan menatapku. Apakah pria itu memberikan tempatnya padaku? Atau jangan-jangan dia bisa membaca fikiranku?
“Ne?” aku membalas tatapannya, sedikit besikap biasa yang padahal aku senang. Begitu seharusnya, mengalah. Pria harus mengalah untuk wanita.
“Duduklah”
Pria bermata sipit itu, kembali menunjuk kursinya. Dan tanpa menunggu lama, aku langsung menjatuhkan tubuhku di atas kursi itu. Aku memang lebih membutuhkannya daripada pria sipit itu.
“Gamsahamnida”
“Ne, cheonma”
Oh. Astaga. Ommo! Pria sipit itu baru saja tersenyum padaku. Dia benar-benar tersenyum padaku? Aigoo. Dia tersenyum padaku. Dan itu adalah senyuman yang manis. Tampan. Pria sipit itu manis.
Tidak. Kenapa aku berdebar? Jantungku berdetak terlalu kencang. Apa ini karena senyuman pria tadi? Atau karena jantungku bermasalah? Tapi aku sangat sehat, jadi mungkin ini karena senyuman mau itu tadi. Oh aku tidak bisa memalingkan tatapanku dari pria itu. Pria yang sekarang berdiri di depanku.
Orang terakhir masuk dan pintu bis kembali tertutup, benda ini melaju. Seseorang mendekati pria itu, pria yang juga bermata sipit tapi lebih tinggi.
“Kalau kau naik bis, kenapa harus aku yang bayar?”
“Bukankah aku harus naik bis karenamu?”
“Ish. Sudah kubilang kalau aku tidak tahu Hanbin akan membawa mobilmu, jadi ini bukan salahku!”
“Tapi siapa yang memberikan kunci mobilku padanya? Itu adalah kau, jadi ini salahmu!”
Dan aku masih tidak bisa berhenti memperhatikan pria itu. Dia ternyata bersama temannya, pria yang juga bermata sipit. Dan dia naik bis karena mobilnya dibawa temannya yang lain? Emh aku tidak menguping, hanya saja suara mereka masih terdengar oleh telingaku. Tapi ini bagus. Karena temannya yang membawa mobilnya, pria itu jadi harus naik bis, dan bertemu denganku. Maksudku, mungkin ini bagus menurutku, karena aku bisa bertemu dengannya. Iya begitulah.
“Hey, bagaimana kalau kita berhenti di halte depan dan pergi makan?”
“Hoshi-ya, bukankah kau sudah makan tadi?”
“Tidak apa-apa, kita makan lagi. Bagaimana?”
“Tidak bisa, aku harus ke studio, banyak pekerjaan disana”
“Oh ayolah Woozi, berhenti bekerja dan bermainlah!”
“Tidak mau....”
Tunggu, namanya Woozi? Jadi nama pria yang membuatku berdebar karena senyumannya itu bernama Woozi? Emh baiklah, aku tahu namanya sekarang. Woozi.
Tapi, kenapa dia ke studio? Dia bilang banyak pekerjaan disana, apa dia bekerja di studio? Apa dia seorang penyanyi? Atau produser? Atau komposer? Atau mungkin seorang rapper? Atau hanya bekerja membersihkan studio? Ah, kenapa aku seperti ini? Aku penasaran dengan pria itu.
“Jadi kau tidak mau ikut?”
“Eoh”
“Baiklah, terserah kau saja. Aku pergi.”
Bis ini berhenti. Oh kenapa halte begitu cepat datang? Biasanya bis melaju lama menuju halte, tapi kenapa kali ini cepat sekali? Ah tidak peduli. Karena aku tidak harus turun di halte ini, dan pria itu bilang juga tidak akan turun disini. Jadi ini masih baik-baik saja.
Pria temannya itu keluar dari bis saat pintunya terbuka, sementara Woozi, dia masih berdiri di depanku. Bagus. Eh tunggu, kenapa dia bergerak? Dia berjalan dan... dan pergi.
Oh astaga! Pria bernama Woozi itu turun dari bis saat pintunya hampir tertutup, dia mengikuti temannya. Dia pergi. Dan sayangnya aku tidak bisa turun untuk mengejarnya. Aku hanya bisa melihatnya dari jendela bis ini sampai dua pria itu tidak terlihat lagi. Ini tidak menyenangkan.
Bisakah aku bertemu lagi dengan pria itu? Woozi, bisakah aku bertemu lagi dengan Woozi? Aku tidak tahu kenapa, tapi karena aku berdebar, jadi mungkin aku tertarik padanya. Atau mungkin aku menyukainya. Aku tidak tahu.

Baiklah, hanya Tuhan yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Sekarang aku harus turun, halte tujuanku sudah sampai, bis ini melaju sangat cepat. Atau entah aku yang tidak menyadari seberapa lamanya perjalanan ini.
Oh, kufikir tas punggungku tidak seberat ini tadi, tapi kenapa sekarang rasanya begitu berat seperti batu. Buku-buku tebal didalamnya yang berat. Oke lupakan. Aku harus berjalan kaki menuju rumahku sekarang, aku ingin cepat berbaring di ranjang.
Tapi sepertinya tidak. Eomma mendadak menyambutku, dia bahkan tersenyum lebar. Dan mungkin itu artinya sedikit tidak baik untukku. Oh apalagi ini.
“Eunji-ya, kau pulang lebih awal hari ini. Bagaimana harimu di sekolah?”
“Baik-baik saja. Jadi kenapa Eomma bersikap seperti ini padaku?”
“Aigoo. Kau ini benar-benar”
Senyuman Eomma langsung menghilang, dan dia malah memukulku. Haha. Aku ini ternyata pintar sekali. Mungkin Eomma tidak tepat jika seperti itu padaku, karena aku bukan tipe orang yang suka berbasa-basi.
“Jadi, apa?”
Aku sengaja berdiri dihadapan Eomma, menunggu hal apa yang akan di perintahkannya padaku. Tapi Eomma kembali tersenyum, dan senyumannya aneh. Apa ini berarti sesuatu yang sangat buruk, sampai Eomma tersenyum begitu lebarnya padaku.
“Kau tidak ada acara malam ini?”
“Emh.. aku harus berlajar, ujian sudah dekat”
“Baiklah, belajar itu penting, tapi malam ini kau pergilah keluar sebentar. Makan malam,”
“Jeongmal? Eoh apa maksud Eomma, pasti ini sejenis sogokkan,”
“Tidak,, ini bukan sogokkan. Ny.Lee sudah bicara dengan Eomma, dan malam ini Jihoon akan makan malam denganmu”
Astaga. Seperti dugaanku. Ini berarti buruk dan sangat buruk. Jadi, apa maksudnya ini? Aku makan malam dengan Jihoon? Jadi aku akan bertemu dengan pria bernama Jihoon yang selalu orang tuaku bicarakan, dan aku akan bertemu dengan pria bernama Jihoon yang dijodohkan untuk menjadi suamiku. Sekarang? Oh astaga!
“Eomma, a-apa ini tidak terlalu cepat?”
“Apa maksudmu? Kalian sebentar lagi menikah, tentu saja kalian berdua harus saling mengenal satu sama lain. Dan ini kesempatan bagus untukmu, kau akan bertemu Jihoon,”
“Tapi aku sepertinya tidak siap Eomma, aku sibuk malam ini”
“Eh sibuk apa? Kau harus pergi makan malam dengannya, bukankah kalian belum pernah bertemu? Jadi ini sangat bagus untuk kalian”
“Aku tidak mau!”
“Eh kau ini, tentu harus mau. Eomma sudah mengatakannya pada Ny.Lee”
“Kenapa Eomma tidak bertanya dulu padaku?”
“Aish sudahlah, pokoknya nanti malam kau harus pergi bersama Jihoon. Tidak ada penolakan!”
Dan wanita yang melahirkanku itu pergi begitu saja, menandakan kalau aku tidak punya pilihan lain selain bertemu dengan pria itu.Padahal aku bilang belum siap, tapi kenapa selalu ada pemaksaan? Ini tidak adil. Bukankah pemkasaan adalah kejahatan? Aku menyedihkan disini.
            ***
“Jihoon ada sedikit pekerjaan, jadi mungkin dia akan terlambat. Kau pergi bersama jemputan yang dia kirim nanti,”
“Eomma, kalau ini menganggu pekerjaannya, lebih baik batalkan saja makan malam ini.”
Aku pusing. Dress pendek, make up, dan apalah semua ini, yang jelas aku tidak menyukainya. Ini merepotkan, sangat merepotkan. Aku tidak suka dengan make up, dan aku merasa seperti badut jika seperti ini. Eomma benar-benar membuat kepercayaan diriku hilang.
“Tidak bisa, Jihoon akan menemuimu di restoran. Jadi sekarang kau tunggu saja jemputannya. Tapi ingat, jangan coba-coba untuk kabur!”
Baiklah, tatapan ancaman Eomma memang yang terbaik. Aku tidak bisa melarikan diri sekarang.
“Tunggu sendiri disini, Eomma masuk dulu”
Woah daebak. Saat Eomma masuk kedalam, sebuah mobil hitam tiba-tiba sudah ada di halaman rumahku. Aku benar-benar tidak bisa kabur.
Apalagi? Tentu saja aku harus berjalan menuju mobil itu, masuk kedalamnya dan pergi. Bertemu dengan Jihoon itu, dan makan malam. Pasti suasana kami akan sangat canggung, aku yakin itu. Ini adalah pertemuan pertama kami.
Seorang pria dengan kemeja putih keluar dari mobil itu, dan tersenyum padaku. Jadi, apa ini Jihoon?
“Annyeonghaseyo”
“Ne, annyeonghaseyo”
Ah iya, aku baru ingat. Pria itu mungkin hanya supir, karena Jihoon masih sibuk dengan pekerjaannya. Jadi itu bukan Jihoon.
“Apa kau sudah menunggu lama?”
“Tidak, aku baru saja keluar”
“Em begitu. Maafkan aku, tadi ada beberapa masalah dengan mobilnya”
“Tidak apa-apa, terima kasih sudah menjemputku”
“Baiklah, silahkan masuk,”
Apa? Dia membukakan pintu mobil untukku? Tidak, bukan itu masalahnya. Tapi dia membuka pintu mobil depan. Apa dia ingin aku duduk disampingnya? Bukankah sopir akan membuka pintu mobil belakang? Lalu kenapa dengan pria itu.
“Kenapa? Apa kau tidak mau duduk di depan?”
“Huh?”
“Kau duduk di depan saja, mungkin kita bisa mengobrol”
“Ah ne ... gamsahamnida”
Apa-apaan ini? Aku tidak mengerti dengan pria itu, dia aneh. Mungkin dia memang terlalu muda untuk menjadi sopir, dia juga terlihat lebih modis dari sopir pribadi biasanya. Dan satu lagi, dia tampan.
Mobil ini melaju, dan aku duduk di samping pria aneh ini. Dia mengemudi tidak terlalu cepat. Dan aku tidak mengerti suasana apa yang sekarang sedang menyelimuti kami.
“Jadi, apa kau yang bernama Kang Eunji?”
“Huh?” apalagi ini. Dia tiba-tiba bertanya seperti itu padaku, seolah kami adalah teman seumuran. Atau mungkin, kami memang seumuran?
“Apa namamu Kang Eunji?”
“Iya, aku Kang Eunji”
“Emh... kau ternyata cantik,”
“Mwo?”
Apa yang dia katakan? Apa baru saja dia mengatakan aku cantik? Dia memujiku atau apa? Sebenarnya siapa pria aneh ini? Tidak mungkin jika sopir seperti ini, tidak sopan. Atau jangan-jangan, pria ini adalah Jihoon? Oh.
“Kau memang cantik, kenapa kaget seperti itu?”
“Ne gamsahamnida”
“Bisakah, kau tidak serius seperti ini? Mungkin kita bisa seperti berteman, atau tidak apa-apa jika kita benar berteman?”
Woah, apa lagi ini? Jadi benarkah dugaanku, kalau dia adalah Jihoon? Lee Jihoon? Mungkin dia berbohong tidak bisa menjemputku dan pura-pura bekerja, padahal dia menyamar jadi sopir untuk menjemputku. Ah benar-benar.
“A-apa kau Lee Jihoon?”
“Jihoon?”
Dia tersenyum kecil saat melirikku, sebelum matanya kembali fokus pada jalanan didepan. Dan apa itu artinya?
“Emh apa kau fikir aku Jihoon?”
“Sedikit,”
Jadi benar dia Jihoon? Ah cerita macam apa ini. Menyebalkan. Tapi setidaknya, dia tidak sejelek yang aku bayangkan. Walaupun dia tidak semanis yang aku fikirkan.
“Sebelumnya, maaf mengecewakanmu, tapi aku bukan Jihoon. Perkenalkan, aku Kim Hanbin”
Dia mengulurkan sebelah tangannya padaku disaat menyetir, apa dia tidak thau kalau itu berbahaya? Tapi tunggu, siapa Kim Hanbin?
“Huh? Kau siapa?”
Oh! Dia menarik tanganku, bersalaman paksa, lalu tangannya kembali memegang kemudi. Berani sekali pria ini.
“Tadi aku sudah perkenalkan, namaku Kim Hanbin”
“Maksudku kau ini siapa? Kenapa kau yang menjemputku?”
“Emh begini, sebenarnya ini termasuk rahasia. Kau harus merahasiakan ini dari Ibumu dan Ibu Jihoon, oke?”
Rahasia? Apa artinya ini? Apa pria ini sedang menculikku? Jadi sekarang aku diculik oleh seseorang yang menyamar menjadi sopir Jihoon?
“Kenapa rahasia?”
“Kau tidak boleh mengatakan bertemu denganku jika kau tidak ingin dimarahi, dan mungkin Jihoon juga akan dimarahi jika kau mengatakannya”
“Kenapa?”
“Aku ini teman Jihoon, dan tadi siang aku meminjam mobilnya. Ini yang kita pakai sekarang adalah mobil Jihoon. Aku belum mengembalikannya, dan karena itu, Jihoon meyuruhku menjemputmu”
Benarkah? Jadi aku tidak sedang di culik sekarang?
“Tapi, sekarang kita mau kemana?”
“Ke restoran, Jihoon menunggumu disana,”
“Jihoon?”
“Iya, si mungil Jihoon. Sebenarnya aku tidak memanggil pria itu dengan nama aslinya, tapi ini spesial untukmu. Kau belum pernah bertemu dengannya?”
“Ne”
“Jadi ini pertemuan pertama kalian,”
“Ne”
“Hey Eunji-sshi, kenapa kau hanya mengatakan itu saja? Apa kau tidak banyak bicara?”
“Maksudmu?”
“Tidak apa-apa, hanya saja kau lebih pendiam dari yang aku kira. Manis sekali”
Astaga. Apa yang terjadi sekarang ini? Pria bernama Kim Hanbin ini menggodaku atau apa. Dan aku tidak tahu harus bicara apa, aku tidak mengenalnya. Dan juga, kami tidak mempunyai hubungan apapun untuk saling bicara seperti yang dia maksud.
“Oh tunggu sebentar,”
Dia mengambil ponselnya yang berdering, sepertinya dia membaca pesan yang masuk padanya. Apa dia juga tidak tahu kalau menggunakan ponsel saat menyetir itu berbahaya? Apa dia tidak pernah melihat CF Eco Drive.
“Eunji-sshi, sepertinya Jihoon tidak bisa bertemu denganmu sekarang. Dia ada pertemuan mendadak dengan seseorang, dan dia tidak bisa meninggalkan itu,”
Apa? Maksudnya apa ini? Jihoon mempermainkanku? Benar-benar menyebalkan. Dia lupa atau sengaja meninggalkan pertemuan ini? Aku memang tidak mau bertemu dengannya, tapi tidak seperti ini juga akhirnya. Aku sudah seperti badut begini, dan dia tidak bisa datang. Menyebalkan.
“Eunji-sshi, gwanechana?”
“Ah ne, aku tidak apa-apa”
“Munngkin itu sangat penting untuk Jihoon, dia memang selalu mementingkan pekerjaannya. Maaf yah”
Jadi maksudnya, aku ini tidak penting? Jihoon fikir pekerjaannya lebih penting dariku? Oh ini semakin menyebalkan. Bagaimana aku akan menikah dengan pria seperti itu? Belum bertemu saja, dia sudah membuatku sangat membencinya, bagaimana kami akan menikah nanti. Awas Lee Jihoon!
“Tidak apa-apa”
“Kalau begitu, kita sekarang kemana?”
“Huh?”
“Bagaimana kalau kita jalan-jalan saja? Aku traktir kau choco cone kesukaanku”
“Baiklah, terserah kau saja”
Yah, terserah saja. Aku kesal sekarang. Aku memang tidak jadi bertemu Jihoon, tapi ini lebih menyebalkan daripada aku bertemu dengannya.
            ***
Menurutku, ini menyenangkan saat menjilati eskrim sendirian dan melihat bunga-bunga di taman. Aku suka hembusan angin yang mengusap kulitku, dan aku suka sendirian dengan eksrim. Ini adalah hari yang melelahkan, aku tidak ingin pulang ke rumah terlalu cepat, sudah cukup orang-orang disana membicarakan pria menyebalkan itu, aku ingin sendirian.
Taman yang aku tuju masih sedikit jauh di depan, aku harus terus berjalan untuk sampai disana. Sedikit lagi. Yah, eskrim ini enak.
Tidak, tunggu! Siapa itu?
“Woozi?”
Pria yang baru saja berjalan melewatiku berhenti, dia berbalik dan melihatku. Dan eskrimku jatuh. Oh! Pria itu mendekat.
“Kau tahu namaku?”
Apa? Memangnya aku memanggilnya? Kurasa tidak. Atau mungkin bibirku mengucapkan namanya, padahal kukira aku berteriak hanya dalam hatiku, tapi ternyata aku kehilangan kendali.
Aku sangat kaget saat melihatnya. Melihat pria itu, Woozi pria sipit yang di bis waktu itu. Aku bertemu lagi dengannya. Haha. Tapi harus bagaimana aku sekarang? Dia menatapku dan mendekat.
“Apa kau memanggilku tadi?”
Dia bertanya lagi. Jadi, aku harus menjawab apa sekarang? Woah, jantungku kembali berdetak tidak karuan. Ini menegangkan, sungguh. Aku berdebar.
“Ah ma-maaf, sepertinya kau salah, aku tidak memanggilmu”
Baiklah, berbohong adalah yang terbaik untuk sekarang. Aku tidak bisa menjelaskan jika pria itu bertanya dari mana aku tahu namanya, dan aku mati jika itu terjadi.
“Benarkah? Tapi sepertinya aku mendengarmu memanggil namaku,”
“Anio, mungkin kau salah dengar”
“Ah iya, maaf. Mungkin aku memang salah dengar. Oh.. apa itu eskrimmu?”
Dia menunjuk eskrimku yang jatuh. Ah iya, sayang sekali eskrim enak itu jatuh. Aku tidak tahu kenapa tanganku menjatuhkannya saat melihat pria itu.
“Apa sebenarnya tadi kau mengucapkan sesuatu padaku karena aku menjatuhkan eskrimmu?”
“Huh?” apa maksudnya? Bagaimana bisa dia menjatuhkan eskrimku?
“Apa tadi aku menyenggolmu?”
“Euh....” sebenarnya apa maksud pria itu? Aku tidak mengerti.
“Oh maafkan aku, aku tidak tahu jika aku sudah membuat eskrimmu jatuh. Maafkan aku,”
“Ti-tidak apa-apa, ini bukan karenamu. Itu jatuh sendiri”
“Kalau begitu aku ganti saja, aku belikan lagi untukmu”
“Mwo?”
“Jika itu salahku, maka aku harus menggantinya. Mobilku disana, apa kau mau ikut membeli eskrimnya lagi?”
Dia menunjuk mobil hitam yang terparkir di pinggir jalan, tidak jauh di depanku. Jadi, maksudnya dia mengajakku untuk membeli eskrim lagi bersamanya? Harus bagaimana aku?
“Tenang saja, aku tidak akan menculikmu. Aku bukan orang jahat”
“Tapi aku_”
“Aku hanya akan membelikanmu eskrim, tidak akan melakukan apapun padamu. Apa kau tidak percaya padaku?”
“A- bukan begitu, hanya saja itu.... ah baiklah, kalau begitu..”
“Terima kasih. Ayo...”
Baiklah, aku tidak menolak ajakan itu. Ini baik bukan? Waktu itu aku berharap akan bertemu lagi dengannya, dan hari ini tiba-tiba kami bertemu begitu saja. Dia mengajakku pergi bersamanya. Ini menyenangkan.
            ***
Setiap detiknya jam berdetak, aku tidak memperhatikannya, dan akhirnya aku tidak tahu seberapa lama aku melewatkan waktu. Ujianku sudah di depan mata sekarang.
Ah entahlah, aku mau tidak mau ini datang. Bukan karena aku tidak mau lulus, hanya saja aku akan membuka buku baru setelah itu. Masih ingat perjodohanku? Yah, dan itu yang aku tidak suka.
Oh, apa aku tidak menceritakannya? Ini, aku bersama pria sipit dengan senyum mematikan, Woozi. Kami tidak pernah bertemu lagi sejak membeli eskrim waktu itu, padahal aku selalu berharap kita akan bertemu lagi karena kita sama sekali tidak berkenalan. Dia tidak tahu namaku. Oh, hanya aku yang tahu namanya.
Baiklah, lupakan pria itu. Aku sedang ujian sekarang. Seolah hidup dan matiku dipertaruhkan pada selembar kertas yang aku coret-coret. Em aku tidak suka ujian.
Hari pertama ini berlalu dengan cepat. Aku menumpahkan semua yang aku tahu pada kertas ujian itu, aku harap itu tidak buruk. Yah, aku harus pulang sekarang. Kembali belajar.
Treeeeett trrreeeeeett-
Woah aku kaget. Ponsel ini tiba-tiba bergetar. Siapa? Nomor yang tidak kukenal menelfon. Apa ini bukan nomor penipu? Sekarang sedang marak penipuan lewat telfon.
== Yeoboseyo? ==
== Yeoboseyo. Apa ini Kang Eunji? ==
== Ne, Kang Eunji imnida. Nuguseyo? ==
== Aku Jihoon. Maaf tiba-tiba menelfonmu, aku hanya tidak tahu harus kemana, sekarang aku ada di sekolahmu, ==
MWO? siapa itu? Jihoon? Lee Jihoon? Kenapa pria itu tiba-tiba menelfonku? Dan dia bilang sekarang ada di sekolahku? Mati aku. Kenapa mendadak sekali? Bagaimana ini.
== Eunji-sshi, kau masih disana? ==
== Ne, ==
== Apa sekarang kau masih di sekolah? ==
== Ne, aku masih di sekolah ==
== Bisa kita bertemu? Aku di halaman depan ==
== Ba-baiklah, aku akan kesana sekarang ==
== Ne, annyeonghaseyo ==
Sambungan telfonnya terputus. Untuk beberapa detik, aku hanya menataplayar ponselku, diam. Aku belum siap bertemu dengannya. Ini buruk.
Oke, aku harus kembali berjalan. Sebenarnya aku juga di halaman depan, tapi apakah sebaiknya aku sembunyi saja? Aku gugup. Dari mana pria itu mendapat nomor ponselku? Kenapa juga dia tiba-tiba datang kesini? Merepotkan saja.
Oh oh tidak. Apa itu dia? Aku melihat seorang pria dengan kemeja biru, berdiri di samping mobil hitam, dan memainkan ponselnya. Oh tidak. Aku akan sembunyi, aku kabur. Tapi tunggu! Sepertinya aku pernah melihat pria itu.
Owh Woozi?
Pria dengan kemeja biru itu berbalik, dan itu adalah Woozi. Jadi, sedang apa dia di sekolahku? Apa dia menjemput adiknya disini? Tapi, aku belum pernah melihatnya disini, jadi tidak mungkin dia mempunyai adik yang sekolah disini. Lalu, sedang apa dia?
Astaga! Ternyata tanpa sadar, kakiku berjalan menghampirinya. Dan sekarang, dia sedang menatapku. Bagaimana ini? Aku gila.
“Hey, kau yang waktu itu?”
“Ne, annyeonghaseyo”
“Apa kau sekolah disini?”
“Ne. Apa kenapa kau disini? Apa kau sedang menunggu seseorang?”
“Oh ne, aku sedang menunggu__”
Aku menatapnya, menunggu dia melanjutkan ucapannya yang sengaja dipotong. Dia menatapku lagi. Oh, dia tersenyum. Mati aku.
“.. Kang Eunji? Apa kau Kang Eunji?”
“Huh?”
Dia sedikit menunjuk papan namaku, dan ough ... kembali memberiku senyuman itu. Dia benar-benar.
“Iya, aku Kang Eunji”
“Oh ini cerita yang bagus. Kita bertemu seperti ini,”
“Maksudnya?”
“Aku Jihoon, Lee Jihoon”
Duarr. APA? Apa yang pria itu katakan? Dia Lee Jihoon? Dia Woozi? Jadi dia itu siapa? Alien? Monster? Seventeen? Oh ini gila.
Apa pria sipit itu baru saja mengatakan kalau dia adalah Lee Jihoon yang dijodohkan denganku? Jadi itu artinya adalah, pria ini Jihoon calon suamiku? Woozi adalah Lee Jihon?
“Hey, kenapa menatapku seperti itu? Apa kau tidak senang bertemu denganku?”
Aku tidak tahu. Aku tidak mengerti. Dengar, aku menyukai Woozi si pria sipit dengan senyum maut itu. Dan aku tidak suka Jihoon yang menyebalkan itu. Tapi sekarang, dua pria itu menjadi satu pria yang sama. Bagaimana harusnya aku? Haruskah aku lari? Terbang? Kabur? Atau bagaimana? Ini gila.
“Eunji-sshi, Kang Eunji? Kau tidak apa-apa?”
Sudah jelas aku apa-apa. Oksigen sepertinya habis. Aku tidak bisa mengatakan apapun sekarang, hanya melihat Woozi atau Jihoon itu melambaikan tangannya dihadapanku. Mungkin aku terlalu berlebihan.
“Ne, aku baik-baik saja”
“Kenapa kau diam saja?”
“Tidak apa-apa, aku hanya lelah setelah ujian tadi”
“Oh baiklah, kalau begitu kita pulang sekarang. Aku datang untuk menjemputmu pulang.”
Dia membuka pintu mobilnya untukku, menyuruhku masuk kedalam benda itu, dan terjebak dengan kecanggungan nantinya.
Tapi, tidak ada pilihan. Aku harus masuk kedalam benda itu dan pulang bersama pria ini, Woozi alias Jihoon, atau siapalah namanya.

Dan seperti dugaanku, kami berdua terjebak sesuatu yang bernama kecanggungan. Dia menyetir mobilnya, dan aku tidak tahu harus bicara apa padanya. Hanya lagu hip hop yang terdengar pelan disini, dia sengaja memutar lagu itu untuk mengisi keheningan. Ide bagus.
“Emh Eunji-sshi,”
“Ne?” aku langsung meliriknya saat dia mengeluarkan suara.
“Maaf karena makan malam waktu itu aku tidak datang”
“A-ah tidak apa-apa” dan aku tidak tahu harus menjawab apalagi selain itu. Tidak mungkin jika aku mengatakan yang sebenarnya, kalau aku sangat kesal padanya, membencinya, dan apalah. Bukankah dia Woozi yang aku sukai?
“Apa Hanbin mengantarmu waktu itu?”
“Ne, dia menjemput dan mengantarkan aku pulang”
“Sekali lagi maaf untuk itu. Aku tiba-tiba harus bertemu dengan seseorang, tapi bukan berarti itu lebih penting darimu. Aku hanya tidak bisa meninggalkan itu, maaf. Aku pastikan itu tidak terulang lagi, aku akan selalu membuatmu menjadi yang terpenting”
“Huh?”
Apa maksudnya? Oh tidak. Dia membuat pipiku merah, ini gawat. Aku malu. Kenapa dia sebaik ini? Padahal kukira dia sangat menyebalkan, tapi dia minta maaf padaku karena itu, oh baik sekali.
“Maafkan aku. Nanti setelah ujianmu selesai, aku akan mengganti makan malamnya. Dan aku janji tidak akan batal lagi. Bagaimana?”
“Huh?”
“Hey, kenapa kau hanya mengatakan kata itu?”
“A-ah anio, maksudku aku... itu kau...” oh bagaimana mengatakannya? Kenapa aku benar-benar gugup seperti ini?
“Iya?”
“Maksudku, kau tidak perlu memikirkan itu lagi. Aku tidak apa-apa”
“Jadi kau mau makan malam lagi?”
“Baiklah”
“Gomawo”
Dia melirikku sekilas, dan tersenyum. Oh itu manis. Baiklah, aku akan lupakan saja Jihoon yang menyebalkan dalam fikiranku. Dia Woozi yang manis. Aku tidak bisa berbohong kalau aku menyukainya. Ini memalukan.
“Em bo-boleh aku bertanya?”
“Yah, silahkan”
Dia mengangguk, sekilas melihatku dan kembali fokus pada jalanan. Dia sedang menyetir, jadi harus fokus.
“Sebenarnya siapa namamu, Woozi ata Lee Jihoon?”
“Aku lahir dengan nama Lee Jihoon, dan namaku tetap Lee Jihoon”
“Lalu Woozi?”
“Itu hanya panggilan dari teman-temanku. Ah sebenarnya Woozi adalah namaku di studio, tapi teman-temanku di kampus jadi sering memanggilku begitu,”
“Jadi, aku harus memanggilmu apa?”
“Emh... karena namaku Jihoon, jadi kau harus memanggilku Oppa.”
“Huh?”
“Huh lagi? Kau selalu mengatakan itu”
“Tidak, maksudku O-op-ppa?”
“Geurae, Oppa. Bukankah aku lebih tua darimu? Jadi tentu saja kau harus memanggilku Oppa. Jihoon Oppa, atau Woozi Oppa, atau apa saja terserahmu. Tapi tetap panggil aku Oppa, arasseo?”
“Ji-jihoon Oppa?”
“Iya, ada apa?”
Dia tersenyum lagi padaku. Oh jinjja, aku benar-benar tidak bisa menahan kalau dia benar-benar manis. Oke, aku tidak jadi menolak perjodohan ini. Aku menerimanya.
“Eunji-sshi, bagaimana kalau kita makan dulu? Aku lapar,”
“Huh?”
“Tenang saja, aku pasti akan mengantarmu pulang dengan selamat. Kita makan saja ya, aku traktir pasta dan eskrim”
“Ah ne, baiklah”
Ooh aku suka ini. Aku suka Woozi dan Jihoon, dan aku juga suka diriku sendiri. Aku suka eskrim. Ini menyenangkan. Huahaha.
            ***
Kemudian, bukan perlahan, tapi menurutku ini cepat. Lee Jihoon dan aku semakin dekat. Kami lebih sering bertemu, dan bicara. Yah, kami bersama. Mungkin itu harus, karena ternyata tanpa aku sadari, pernikahan kami hanya tinggal beberapa jam lagi. Oh ini mengerikan. Aku gugup. Tidak, aku sangat gugup.
“Kau sedang apa?”
Wow. Aku kaget. Aku berbalik, menatap pria yang tiba-tiba muncul dan sekarang berjalan menghampiriku.
“Kenapa melamun? Ini sudal larut, kau harus tidur.”
Jihoon berdiri disampingku, ikut melemparkan pandangannya keluar jendela. Dan aku baru sadar, kalau aku sudah beridiri di depan jendela ini lebih dari satu jam. Aku melamun.
“Eunji-ya?”
“Apa?”
“Kau sedang apa? Kenapa tidak tidur?”
“Ey Oppa sendiri sedang apa di kamarku? Kenapa bisa masuk kesini? Aku rasa tadi sudah mengunci pintunya,”
“Tidak, pintunya terbuka”
“Benarkah?” aku langsung melihat pintu kamar hotel ini, rasanya aku sudah menutup dan mengunci pintu itu.
“Jadi, kau sedang apa berdiri disini?”
“Huh? Tidak ada, aku hanya melihat ke luar,”
“Kenapa?”
“Tidak apa-apa, hanya ingin.”
“Oh baiklah terserah...”
Jihoon menjatuhkan tubuhnya di ranjang, merentangkan kedua tangannya, dan memainkan ponselnya. Sepertinya dia sama sekali tidak gugup atau semacamnya, pria itu tenang sekali. Jadi, apa hanya aku yang gugup tentang besok?
“Oppa...”
“Wae?”
Jihoon menyimpan ponselnya dan menatapku. Oh tatapannya masih membuatku berdebar. Dia, Jihoon, besok akan menjadi suamiku? Dan hidup bersamaku? Ough ini membuat perasaanku aneh. Aku gila.
“Apa? Kenapa tidak bicara?”
Karena bibirku sepertinya tidak bisa terbuka. Aku takut untuk bertanya padanya, tapi aku akan mati dengan rasa penasaranku jika tidak menanyakan ini padanya.
“Kau takut untuk besok? Kau juga gugup?”
“Huh?” dia tahu. Memangnya terlihat jelas jika aku gugup? Atau dia bisa membaca fikiranku?
“Tenang saja Eunji-ya, besok semuanya akan baik-baik saja”
Dia tersenyum kecil padaku, lalu kembali memainkan ponselnya. Oh! Aku harus bertanya padanya, tapi aku takut dengan jawabannya nanti.
“Jihoon Oppa...”
“Apa?”
“Bbo-boleh aku bertanya?”
“Hemh, katakan saja”
“A-apa kau me-menyukaiku?”
Oh tidak, aku mengatakannya. Tapi ini penting untuk ditanyakan. Bukankah kita akan menikah? Jadi aku harus tahu seperti apa perasaannya.
“Huh?”
“Ma-maaf aku bertanya se-seperti ini, tapi besok kita akan menikah, ja-jadi sepertinya aku harus tahu bagaimana perasaanmu pa-padaku,”
“Kang Eunji,”
Oh oh, Jihoon berjalan mendekat padaku sekarang. Bagaimana ini? Tatapannya, dia menatapku. Dan, oh... ke-kenapa tangannya mengunciku pada dinding kaca ini?
“Eunji-ya, kau menyukaiku, benarkan?”
“Huh?”
Jinjja. Kenapa jantungku rasanya seperti berenti berdetak? Aku harus bagaimana? Mungkin sekarang pipiku sudah merah seperti kepiting rebus, memalukan. Pria ini mungkin benar-benar bisa membaca fikiran.
“Jadi karena itu, aku akan berusaha untuk tidak mengecewakanmu. Aku yakin perasaan cintaku padamu akan tumbuh dengan cepat nanti, dan aku tidak perlu terlalu banyak menyukaimu karena yang kita butuhkan hanya cinta. Eunji-ya, mulai besok setelah janji itu, aku akan berusaha menjadi suami yang baik untukmu. Aku akan menjagamu, dan selalu bersamamu,”
“...o-op-oppa?”
“Tidak semua perjodohan mengerikan, dan kau beruntung karena mendapat suami yang manis sepertiku. Benarkah? Haha...”
“Huh?”
“Bercanda. Sebenarnya aku yang beruntung mendapat istri sepertimu, dan aku berjanji kalau cintaku akan selalu untukmu. Jadi aku tidak perlu menjawab pertanyaanmu yang tadi kan?”
“Huh?”
“Ey kenapa kau hanya mengatakan kata itu saja? Baiklah baik, aku ... Aku menyukaimu Kang Eunji”
Woaw. Rasanya seperti balon meletus dalam jantungku saat pria itu berbisik padaku. Tidak, bukan karena bisikannya yang lembut atau bahkan hampir terdengar seperti desahan, itu karena kalimat yang dia bisikan padaku. Haha. Aku menyukainya.
“Jihoon Oppa...”
Aku tidak bisa bergerak, tangannya masih menahan tanganku. Dan pria sipit itu kembali mengeluarkan senyum mautnya. Oh sepertinya aku meleleh.
“Jangan menolak,”
“Huh?”
Oh oh tidak! Apa ini? Mimpi? Aku terbang atau aku berenang? Ini memalukan. Aku gila. Lee Jihoon si sipit itu, menjatuhkan bibirnya tepat di atas bibirku. Jadi aku harus bagaimana?
Aku harus menutup mata, baiklah, menutup mata. Tangannya masih mengunci tanganku, aku terjebak. Dan apa, sekarang rasanya dia melakukan sesuatu pada bibirku. Ini ciuman. Ah aku malu. Ini adalah ciuman pertamaku dengan Jihoon. Jadi, baiklah, aku tidak tahu harus apa. Jihoon bilang jangan menolak, jadi aku tidak akan menolak.
Ini, ini lembut, dan manis.
Sebelah tangannya lepas dari tanganku, dan sekarang dia malah menarik pinggangku. Kita semakin dekat. Jihoon membuat tubuh kita semakin dekat, dan rapat. Oh! Bibirnya manis.
            ***
Orang bilang, menikah itu kita seolah menjadi ratu dan raja sehari, dan aku fikir itu benar juga. Tubuhku rasanya lelah, menjadi ratu sehari ini tidak menyenangkan. Melelahkan. Tapi untungnya aku sudah terbebas dari gaun pengantin yang berat dan merepotkan itu, karena sekarang aku bebas hanya dengan kaos dan jeans ini.
Setelah pesta, aku dan Jihoon langsung pergi ke penginapan di Pulau Jeju. Orang tuaku bilang, ini adalah Honey-Moon. Yah baiklah terserah.
Aku, ingin mandi. Badanku sudah lengket dengan keringat, jadi berendam dengan air hangat dan sabun aroma terapi, akan sedikit mengembalikan tenagaku. Menyenangkan. Baiklah, aku akan mandi sekarang. Jihoon tidak ada, dia keluar mungkin. Baiklah biarkan saja.

“Aaaaaaaakh!”
Apa ini? Apa maksudnya semua benda-benda ini? Dan ini pasti perbuatan Eomma. Apa maksudnya dengan semua lingerin transparan dan kurang bahan ini? Isi koperku sudah diganti. Ini tidak kejahatan.
“Eunji-ya waeyo? Eunji, Kang Eunji?”
Oh, siapa yang mengetuk pintu? Apa itu Jihoon? Oh tidak, mati aku. Jadi sekarang aku terjebak di kamar mandi ini dengan satu koper berisi bikini dan lingerin? Aku tidak bisa keluar hanya dengan handuk, atau memakai salah satu lingerin ini, terlalu berbahaya. Bagaimana nanti jika Jihoon melihatku? Oh itu terlalu menakutkan.
Aku tahu ini adalah malam pertama kami, aku juga tahu kalau Jihoon berhak mendapatkannya, tapi aku belum siap. Aku mungkin tidak akan pernah siap. Aku tidak siap. Aku takut.
Apa Jihoon akan melakukan sesuatu padaku malam ini? Jadi sebaiknya aku tetap mengunci diri di kamar mandi ini sampai besok? Atau bagaimana? Ah aku gila. Aku tidak tahu harus bagaimana. Apakah setiap malam pertama pernikahan harus melakukan itu? Bisakah jika tidak melakukan sesuatu seperti itu dalam pernikahan? Aku belum siap.
“Eunji, apa terjadi sesuatu didalam? Buka pintunya Eunji-ya, kau tidak apa-apa?”
Jihoon masih mengetuk pintunya, dan aku masih tidak tahu harus mengatakan apa atau memakai apa. Tidak ada baju lagi. Dan bajuku yang tadi, aku simpan di ranjang. Bodohnya aku. Tadinya aku fikir Jihoon tidak akan datang secepat ini.
Apa memang seharusnya aku melakukannya? Melakukan itu dengan Jihoon? Oh tidak. Aku tidak tahu.
“Kang Eunji, apa yang terjadi? Kau tidak apa-apa? Cepat buka pintunya!”
Jihoon semakin keras mengetuk pintu, ketukannya seperti pukulan yang bisa saja menghancurkan pintu kayu itu. Aku tidak tahu harus bagaimana. Aku lupa memikirkan tentang ini.
“Eunji, buka pintunya! Kang Eunji?”
 “Iya...”
Akhirnya aku putuskan untuk membuka pintu ini. Mungkin ini memang seharusnya.
“Apa terjadi sesuatu didalam? Kau tidak apa-apa?”
“Tidak ada apa-apa, aku baik-baik saja,”
“Tadi kenapa berteriak? Ada apa? Dan kenapa kau lama sekali membuka pintunya?”
“Tidak ada apa-apa, sungguh.”
“Benarkah?”
“Iya, aku baik-baik saja. Maaf”
“Aku kira terjadi sesuatu di dalam, jeritanmu mengerikan sekali”
“Aku fikir Oppa masih diluar tadi,”
“Tidak, aku sudah kembali. Aku harus mengganti bajuku, oh- apa kau sedang mandi?”
Jantungku berdetak cepat lagi, aku sepertinya sangat-sangat gugup. Dan aku juga baru sadar kalau sekarang Jihoon sedang bertelanjang dada, dia tidak memakai bajunya. Apa dia benar sedang mengganti bajunya?
Dan, oh astaga. Dia melihatku. Jihoon melihatku. Aku tidak bisa memakai lingerin itu, jadi aku hanya memakai handuk ini untuk menutup tubuhku. Dan ini rumit. Jihoon yang bertelanjang dada, dan aku yang hanya memakai handuk. Ini menakutkan.
“A-aku sudah mandi”
“Geurae, kalau begitu sekarang aku akan__”
“Oppa!”
“Wae? kenapa berteriak...”
Tidak tidak, aku gugup. Apa tadi itu dia akan mengatakan sesuatu padaku? Seperti dia akan mengajakku untuk memulai sesuatu misalnya? Ough aku gila.
“A-apa kau membawa koperku?”
“Iya, tadi aku membawa kopermu. Tapi koper yang kecil bukankah kau yang bawa sendiri?”
“Benar, aku membawanya. Aku hanya menanyakan koperku yang lain,”
“Itu, aku sudah membawanya”
Jihoon menunjuk beberapa koper di samping ranjang. Seharusnya aku membawa koper itu tadi, karena disana ada bajuku yang tidak seperti lingerin kurang bahan itu. Babo.
“Oh gomawo Oppa...”
“Eunji-ya, karena kau sudah mandi, jadi aku akan__”
“Oppa!”
Aku kembali memotong ucapannya. Tidak, aku melihat dia melepaskan ikat pinggangnya, dan aku takut. Apa dia benar-benar akan melakukannya?
“Apa lagi?”
“Em bo-bolehkah aku bertanya?”
“Apa?”
“.. keu- Emh. A-apa kita...” Oh bagaimana mengatakannya? Aku gugup. Jihoon masih menatapku, sepertinya dia menunggu aku menyelesaikan ucapanku. Tapi itu sulit. Aku gugup tingkat dewa. “Ki-kita... apa kau... maksudku apa Oppa akan... em apa ki-kita harus melakukannya?”
“Apa? Melakukan apa?”
“Huh? Em i-itu... apa Oppa ta-tadi akan bilang u-untuk melaku-kan i-i-itu?”
“Maksudmu?”
Oh jinja! Apa Lee Jihoon sipit itu pura-pura atau sedang menggodaku? Kenapa dia tidak mengerti juga. Dia itu bodoh atau apa? Aku sudah susah payah mengatakannya, tapi dia tidak mengerti juga. Atau mungkin, hanya aku yang salah faham disini?
“Ah itu maksudmu. Tidak, aku tadi hanya bilang akan mandi,”
“Huh? Jinjja?”
Astaga! Aku benar, salah faham. Ah memalukan. Aku seperti menggoda Jihoon. Wajahku seperti kepiting rebus lagi. Sementara dia hanya tertawa. Menyebalkan.
“Memangnya kau fikir apa? Atau kau ing__”
“Andwae andwaeyo! Bukan apa-apa, ayo silahkan mandi saja...”
Aku keluar dari kamar mandi dan menjauh, dia masih tersenyum. Ini benar-benar memalukan. Aku sepertinya akan mati disini. Memalukan. Aku gila.
“Baiklah, kalau begitu kita lakukan setelah aku mandi saja”
“Mwo?”
Apa lagi ini? Apa maksudnya? Apa tadi salah fahamku sudah membangunkan singa yang tidur? Jadi bagaimana aku?
“Bercanda, tidak usah berteriak. Kita tidak perlu melakukan apapun jika kau tidak mau. Menurutku itu juga tidak terlalu penting, lain kali juga bisa ... haha”
“Huh? Oppa!”
“Masih bercanda. Kau ini lucu sekali. Aku tidak akan melakukan apapun, percayalah. Tidak usah menatapku seperti singa yang diam-diam akan menyerang, aku pria baik. Kalau begitu, aku akan mandi”
Jihoon mengacak rambutku dan masuk kedalam kamar mandi. Dan aku hanya diam menatap pintu itu. Dia baik sekali, mungkin terlalu baik. Aku jadi tidak tahu harus merasa lega dan tenang atau merasa bersalah, aku tidak tahu.
Antara suami istri, ada hak dan kewajiban, dan aku mengerti itu. Tapi aku tidak tahu. Baiklah, aku tidak perlu memikirkan itu. Jihoon Oppa sudah bilang baik-baik saja jika kita tidak melakukannya, dan aku percaya dia mengerti perasaanku. Dia pria baik.

Ini sudah beberapa menit, Jihoon belum keluar juga. Aku kembali menyisir rambutku di depan cermin, hanya menghela nafas dan memperhatikan diriku dalam cermin itu.
“Oh- kenapa kau masih seperti itu? Apa kau tidak akan memakai baju?”
Oh dia datang. Jihoon keluar hanya dengan handuk yang menutupi bagian bawahnya, dan menurutku dia sangat tampan dengan rambut basahnya. Aku meleleh lagi. Sepertinya pria sipit bernama Lee Jihoon itu, pintar sekali membuatku meleleh.
“Eunji-ya, tolong buka koperku. Bajuku ada disana”
Jihoon berjalan mendekati cermin sambil mengusap rambutnya dengan handuk kecil. Sepertinya dia memang sangat baik.
“Oppa...”
“Wae? Kau tidak bisa membuka kopernya?”
“Ani...”
“Lalu apa?”
Jihoon menatapku saat aku mendekat. Aku tadi sudah memikirkannya. Aku tidak menurutinya untuk membuka koper, aku hanya mendekat dan berdiri dihadapannya. Dia tidak melepaskan tatapannya dariku.
“Jihoon Oppa....”
Aku lebih mendekat dan mengecup bibirnya cepat, ini memalukan. Jihoon Oppa semakin menatapku. Oh pipiku pasti merah lagi. Tapi dua detik kemudian, Jihoon tersenyum dan melempar handuk kecilnya, menarik pinggangku mendekat.
“Apa kau berubah fikiran?”
Dia berbisik dengan senyuman mautnya. Ah aku gila. Benar-benar gila. Aku tidak tahu apa yang aku lakukan, tapi ..
“Mungkin a-aku memang harus...” oh tidak. Aku tidak bisa melanjutkan ucapanku, rasanya sangat memalukan sampai aku bisa mati dengan rasa itu. Aku hanya menghindari tatapannya dan menunduk.
“Geurae, gomawo”
Jihoon mengangkat daguku dan menempelkan bibir kami. Kukira dia mengerti. Dan mungkin ini tidak salah. Sesuatu yang sudah seharusnya, mungkin memang akan seharusnya terjadi. Oh tidak. Bicara apa aku? Ini memalukan.
Woozi. Aku merasa kalau lumatan itu semakin cepat, dia memperdalam ciumannya. Menarikku semakin rapat dengan tubuhnya. Dan aku tidak sadar kalau kami sudah berjalan menabrak beberapa benda dan sampai di ranjang.
Aku fikir ini akan benar-benar terjadi.
“Woozi Oppa...” aku sedikit mendorong dadanya saat dia melepaskan pagutan bibir kami, menatap matanya yang menatapku.
“Wae?”
“Tidak, aku hanya ingin memanggilmu seperti itu. Woozi Oppa”
“Andwae. Sekarang kau harus memanggilku Woozi sayang, atau Woozi-ku, atau Yeobo, atau my beloved husband Woozi. Ara?”
“Huh?”
“Tidak bercanda, aku serius. Kau harus memanggilku ‘Sayang’ mulai sekarang.”
“Baiklah...”
Aku mengangguk pelan menatap pria yang sekarang di atasku, melihatnya tersenyum dan mengangguk pelan, sebelum dia kembali menempelkan bibir kami.
Dan aku fikir udara semakin panas bersamaan dengan lepasnya handukku. Woozi menarik selimut menutupi kita berdua, dan aku rasa ini akan dimulai.
            -Fin-




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

iklaan

SUPER JUNIOR