Author: Cifcif
Rakayzi
Tittle: Oh! Like This || Genre: Marriage life || Rate: 15 || Length: Oneshot
Cast: Kang
Eunji, Woozi, other
*** ___
Sebenarnya apa yang
mereka fikirkan? Bagaima bisa mereka dengan mudahnya memutuskan aku kuliah
dimana, tidak bertanya apapun dan memutuskan begitu saja. Oh ini menyebalkan.
“Bagaimana?”
Aku kembali menatap
Eomma, masih dengan wajah masamku, sekarang aku sama sekali tidak ingin merubah
ekspresiku ini. Terlalu menyebalkan.
Aku hanya ingin memilih
universitas yang aku sukai, lalu kuliah dengan bahagia. Bukan masuk ke
universitas keinginan mereka dan kembali memaksakan diri. Sudah cukup aku
selalu menerima sekolah yang mereka inginkan, tapi kali ini aku hanya ingin
kuliah di universitas pilihanku, hanya itu saja.
“Hey, bagaimana? Kenapa
diam saja kau ini,”
“Eomma, bisakah kali
ini saja aku memilih sekolah yang aku inginkan? Jebal...”
“Memangnya kenapa
dengan universitas itu? Kami memilih yang terbaik untukmu, dan itu adalah
universitas yang sama dengan Jihoon”
Oh astaga. Jihon lagi,
dan Jihoon lagi. Kenapa suami istri itu selalu membicarakan Lee Jihoon? Aku
lelah mendengarnya. Bahkan walaupun aku tidak tahu siapa dan bagaimana itu pria
yang bernama Jihoon, aku sudah merasa kalau dia sangat menyebalkan.
Lalu, kenapa juga aku
harus terjebak dalam cerita ini. Hah- benar-benar melelahkan. Aku tidak bisa
melarikan diri dari mereka, dari Jihoon, dan perjodohan ini. Tidak mereka
berfikir kalau aku baru akan lulus sekolah menengah atas? Tapi kenapa perjodohan itu dan pernikahan
itu, sudah mengincarku, seolah siap menerkam di depanku. Aku fikir ini
keterlaluan. Aku tidak siap menikah.
“Eunji-ya, kau harus
mulai bicara dengan Jihoon. Setelah kau lulus, kalian akan menikah. Jadi
mulailah membangun kedekatan dengannya, ne?”
“Shirreo!”
“Kang Eunji,
berhentilah bersikap seperti anak-anak. Mau bagaimanapun kau tidak bisa menolak
pernikahan itu,”
Kali ini Appa ikut
membuka suara. Dia melipat korannya dan menyerangku dengan tatapannya, dan aku
fikir itu tidak lagi menakutkan karena aku sudah benar-benar kesal.
“Kalau aku masih
seperti anak-anak, bukankah tidak seharusnya aku menikah?”
“Aish kau ini.”
“Sudah cukup, semua
penolakanmu tidak akan berguna. Kami akan tetap memasukkanmu ke universitas
itu, dan tetap menikahkanmu dengan Jihoon”
“Eomma?”
“Kau tidak bisa
melakukan apapun selain menuruti kami”
“Ayolah, jangan seperti
ini. Eomma, Appa, sebenarnya kalian menyayangiku atau tidak?”
“Dengar, Jihoon akan
menjadi suami yang baik untukmu. Walaupun masih kuliah, tapi dia juga sudah
bekerja mejadi produser musik. Justru karena kami menyayangimu, jadi kami
pilihkan suami yang baik dan universitas yang bagus. Hanya untukmu”
“Hanya untukku? Tidak,
itu hanya untuk kalian berdua!”
“Terserah kau saja,
yang jelas kau tidak akan bisa menolak!”
Dan nafasku serasa
habis detik ini. Benar-benar tidak bisa bernafas jika seperti ini. Aku seperti
boneka voodoo yang harus melakukan apapun, bahkan mungkin aku benar-benar tidak
bisa melakukan apapun untuk diriku sendiri.
***
Mungkin orang dewasa
merasa bahwa bekerja itu sangat melelahkan, tapi sebenarnya itu tidak lebih
melelahkan daripada menjadi seorang pelajar. Sekolah lebih menguras tenaga dan
fikiran dari daripada bekerja, menurutku. Setiap hari hanya bercampur dengan
buku-buku tebal dan tipis, tidak di sekolah ataupun di rumah. Oh bahkan hari
liburpun, para pelajar tidak bisa melupakan waktu belajar mereka. Setiap detik
digunakan hanya untuk memasukkan pelajaran ke dalam kepala. Melelahkan.
Dan sepertiku sekarang,
sangat lelah. Seharian ini hanya belajar, tanpa istirahat. Istirahat yang aku
maksud adalah diam tanpa melakukan apapun, tanpa memikirkan apapun, tanpa
mengkhawatirkan apapun, dan hanya tertawa melihat keindahan dunia. Sepertinya
aku ingin berhenti belajar dan pergi liburan.
Akhirnya benda itu datang.
Benda beroda yang disebut bis. Aku beranjak dan menggerakkan kaki menuju bis
itu, tapi disana ramai, tidak ada kursi kosong sepertinya. Oh itu, itu ada satu
kursi kosong. Aku dengan cepat munju kesana, tapi...
“Oh-“
Seorang pria sudah
mendapatkannya lebih dulu, dan itu sangat menyebalkan. Apakah dia tidak tahu
kalau aku sangat lelah dan tidak sedang dalam mood baik? Apakah dia tidak mau
memberikan tempat itu padaku? Bukankah pria seharusnya menolong wanita? Dan aku
ini adalah wanita, tepatnya seorang wanita muda yang sangat kelelehan setelah
pulang dari pertempuran di sekolah.
“Oh- sepertinya kau
lebih membutuhkannya dariku, silahkan...”
Apa? Pria itu menunjuk
kursinya dan menatapku. Apakah pria itu memberikan tempatnya padaku? Atau
jangan-jangan dia bisa membaca fikiranku?
“Ne?” aku membalas
tatapannya, sedikit besikap biasa yang padahal aku senang. Begitu seharusnya,
mengalah. Pria harus mengalah untuk wanita.
“Duduklah”
Pria bermata sipit itu,
kembali menunjuk kursinya. Dan tanpa menunggu lama, aku langsung menjatuhkan
tubuhku di atas kursi itu. Aku memang lebih membutuhkannya daripada pria sipit
itu.
“Gamsahamnida”
“Ne, cheonma”
Oh. Astaga. Ommo! Pria
sipit itu baru saja tersenyum padaku. Dia benar-benar tersenyum padaku? Aigoo.
Dia tersenyum padaku. Dan itu adalah senyuman yang manis. Tampan. Pria sipit
itu manis.
Tidak. Kenapa aku
berdebar? Jantungku berdetak terlalu kencang. Apa ini karena senyuman pria
tadi? Atau karena jantungku bermasalah? Tapi aku sangat sehat, jadi mungkin ini
karena senyuman mau itu tadi. Oh aku tidak bisa memalingkan tatapanku dari pria
itu. Pria yang sekarang berdiri di depanku.
Orang terakhir masuk
dan pintu bis kembali tertutup, benda ini melaju. Seseorang mendekati pria itu,
pria yang juga bermata sipit tapi lebih tinggi.
“Kalau
kau naik bis, kenapa harus aku yang bayar?”
“Bukankah
aku harus naik bis karenamu?”
“Ish.
Sudah kubilang kalau aku tidak tahu Hanbin akan membawa mobilmu, jadi ini bukan
salahku!”
“Tapi
siapa yang memberikan kunci mobilku padanya? Itu adalah kau, jadi ini salahmu!”
Dan aku masih tidak
bisa berhenti memperhatikan pria itu. Dia ternyata bersama temannya, pria yang
juga bermata sipit. Dan dia naik bis karena mobilnya dibawa temannya yang lain?
Emh aku tidak menguping, hanya saja suara mereka masih terdengar oleh
telingaku. Tapi ini bagus. Karena temannya yang membawa mobilnya, pria itu jadi
harus naik bis, dan bertemu denganku. Maksudku, mungkin ini bagus menurutku,
karena aku bisa bertemu dengannya. Iya begitulah.
“Hey,
bagaimana kalau kita berhenti di halte depan dan pergi makan?”
“Hoshi-ya,
bukankah kau sudah makan tadi?”
“Tidak
apa-apa, kita makan lagi. Bagaimana?”
“Tidak
bisa, aku harus ke studio, banyak pekerjaan disana”
“Oh
ayolah Woozi, berhenti bekerja dan bermainlah!”
“Tidak
mau....”
Tunggu, namanya Woozi?
Jadi nama pria yang membuatku berdebar karena senyumannya itu bernama Woozi?
Emh baiklah, aku tahu namanya sekarang. Woozi.
Tapi, kenapa dia ke
studio? Dia bilang banyak pekerjaan disana, apa dia bekerja di studio? Apa dia
seorang penyanyi? Atau produser? Atau komposer? Atau mungkin seorang rapper?
Atau hanya bekerja membersihkan studio? Ah, kenapa aku seperti ini? Aku
penasaran dengan pria itu.
“Jadi
kau tidak mau ikut?”
“Eoh”
“Baiklah,
terserah kau saja. Aku pergi.”
Bis ini berhenti. Oh
kenapa halte begitu cepat datang? Biasanya bis melaju lama menuju halte, tapi
kenapa kali ini cepat sekali? Ah tidak peduli. Karena aku tidak harus turun di
halte ini, dan pria itu bilang juga tidak akan turun disini. Jadi ini masih
baik-baik saja.
Pria temannya itu
keluar dari bis saat pintunya terbuka, sementara Woozi, dia masih berdiri di
depanku. Bagus. Eh tunggu, kenapa dia bergerak? Dia berjalan dan... dan pergi.
Oh astaga! Pria bernama
Woozi itu turun dari bis saat pintunya hampir tertutup, dia mengikuti temannya.
Dia pergi. Dan sayangnya aku tidak bisa turun untuk mengejarnya. Aku hanya bisa
melihatnya dari jendela bis ini sampai dua pria itu tidak terlihat lagi. Ini
tidak menyenangkan.
Bisakah aku bertemu
lagi dengan pria itu? Woozi, bisakah aku bertemu lagi dengan Woozi? Aku tidak
tahu kenapa, tapi karena aku berdebar, jadi mungkin aku tertarik padanya. Atau
mungkin aku menyukainya. Aku tidak tahu.
Baiklah, hanya Tuhan
yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Sekarang aku harus turun, halte
tujuanku sudah sampai, bis ini melaju sangat cepat. Atau entah aku yang tidak
menyadari seberapa lamanya perjalanan ini.
Oh, kufikir tas
punggungku tidak seberat ini tadi, tapi kenapa sekarang rasanya begitu berat
seperti batu. Buku-buku tebal didalamnya yang berat. Oke lupakan. Aku harus
berjalan kaki menuju rumahku sekarang, aku ingin cepat berbaring di ranjang.
Tapi sepertinya tidak.
Eomma mendadak menyambutku, dia bahkan tersenyum lebar. Dan mungkin itu artinya
sedikit tidak baik untukku. Oh apalagi ini.
“Eunji-ya, kau pulang
lebih awal hari ini. Bagaimana harimu di sekolah?”
“Baik-baik saja. Jadi
kenapa Eomma bersikap seperti ini padaku?”
“Aigoo. Kau ini
benar-benar”
Senyuman Eomma langsung
menghilang, dan dia malah memukulku. Haha. Aku ini ternyata pintar sekali.
Mungkin Eomma tidak tepat jika seperti itu padaku, karena aku bukan tipe orang
yang suka berbasa-basi.
“Jadi, apa?”
Aku sengaja berdiri
dihadapan Eomma, menunggu hal apa yang akan di perintahkannya padaku. Tapi
Eomma kembali tersenyum, dan senyumannya aneh. Apa ini berarti sesuatu yang
sangat buruk, sampai Eomma tersenyum begitu lebarnya padaku.
“Kau tidak ada acara
malam ini?”
“Emh.. aku harus
berlajar, ujian sudah dekat”
“Baiklah, belajar itu
penting, tapi malam ini kau pergilah keluar sebentar. Makan malam,”
“Jeongmal? Eoh apa
maksud Eomma, pasti ini sejenis sogokkan,”
“Tidak,, ini bukan
sogokkan. Ny.Lee sudah bicara dengan Eomma, dan malam ini Jihoon akan makan
malam denganmu”
Astaga. Seperti
dugaanku. Ini berarti buruk dan sangat buruk. Jadi, apa maksudnya ini? Aku
makan malam dengan Jihoon? Jadi aku akan bertemu dengan pria bernama Jihoon
yang selalu orang tuaku bicarakan, dan aku akan bertemu dengan pria bernama
Jihoon yang dijodohkan untuk menjadi suamiku. Sekarang? Oh astaga!
“Eomma, a-apa ini tidak
terlalu cepat?”
“Apa maksudmu? Kalian
sebentar lagi menikah, tentu saja kalian berdua harus saling mengenal satu sama
lain. Dan ini kesempatan bagus untukmu, kau akan bertemu Jihoon,”
“Tapi aku sepertinya
tidak siap Eomma, aku sibuk malam ini”
“Eh sibuk apa? Kau
harus pergi makan malam dengannya, bukankah kalian belum pernah bertemu? Jadi
ini sangat bagus untuk kalian”
“Aku tidak mau!”
“Eh kau ini, tentu
harus mau. Eomma sudah mengatakannya pada Ny.Lee”
“Kenapa Eomma tidak
bertanya dulu padaku?”
“Aish sudahlah,
pokoknya nanti malam kau harus pergi bersama Jihoon. Tidak ada penolakan!”
Dan wanita yang
melahirkanku itu pergi begitu saja, menandakan kalau aku tidak punya pilihan
lain selain bertemu dengan pria itu.Padahal aku bilang belum siap, tapi kenapa
selalu ada pemaksaan? Ini tidak adil. Bukankah pemkasaan adalah kejahatan? Aku
menyedihkan disini.
***
“Jihoon ada sedikit
pekerjaan, jadi mungkin dia akan terlambat. Kau pergi bersama jemputan yang dia
kirim nanti,”
“Eomma, kalau ini
menganggu pekerjaannya, lebih baik batalkan saja makan malam ini.”
Aku pusing. Dress
pendek, make up, dan apalah semua ini, yang jelas aku tidak menyukainya. Ini
merepotkan, sangat merepotkan. Aku tidak suka dengan make up, dan aku merasa
seperti badut jika seperti ini. Eomma benar-benar membuat kepercayaan diriku
hilang.
“Tidak bisa, Jihoon
akan menemuimu di restoran. Jadi sekarang kau tunggu saja jemputannya. Tapi
ingat, jangan coba-coba untuk kabur!”
Baiklah, tatapan
ancaman Eomma memang yang terbaik. Aku tidak bisa melarikan diri sekarang.
“Tunggu sendiri disini,
Eomma masuk dulu”
Woah daebak. Saat Eomma
masuk kedalam, sebuah mobil hitam tiba-tiba sudah ada di halaman rumahku. Aku
benar-benar tidak bisa kabur.
Apalagi? Tentu saja aku
harus berjalan menuju mobil itu, masuk kedalamnya dan pergi. Bertemu dengan
Jihoon itu, dan makan malam. Pasti suasana kami akan sangat canggung, aku yakin
itu. Ini adalah pertemuan pertama kami.
Seorang pria dengan
kemeja putih keluar dari mobil itu, dan tersenyum padaku. Jadi, apa ini Jihoon?
“Annyeonghaseyo”
“Ne, annyeonghaseyo”
Ah iya, aku baru ingat.
Pria itu mungkin hanya supir, karena Jihoon masih sibuk dengan pekerjaannya.
Jadi itu bukan Jihoon.
“Apa kau sudah menunggu
lama?”
“Tidak, aku baru saja
keluar”
“Em begitu. Maafkan
aku, tadi ada beberapa masalah dengan mobilnya”
“Tidak apa-apa, terima
kasih sudah menjemputku”
“Baiklah, silahkan
masuk,”
Apa? Dia membukakan
pintu mobil untukku? Tidak, bukan itu masalahnya. Tapi dia membuka pintu mobil
depan. Apa dia ingin aku duduk disampingnya? Bukankah sopir akan membuka pintu
mobil belakang? Lalu kenapa dengan pria itu.
“Kenapa? Apa kau tidak
mau duduk di depan?”
“Huh?”
“Kau duduk di depan
saja, mungkin kita bisa mengobrol”
“Ah ne ...
gamsahamnida”
Apa-apaan ini? Aku
tidak mengerti dengan pria itu, dia aneh. Mungkin dia memang terlalu muda untuk
menjadi sopir, dia juga terlihat lebih modis dari sopir pribadi biasanya. Dan
satu lagi, dia tampan.
Mobil ini melaju, dan
aku duduk di samping pria aneh ini. Dia mengemudi tidak terlalu cepat. Dan aku
tidak mengerti suasana apa yang sekarang sedang menyelimuti kami.
“Jadi, apa kau yang
bernama Kang Eunji?”
“Huh?” apalagi ini. Dia
tiba-tiba bertanya seperti itu padaku, seolah kami adalah teman seumuran. Atau
mungkin, kami memang seumuran?
“Apa namamu Kang
Eunji?”
“Iya, aku Kang Eunji”
“Emh... kau ternyata
cantik,”
“Mwo?”
Apa yang dia katakan?
Apa baru saja dia mengatakan aku cantik? Dia memujiku atau apa? Sebenarnya
siapa pria aneh ini? Tidak mungkin jika sopir seperti ini, tidak sopan. Atau
jangan-jangan, pria ini adalah Jihoon? Oh.
“Kau memang cantik,
kenapa kaget seperti itu?”
“Ne gamsahamnida”
“Bisakah, kau tidak
serius seperti ini? Mungkin kita bisa seperti berteman, atau tidak apa-apa jika
kita benar berteman?”
Woah, apa lagi ini?
Jadi benarkah dugaanku, kalau dia adalah Jihoon? Lee Jihoon? Mungkin dia
berbohong tidak bisa menjemputku dan pura-pura bekerja, padahal dia menyamar
jadi sopir untuk menjemputku. Ah benar-benar.
“A-apa kau Lee Jihoon?”
“Jihoon?”
Dia tersenyum kecil
saat melirikku, sebelum matanya kembali fokus pada jalanan didepan. Dan apa itu
artinya?
“Emh apa kau fikir aku
Jihoon?”
“Sedikit,”
Jadi benar dia Jihoon?
Ah cerita macam apa ini. Menyebalkan. Tapi setidaknya, dia tidak sejelek yang
aku bayangkan. Walaupun dia tidak semanis yang aku fikirkan.
“Sebelumnya, maaf
mengecewakanmu, tapi aku bukan Jihoon. Perkenalkan, aku Kim Hanbin”
Dia mengulurkan sebelah
tangannya padaku disaat menyetir, apa dia tidak thau kalau itu berbahaya? Tapi
tunggu, siapa Kim Hanbin?
“Huh? Kau siapa?”
Oh! Dia menarik
tanganku, bersalaman paksa, lalu tangannya kembali memegang kemudi. Berani
sekali pria ini.
“Tadi aku sudah
perkenalkan, namaku Kim Hanbin”
“Maksudku kau ini
siapa? Kenapa kau yang menjemputku?”
“Emh begini, sebenarnya
ini termasuk rahasia. Kau harus merahasiakan ini dari Ibumu dan Ibu Jihoon,
oke?”
Rahasia? Apa artinya
ini? Apa pria ini sedang menculikku? Jadi sekarang aku diculik oleh seseorang
yang menyamar menjadi sopir Jihoon?
“Kenapa rahasia?”
“Kau tidak boleh
mengatakan bertemu denganku jika kau tidak ingin dimarahi, dan mungkin Jihoon
juga akan dimarahi jika kau mengatakannya”
“Kenapa?”
“Aku ini teman Jihoon,
dan tadi siang aku meminjam mobilnya. Ini yang kita pakai sekarang adalah mobil
Jihoon. Aku belum mengembalikannya, dan karena itu, Jihoon meyuruhku
menjemputmu”
Benarkah? Jadi aku
tidak sedang di culik sekarang?
“Tapi, sekarang kita
mau kemana?”
“Ke restoran, Jihoon
menunggumu disana,”
“Jihoon?”
“Iya, si mungil Jihoon.
Sebenarnya aku tidak memanggil pria itu dengan nama aslinya, tapi ini spesial
untukmu. Kau belum pernah bertemu dengannya?”
“Ne”
“Jadi ini pertemuan
pertama kalian,”
“Ne”
“Hey Eunji-sshi, kenapa
kau hanya mengatakan itu saja? Apa kau tidak banyak bicara?”
“Maksudmu?”
“Tidak apa-apa, hanya
saja kau lebih pendiam dari yang aku kira. Manis sekali”
Astaga. Apa yang
terjadi sekarang ini? Pria bernama Kim Hanbin ini menggodaku atau apa. Dan aku
tidak tahu harus bicara apa, aku tidak mengenalnya. Dan juga, kami tidak
mempunyai hubungan apapun untuk saling bicara seperti yang dia maksud.
“Oh tunggu sebentar,”
Dia mengambil ponselnya
yang berdering, sepertinya dia membaca pesan yang masuk padanya. Apa dia juga
tidak tahu kalau menggunakan ponsel saat menyetir itu berbahaya? Apa dia tidak
pernah melihat CF Eco Drive.
“Eunji-sshi, sepertinya
Jihoon tidak bisa bertemu denganmu sekarang. Dia ada pertemuan mendadak dengan
seseorang, dan dia tidak bisa meninggalkan itu,”
Apa? Maksudnya apa ini?
Jihoon mempermainkanku? Benar-benar menyebalkan. Dia lupa atau sengaja
meninggalkan pertemuan ini? Aku memang tidak mau bertemu dengannya, tapi tidak
seperti ini juga akhirnya. Aku sudah seperti badut begini, dan dia tidak bisa
datang. Menyebalkan.
“Eunji-sshi,
gwanechana?”
“Ah ne, aku tidak
apa-apa”
“Munngkin itu sangat
penting untuk Jihoon, dia memang selalu mementingkan pekerjaannya. Maaf yah”
Jadi maksudnya, aku ini
tidak penting? Jihoon fikir pekerjaannya lebih penting dariku? Oh ini semakin
menyebalkan. Bagaimana aku akan menikah dengan pria seperti itu? Belum bertemu
saja, dia sudah membuatku sangat membencinya, bagaimana kami akan menikah
nanti. Awas Lee Jihoon!
“Tidak apa-apa”
“Kalau begitu, kita
sekarang kemana?”
“Huh?”
“Bagaimana kalau kita
jalan-jalan saja? Aku traktir kau choco cone kesukaanku”
“Baiklah, terserah kau
saja”
Yah, terserah saja. Aku
kesal sekarang. Aku memang tidak jadi bertemu Jihoon, tapi ini lebih
menyebalkan daripada aku bertemu dengannya.
***
Menurutku, ini
menyenangkan saat menjilati eskrim sendirian dan melihat bunga-bunga di taman.
Aku suka hembusan angin yang mengusap kulitku, dan aku suka sendirian dengan
eksrim. Ini adalah hari yang melelahkan, aku tidak ingin pulang ke rumah
terlalu cepat, sudah cukup orang-orang disana membicarakan pria menyebalkan
itu, aku ingin sendirian.
Taman yang aku tuju
masih sedikit jauh di depan, aku harus terus berjalan untuk sampai disana.
Sedikit lagi. Yah, eskrim ini enak.
Tidak, tunggu! Siapa
itu?
“Woozi?”
Pria yang baru saja
berjalan melewatiku berhenti, dia berbalik dan melihatku. Dan eskrimku jatuh.
Oh! Pria itu mendekat.
“Kau tahu namaku?”
Apa? Memangnya aku
memanggilnya? Kurasa tidak. Atau mungkin bibirku mengucapkan namanya, padahal
kukira aku berteriak hanya dalam hatiku, tapi ternyata aku kehilangan kendali.
Aku sangat kaget saat
melihatnya. Melihat pria itu, Woozi pria sipit yang di bis waktu itu. Aku
bertemu lagi dengannya. Haha. Tapi harus bagaimana aku sekarang? Dia menatapku
dan mendekat.
“Apa kau memanggilku
tadi?”
Dia bertanya lagi.
Jadi, aku harus menjawab apa sekarang? Woah, jantungku kembali berdetak tidak
karuan. Ini menegangkan, sungguh. Aku berdebar.
“Ah ma-maaf, sepertinya
kau salah, aku tidak memanggilmu”
Baiklah, berbohong
adalah yang terbaik untuk sekarang. Aku tidak bisa menjelaskan jika pria itu
bertanya dari mana aku tahu namanya, dan aku mati jika itu terjadi.
“Benarkah? Tapi
sepertinya aku mendengarmu memanggil namaku,”
“Anio, mungkin kau
salah dengar”
“Ah iya, maaf. Mungkin
aku memang salah dengar. Oh.. apa itu eskrimmu?”
Dia menunjuk eskrimku
yang jatuh. Ah iya, sayang sekali eskrim enak itu jatuh. Aku tidak tahu kenapa
tanganku menjatuhkannya saat melihat pria itu.
“Apa sebenarnya tadi
kau mengucapkan sesuatu padaku karena aku menjatuhkan eskrimmu?”
“Huh?” apa maksudnya?
Bagaimana bisa dia menjatuhkan eskrimku?
“Apa tadi aku
menyenggolmu?”
“Euh....” sebenarnya
apa maksud pria itu? Aku tidak mengerti.
“Oh maafkan aku, aku
tidak tahu jika aku sudah membuat eskrimmu jatuh. Maafkan aku,”
“Ti-tidak apa-apa, ini
bukan karenamu. Itu jatuh sendiri”
“Kalau begitu aku ganti
saja, aku belikan lagi untukmu”
“Mwo?”
“Jika itu salahku, maka
aku harus menggantinya. Mobilku disana, apa kau mau ikut membeli eskrimnya
lagi?”
Dia menunjuk mobil
hitam yang terparkir di pinggir jalan, tidak jauh di depanku. Jadi, maksudnya
dia mengajakku untuk membeli eskrim lagi bersamanya? Harus bagaimana aku?
“Tenang saja, aku tidak
akan menculikmu. Aku bukan orang jahat”
“Tapi aku_”
“Aku hanya akan
membelikanmu eskrim, tidak akan melakukan apapun padamu. Apa kau tidak percaya
padaku?”
“A- bukan begitu, hanya
saja itu.... ah baiklah, kalau begitu..”
“Terima kasih. Ayo...”
Baiklah, aku tidak
menolak ajakan itu. Ini baik bukan? Waktu itu aku berharap akan bertemu lagi
dengannya, dan hari ini tiba-tiba kami bertemu begitu saja. Dia mengajakku pergi
bersamanya. Ini menyenangkan.
***
Setiap detiknya jam
berdetak, aku tidak memperhatikannya, dan akhirnya aku tidak tahu seberapa lama
aku melewatkan waktu. Ujianku sudah di depan mata sekarang.
Ah entahlah, aku mau
tidak mau ini datang. Bukan karena aku tidak mau lulus, hanya saja aku akan
membuka buku baru setelah itu. Masih ingat perjodohanku? Yah, dan itu yang aku
tidak suka.
Oh, apa aku tidak
menceritakannya? Ini, aku bersama pria sipit dengan senyum mematikan, Woozi.
Kami tidak pernah bertemu lagi sejak membeli eskrim waktu itu, padahal aku
selalu berharap kita akan bertemu lagi karena kita sama sekali tidak
berkenalan. Dia tidak tahu namaku. Oh, hanya aku yang tahu namanya.
Baiklah, lupakan pria
itu. Aku sedang ujian sekarang. Seolah hidup dan matiku dipertaruhkan pada
selembar kertas yang aku coret-coret. Em aku tidak suka ujian.
Hari pertama ini
berlalu dengan cepat. Aku menumpahkan semua yang aku tahu pada kertas ujian itu,
aku harap itu tidak buruk. Yah, aku harus pulang sekarang. Kembali belajar.
Treeeeett
trrreeeeeett-
Woah aku kaget. Ponsel
ini tiba-tiba bergetar. Siapa? Nomor yang tidak kukenal menelfon. Apa ini bukan
nomor penipu? Sekarang sedang marak penipuan lewat telfon.
== Yeoboseyo? ==
== Yeoboseyo. Apa ini Kang Eunji? ==
== Ne, Kang Eunji imnida. Nuguseyo? ==
== Aku Jihoon. Maaf tiba-tiba menelfonmu, aku hanya tidak tahu harus
kemana, sekarang aku ada di sekolahmu, ==
MWO? siapa itu? Jihoon?
Lee Jihoon? Kenapa pria itu tiba-tiba menelfonku? Dan dia bilang sekarang ada
di sekolahku? Mati aku. Kenapa mendadak sekali? Bagaimana ini.
== Eunji-sshi, kau masih disana? ==
== Ne, ==
== Apa sekarang kau masih di sekolah? ==
== Ne, aku masih di sekolah ==
== Bisa kita bertemu? Aku di halaman depan ==
== Ba-baiklah, aku akan kesana sekarang ==
== Ne, annyeonghaseyo ==
Sambungan telfonnya
terputus. Untuk beberapa detik, aku hanya menataplayar ponselku, diam. Aku
belum siap bertemu dengannya. Ini buruk.
Oke, aku harus kembali
berjalan. Sebenarnya aku juga di halaman depan, tapi apakah sebaiknya aku
sembunyi saja? Aku gugup. Dari mana pria itu mendapat nomor ponselku? Kenapa
juga dia tiba-tiba datang kesini? Merepotkan saja.
Oh oh tidak. Apa itu
dia? Aku melihat seorang pria dengan kemeja biru, berdiri di samping mobil
hitam, dan memainkan ponselnya. Oh tidak. Aku akan sembunyi, aku kabur. Tapi
tunggu! Sepertinya aku pernah melihat pria itu.
Owh Woozi?
Pria dengan kemeja biru
itu berbalik, dan itu adalah Woozi. Jadi, sedang apa dia di sekolahku? Apa dia
menjemput adiknya disini? Tapi, aku belum pernah melihatnya disini, jadi tidak
mungkin dia mempunyai adik yang sekolah disini. Lalu, sedang apa dia?
Astaga! Ternyata tanpa
sadar, kakiku berjalan menghampirinya. Dan sekarang, dia sedang menatapku.
Bagaimana ini? Aku gila.
“Hey, kau yang waktu
itu?”
“Ne, annyeonghaseyo”
“Apa kau sekolah
disini?”
“Ne. Apa kenapa kau
disini? Apa kau sedang menunggu seseorang?”
“Oh ne, aku sedang
menunggu__”
Aku menatapnya,
menunggu dia melanjutkan ucapannya yang sengaja dipotong. Dia menatapku lagi.
Oh, dia tersenyum. Mati aku.
“.. Kang Eunji? Apa kau
Kang Eunji?”
“Huh?”
Dia sedikit menunjuk
papan namaku, dan ough ... kembali memberiku senyuman itu. Dia benar-benar.
“Iya, aku Kang Eunji”
“Oh ini cerita yang
bagus. Kita bertemu seperti ini,”
“Maksudnya?”
“Aku Jihoon, Lee Jihoon”
Duarr. APA? Apa yang
pria itu katakan? Dia Lee Jihoon? Dia Woozi? Jadi dia itu siapa? Alien?
Monster? Seventeen? Oh ini gila.
Apa pria sipit itu baru
saja mengatakan kalau dia adalah Lee Jihoon yang dijodohkan denganku? Jadi itu
artinya adalah, pria ini Jihoon calon suamiku? Woozi adalah Lee Jihon?
“Hey, kenapa menatapku
seperti itu? Apa kau tidak senang bertemu denganku?”
Aku tidak tahu. Aku
tidak mengerti. Dengar, aku menyukai Woozi si pria sipit dengan senyum maut
itu. Dan aku tidak suka Jihoon yang menyebalkan itu. Tapi sekarang, dua pria
itu menjadi satu pria yang sama. Bagaimana harusnya aku? Haruskah aku lari?
Terbang? Kabur? Atau bagaimana? Ini gila.
“Eunji-sshi, Kang
Eunji? Kau tidak apa-apa?”
Sudah jelas aku
apa-apa. Oksigen sepertinya habis. Aku tidak bisa mengatakan apapun sekarang,
hanya melihat Woozi atau Jihoon itu melambaikan tangannya dihadapanku. Mungkin
aku terlalu berlebihan.
“Ne, aku baik-baik
saja”
“Kenapa kau diam saja?”
“Tidak apa-apa, aku
hanya lelah setelah ujian tadi”
“Oh baiklah, kalau
begitu kita pulang sekarang. Aku datang untuk menjemputmu pulang.”
Dia membuka pintu
mobilnya untukku, menyuruhku masuk kedalam benda itu, dan terjebak dengan kecanggungan
nantinya.
Tapi, tidak ada
pilihan. Aku harus masuk kedalam benda itu dan pulang bersama pria ini, Woozi
alias Jihoon, atau siapalah namanya.
Dan seperti dugaanku,
kami berdua terjebak sesuatu yang bernama kecanggungan. Dia menyetir mobilnya,
dan aku tidak tahu harus bicara apa padanya. Hanya lagu hip hop yang terdengar
pelan disini, dia sengaja memutar lagu itu untuk mengisi keheningan. Ide bagus.
“Emh Eunji-sshi,”
“Ne?” aku langsung
meliriknya saat dia mengeluarkan suara.
“Maaf karena makan
malam waktu itu aku tidak datang”
“A-ah tidak apa-apa”
dan aku tidak tahu harus menjawab apalagi selain itu. Tidak mungkin jika aku
mengatakan yang sebenarnya, kalau aku sangat kesal padanya, membencinya, dan
apalah. Bukankah dia Woozi yang aku sukai?
“Apa Hanbin mengantarmu
waktu itu?”
“Ne, dia menjemput dan
mengantarkan aku pulang”
“Sekali lagi maaf untuk
itu. Aku tiba-tiba harus bertemu dengan seseorang, tapi bukan berarti itu lebih
penting darimu. Aku hanya tidak bisa meninggalkan itu, maaf. Aku pastikan itu
tidak terulang lagi, aku akan selalu membuatmu menjadi yang terpenting”
“Huh?”
Apa maksudnya? Oh
tidak. Dia membuat pipiku merah, ini gawat. Aku malu. Kenapa dia sebaik ini?
Padahal kukira dia sangat menyebalkan, tapi dia minta maaf padaku karena itu,
oh baik sekali.
“Maafkan aku. Nanti
setelah ujianmu selesai, aku akan mengganti makan malamnya. Dan aku janji tidak
akan batal lagi. Bagaimana?”
“Huh?”
“Hey, kenapa kau hanya
mengatakan kata itu?”
“A-ah anio, maksudku
aku... itu kau...” oh bagaimana mengatakannya? Kenapa aku benar-benar gugup
seperti ini?
“Iya?”
“Maksudku, kau tidak perlu
memikirkan itu lagi. Aku tidak apa-apa”
“Jadi kau mau makan
malam lagi?”
“Baiklah”
“Gomawo”
Dia melirikku sekilas,
dan tersenyum. Oh itu manis. Baiklah, aku akan lupakan saja Jihoon yang
menyebalkan dalam fikiranku. Dia Woozi yang manis. Aku tidak bisa berbohong
kalau aku menyukainya. Ini memalukan.
“Em bo-boleh aku
bertanya?”
“Yah, silahkan”
Dia mengangguk, sekilas
melihatku dan kembali fokus pada jalanan. Dia sedang menyetir, jadi harus
fokus.
“Sebenarnya siapa
namamu, Woozi ata Lee Jihoon?”
“Aku lahir dengan nama
Lee Jihoon, dan namaku tetap Lee Jihoon”
“Lalu Woozi?”
“Itu hanya panggilan
dari teman-temanku. Ah sebenarnya Woozi adalah namaku di studio, tapi
teman-temanku di kampus jadi sering memanggilku begitu,”
“Jadi, aku harus
memanggilmu apa?”
“Emh... karena namaku
Jihoon, jadi kau harus memanggilku Oppa.”
“Huh?”
“Huh lagi? Kau selalu
mengatakan itu”
“Tidak, maksudku
O-op-ppa?”
“Geurae, Oppa. Bukankah
aku lebih tua darimu? Jadi tentu saja kau harus memanggilku Oppa. Jihoon Oppa,
atau Woozi Oppa, atau apa saja terserahmu. Tapi tetap panggil aku Oppa,
arasseo?”
“Ji-jihoon Oppa?”
“Iya, ada apa?”
Dia tersenyum lagi
padaku. Oh jinjja, aku benar-benar tidak bisa menahan kalau dia benar-benar
manis. Oke, aku tidak jadi menolak perjodohan ini. Aku menerimanya.
“Eunji-sshi, bagaimana
kalau kita makan dulu? Aku lapar,”
“Huh?”
“Tenang saja, aku pasti
akan mengantarmu pulang dengan selamat. Kita makan saja ya, aku traktir pasta
dan eskrim”
“Ah ne, baiklah”
Ooh aku suka ini. Aku
suka Woozi dan Jihoon, dan aku juga suka diriku sendiri. Aku suka eskrim. Ini
menyenangkan. Huahaha.
***
Kemudian, bukan
perlahan, tapi menurutku ini cepat. Lee Jihoon dan aku semakin dekat. Kami
lebih sering bertemu, dan bicara. Yah, kami bersama. Mungkin itu harus, karena ternyata
tanpa aku sadari, pernikahan kami hanya tinggal beberapa jam lagi. Oh ini
mengerikan. Aku gugup. Tidak, aku sangat gugup.
“Kau sedang apa?”
Wow. Aku kaget. Aku
berbalik, menatap pria yang tiba-tiba muncul dan sekarang berjalan
menghampiriku.
“Kenapa melamun? Ini
sudal larut, kau harus tidur.”
Jihoon berdiri
disampingku, ikut melemparkan pandangannya keluar jendela. Dan aku baru sadar,
kalau aku sudah beridiri di depan jendela ini lebih dari satu jam. Aku melamun.
“Eunji-ya?”
“Apa?”
“Kau sedang apa? Kenapa
tidak tidur?”
“Ey Oppa sendiri sedang
apa di kamarku? Kenapa bisa masuk kesini? Aku rasa tadi sudah mengunci
pintunya,”
“Tidak, pintunya
terbuka”
“Benarkah?” aku
langsung melihat pintu kamar hotel ini, rasanya aku sudah menutup dan mengunci
pintu itu.
“Jadi, kau sedang apa
berdiri disini?”
“Huh? Tidak ada, aku
hanya melihat ke luar,”
“Kenapa?”
“Tidak apa-apa, hanya
ingin.”
“Oh baiklah
terserah...”
Jihoon menjatuhkan
tubuhnya di ranjang, merentangkan kedua tangannya, dan memainkan ponselnya.
Sepertinya dia sama sekali tidak gugup atau semacamnya, pria itu tenang sekali.
Jadi, apa hanya aku yang gugup tentang besok?
“Oppa...”
“Wae?”
Jihoon menyimpan
ponselnya dan menatapku. Oh tatapannya masih membuatku berdebar. Dia, Jihoon,
besok akan menjadi suamiku? Dan hidup bersamaku? Ough ini membuat perasaanku
aneh. Aku gila.
“Apa? Kenapa tidak
bicara?”
Karena bibirku
sepertinya tidak bisa terbuka. Aku takut untuk bertanya padanya, tapi aku akan
mati dengan rasa penasaranku jika tidak menanyakan ini padanya.
“Kau takut untuk besok?
Kau juga gugup?”
“Huh?” dia tahu.
Memangnya terlihat jelas jika aku gugup? Atau dia bisa membaca fikiranku?
“Tenang saja Eunji-ya,
besok semuanya akan baik-baik saja”
Dia tersenyum kecil
padaku, lalu kembali memainkan ponselnya. Oh! Aku harus bertanya padanya, tapi
aku takut dengan jawabannya nanti.
“Jihoon Oppa...”
“Apa?”
“Bbo-boleh aku
bertanya?”
“Hemh, katakan saja”
“A-apa kau
me-menyukaiku?”
Oh tidak, aku
mengatakannya. Tapi ini penting untuk ditanyakan. Bukankah kita akan menikah?
Jadi aku harus tahu seperti apa perasaannya.
“Huh?”
“Ma-maaf aku bertanya
se-seperti ini, tapi besok kita akan menikah, ja-jadi sepertinya aku harus tahu
bagaimana perasaanmu pa-padaku,”
“Kang Eunji,”
Oh oh, Jihoon berjalan
mendekat padaku sekarang. Bagaimana ini? Tatapannya, dia menatapku. Dan, oh...
ke-kenapa tangannya mengunciku pada dinding kaca ini?
“Eunji-ya, kau
menyukaiku, benarkan?”
“Huh?”
Jinjja. Kenapa
jantungku rasanya seperti berenti berdetak? Aku harus bagaimana? Mungkin
sekarang pipiku sudah merah seperti kepiting rebus, memalukan. Pria ini mungkin
benar-benar bisa membaca fikiran.
“Jadi karena itu, aku
akan berusaha untuk tidak mengecewakanmu. Aku yakin perasaan cintaku padamu
akan tumbuh dengan cepat nanti, dan aku tidak perlu terlalu banyak menyukaimu
karena yang kita butuhkan hanya cinta. Eunji-ya, mulai besok setelah janji itu,
aku akan berusaha menjadi suami yang baik untukmu. Aku akan menjagamu, dan
selalu bersamamu,”
“...o-op-oppa?”
“Tidak semua perjodohan
mengerikan, dan kau beruntung karena mendapat suami yang manis sepertiku.
Benarkah? Haha...”
“Huh?”
“Bercanda. Sebenarnya
aku yang beruntung mendapat istri sepertimu, dan aku berjanji kalau cintaku
akan selalu untukmu. Jadi aku tidak perlu menjawab pertanyaanmu yang tadi kan?”
“Huh?”
“Ey kenapa kau hanya
mengatakan kata itu saja? Baiklah baik, aku ... Aku menyukaimu Kang Eunji”
Woaw. Rasanya seperti
balon meletus dalam jantungku saat pria itu berbisik padaku. Tidak, bukan
karena bisikannya yang lembut atau bahkan hampir terdengar seperti desahan, itu
karena kalimat yang dia bisikan padaku. Haha. Aku menyukainya.
“Jihoon Oppa...”
Aku tidak bisa
bergerak, tangannya masih menahan tanganku. Dan pria sipit itu kembali
mengeluarkan senyum mautnya. Oh sepertinya aku meleleh.
“Jangan menolak,”
“Huh?”
Oh oh tidak! Apa ini?
Mimpi? Aku terbang atau aku berenang? Ini memalukan. Aku gila. Lee Jihoon si
sipit itu, menjatuhkan bibirnya tepat di atas bibirku. Jadi aku harus
bagaimana?
Aku harus menutup mata,
baiklah, menutup mata. Tangannya masih mengunci tanganku, aku terjebak. Dan
apa, sekarang rasanya dia melakukan sesuatu pada bibirku. Ini ciuman. Ah aku
malu. Ini adalah ciuman pertamaku dengan Jihoon. Jadi, baiklah, aku tidak tahu
harus apa. Jihoon bilang jangan menolak, jadi aku tidak akan menolak.
Ini, ini lembut, dan
manis.
Sebelah tangannya lepas
dari tanganku, dan sekarang dia malah menarik pinggangku. Kita semakin dekat.
Jihoon membuat tubuh kita semakin dekat, dan rapat. Oh! Bibirnya manis.
***
Orang bilang, menikah
itu kita seolah menjadi ratu dan raja sehari, dan aku fikir itu benar juga.
Tubuhku rasanya lelah, menjadi ratu sehari ini tidak menyenangkan. Melelahkan.
Tapi untungnya aku sudah terbebas dari gaun pengantin yang berat dan merepotkan
itu, karena sekarang aku bebas hanya dengan kaos dan jeans ini.
Setelah pesta, aku dan
Jihoon langsung pergi ke penginapan di Pulau Jeju. Orang tuaku bilang, ini
adalah Honey-Moon. Yah baiklah terserah.
Aku, ingin mandi.
Badanku sudah lengket dengan keringat, jadi berendam dengan air hangat dan
sabun aroma terapi, akan sedikit mengembalikan tenagaku. Menyenangkan. Baiklah,
aku akan mandi sekarang. Jihoon tidak ada, dia keluar mungkin. Baiklah biarkan
saja.
“Aaaaaaaakh!”
Apa ini? Apa maksudnya
semua benda-benda ini? Dan ini pasti perbuatan Eomma. Apa maksudnya dengan
semua lingerin transparan dan kurang bahan ini? Isi koperku sudah diganti. Ini
tidak kejahatan.
“Eunji-ya waeyo? Eunji,
Kang Eunji?”
Oh, siapa yang mengetuk
pintu? Apa itu Jihoon? Oh tidak, mati aku. Jadi sekarang aku terjebak di kamar
mandi ini dengan satu koper berisi bikini dan lingerin? Aku tidak bisa keluar
hanya dengan handuk, atau memakai salah satu lingerin ini, terlalu berbahaya.
Bagaimana nanti jika Jihoon melihatku? Oh itu terlalu menakutkan.
Aku tahu ini adalah
malam pertama kami, aku juga tahu kalau Jihoon berhak mendapatkannya, tapi aku
belum siap. Aku mungkin tidak akan pernah siap. Aku tidak siap. Aku takut.
Apa Jihoon akan
melakukan sesuatu padaku malam ini? Jadi sebaiknya aku tetap mengunci diri di
kamar mandi ini sampai besok? Atau bagaimana? Ah aku gila. Aku tidak tahu harus
bagaimana. Apakah setiap malam pertama pernikahan harus melakukan itu? Bisakah
jika tidak melakukan sesuatu seperti itu dalam pernikahan? Aku belum siap.
“Eunji, apa terjadi
sesuatu didalam? Buka pintunya Eunji-ya, kau tidak apa-apa?”
Jihoon masih mengetuk
pintunya, dan aku masih tidak tahu harus mengatakan apa atau memakai apa. Tidak
ada baju lagi. Dan bajuku yang tadi, aku simpan di ranjang. Bodohnya aku.
Tadinya aku fikir Jihoon tidak akan datang secepat ini.
Apa memang seharusnya
aku melakukannya? Melakukan itu dengan Jihoon? Oh tidak. Aku tidak tahu.
“Kang Eunji, apa yang
terjadi? Kau tidak apa-apa? Cepat buka pintunya!”
Jihoon semakin keras
mengetuk pintu, ketukannya seperti pukulan yang bisa saja menghancurkan pintu
kayu itu. Aku tidak tahu harus bagaimana. Aku lupa memikirkan tentang ini.
“Eunji, buka pintunya!
Kang Eunji?”
“Iya...”
Akhirnya aku putuskan
untuk membuka pintu ini. Mungkin ini memang seharusnya.
“Apa terjadi sesuatu
didalam? Kau tidak apa-apa?”
“Tidak ada apa-apa, aku
baik-baik saja,”
“Tadi kenapa berteriak?
Ada apa? Dan kenapa kau lama sekali membuka pintunya?”
“Tidak ada apa-apa,
sungguh.”
“Benarkah?”
“Iya, aku baik-baik
saja. Maaf”
“Aku kira terjadi
sesuatu di dalam, jeritanmu mengerikan sekali”
“Aku fikir Oppa masih
diluar tadi,”
“Tidak, aku sudah
kembali. Aku harus mengganti bajuku, oh- apa kau sedang mandi?”
Jantungku berdetak
cepat lagi, aku sepertinya sangat-sangat gugup. Dan aku juga baru sadar kalau
sekarang Jihoon sedang bertelanjang dada, dia tidak memakai bajunya. Apa dia
benar sedang mengganti bajunya?
Dan, oh astaga. Dia
melihatku. Jihoon melihatku. Aku tidak bisa memakai lingerin itu, jadi aku
hanya memakai handuk ini untuk menutup tubuhku. Dan ini rumit. Jihoon yang bertelanjang
dada, dan aku yang hanya memakai handuk. Ini menakutkan.
“A-aku sudah mandi”
“Geurae, kalau begitu
sekarang aku akan__”
“Oppa!”
“Wae? kenapa
berteriak...”
Tidak tidak, aku gugup.
Apa tadi itu dia akan mengatakan sesuatu padaku? Seperti dia akan mengajakku
untuk memulai sesuatu misalnya? Ough aku gila.
“A-apa kau membawa
koperku?”
“Iya, tadi aku membawa
kopermu. Tapi koper yang kecil bukankah kau yang bawa sendiri?”
“Benar, aku membawanya.
Aku hanya menanyakan koperku yang lain,”
“Itu, aku sudah
membawanya”
Jihoon menunjuk
beberapa koper di samping ranjang. Seharusnya aku membawa koper itu tadi,
karena disana ada bajuku yang tidak seperti lingerin kurang bahan itu. Babo.
“Oh gomawo Oppa...”
“Eunji-ya, karena kau
sudah mandi, jadi aku akan__”
“Oppa!”
Aku kembali memotong
ucapannya. Tidak, aku melihat dia melepaskan ikat pinggangnya, dan aku takut.
Apa dia benar-benar akan melakukannya?
“Apa lagi?”
“Em bo-bolehkah aku
bertanya?”
“Apa?”
“.. keu- Emh. A-apa
kita...” Oh bagaimana mengatakannya? Aku gugup. Jihoon masih menatapku,
sepertinya dia menunggu aku menyelesaikan ucapanku. Tapi itu sulit. Aku gugup
tingkat dewa. “Ki-kita... apa kau... maksudku apa Oppa akan... em apa ki-kita
harus melakukannya?”
“Apa? Melakukan apa?”
“Huh? Em i-itu... apa
Oppa ta-tadi akan bilang u-untuk melaku-kan i-i-itu?”
“Maksudmu?”
Oh jinja! Apa Lee
Jihoon sipit itu pura-pura atau sedang menggodaku? Kenapa dia tidak mengerti
juga. Dia itu bodoh atau apa? Aku sudah susah payah mengatakannya, tapi dia
tidak mengerti juga. Atau mungkin, hanya aku yang salah faham disini?
“Ah itu maksudmu.
Tidak, aku tadi hanya bilang akan mandi,”
“Huh? Jinjja?”
Astaga! Aku benar,
salah faham. Ah memalukan. Aku seperti menggoda Jihoon. Wajahku seperti
kepiting rebus lagi. Sementara dia hanya tertawa. Menyebalkan.
“Memangnya kau fikir
apa? Atau kau ing__”
“Andwae andwaeyo! Bukan
apa-apa, ayo silahkan mandi saja...”
Aku keluar dari kamar
mandi dan menjauh, dia masih tersenyum. Ini benar-benar memalukan. Aku
sepertinya akan mati disini. Memalukan. Aku gila.
“Baiklah, kalau begitu
kita lakukan setelah aku mandi saja”
“Mwo?”
Apa lagi ini? Apa
maksudnya? Apa tadi salah fahamku sudah membangunkan singa yang tidur? Jadi
bagaimana aku?
“Bercanda, tidak usah
berteriak. Kita tidak perlu melakukan apapun jika kau tidak mau. Menurutku itu
juga tidak terlalu penting, lain kali juga bisa ... haha”
“Huh? Oppa!”
“Masih bercanda. Kau
ini lucu sekali. Aku tidak akan melakukan apapun, percayalah. Tidak usah
menatapku seperti singa yang diam-diam akan menyerang, aku pria baik. Kalau
begitu, aku akan mandi”
Jihoon mengacak
rambutku dan masuk kedalam kamar mandi. Dan aku hanya diam menatap pintu itu.
Dia baik sekali, mungkin terlalu baik. Aku jadi tidak tahu harus merasa lega
dan tenang atau merasa bersalah, aku tidak tahu.
Antara suami istri, ada
hak dan kewajiban, dan aku mengerti itu. Tapi aku tidak tahu. Baiklah, aku
tidak perlu memikirkan itu. Jihoon Oppa sudah bilang baik-baik saja jika kita
tidak melakukannya, dan aku percaya dia mengerti perasaanku. Dia pria baik.
Ini sudah beberapa
menit, Jihoon belum keluar juga. Aku kembali menyisir rambutku di depan cermin,
hanya menghela nafas dan memperhatikan diriku dalam cermin itu.
“Oh- kenapa kau masih
seperti itu? Apa kau tidak akan memakai baju?”
Oh dia datang. Jihoon
keluar hanya dengan handuk yang menutupi bagian bawahnya, dan menurutku dia
sangat tampan dengan rambut basahnya. Aku meleleh lagi. Sepertinya pria sipit
bernama Lee Jihoon itu, pintar sekali membuatku meleleh.
“Eunji-ya, tolong buka
koperku. Bajuku ada disana”
Jihoon berjalan
mendekati cermin sambil mengusap rambutnya dengan handuk kecil. Sepertinya dia
memang sangat baik.
“Oppa...”
“Wae? Kau tidak bisa
membuka kopernya?”
“Ani...”
“Lalu apa?”
Jihoon menatapku saat
aku mendekat. Aku tadi sudah memikirkannya. Aku tidak menurutinya untuk membuka
koper, aku hanya mendekat dan berdiri dihadapannya. Dia tidak melepaskan
tatapannya dariku.
“Jihoon Oppa....”
Aku lebih mendekat dan
mengecup bibirnya cepat, ini memalukan. Jihoon Oppa semakin menatapku. Oh
pipiku pasti merah lagi. Tapi dua detik kemudian, Jihoon tersenyum dan melempar
handuk kecilnya, menarik pinggangku mendekat.
“Apa kau berubah
fikiran?”
Dia berbisik dengan
senyuman mautnya. Ah aku gila. Benar-benar gila. Aku tidak tahu apa yang aku
lakukan, tapi ..
“Mungkin a-aku memang
harus...” oh tidak. Aku tidak bisa melanjutkan ucapanku, rasanya sangat
memalukan sampai aku bisa mati dengan rasa itu. Aku hanya menghindari
tatapannya dan menunduk.
“Geurae, gomawo”
Jihoon mengangkat
daguku dan menempelkan bibir kami. Kukira dia mengerti. Dan mungkin ini tidak
salah. Sesuatu yang sudah seharusnya, mungkin memang akan seharusnya terjadi.
Oh tidak. Bicara apa aku? Ini memalukan.
Woozi. Aku merasa kalau
lumatan itu semakin cepat, dia memperdalam ciumannya. Menarikku semakin rapat
dengan tubuhnya. Dan aku tidak sadar kalau kami sudah berjalan menabrak
beberapa benda dan sampai di ranjang.
Aku fikir ini akan
benar-benar terjadi.
“Woozi Oppa...” aku
sedikit mendorong dadanya saat dia melepaskan pagutan bibir kami, menatap
matanya yang menatapku.
“Wae?”
“Tidak, aku hanya ingin
memanggilmu seperti itu. Woozi Oppa”
“Andwae. Sekarang kau
harus memanggilku Woozi sayang, atau Woozi-ku, atau Yeobo, atau my beloved
husband Woozi. Ara?”
“Huh?”
“Tidak bercanda, aku
serius. Kau harus memanggilku ‘Sayang’ mulai sekarang.”
“Baiklah...”
Aku mengangguk pelan
menatap pria yang sekarang di atasku, melihatnya tersenyum dan mengangguk
pelan, sebelum dia kembali menempelkan bibir kami.
Dan aku fikir udara
semakin panas bersamaan dengan lepasnya handukku. Woozi menarik selimut
menutupi kita berdua, dan aku rasa ini akan dimulai.
-Fin-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar