Dulu, aku selalu
berfikir kalau hidup sendiri itu akan lebih baik, atau mungkin juga
menyenagkan. Setidaknya, tidak ada yang akan melarang untuk melakukan ini dan
itu, tidak ada yang selalu memerintah dan mengekang. Yah begitu, aku selalu
berharap begitu.
Aku hanya tidak suka
dengan mereka yang melarangku, aku tidak ingin diperlakukan seolah aku adalah
boneka yang selalu patuh pada mereka, aku ingin menjalani hidupku sendiri. Aku
ingin melakukan apapun yang aku inginkan, itu saja.
Ouh ini gila, bahkan
aku tidak suka dengan orang tuaku saat mereka melarangku melakukan ini dan itu,
menyuruhku melakukan ini dan itu, terus bicara baik dan buruknya dunia, dan
sama sekali tidak bertanya apa yang aku inginkan. Aku tidak suka itu. Entah
kenapa aku berfikir kalau mereka tidak cukup baik, mereka tidak mengerti
bagaimana aku dan hanya memaksaku untuk mengerti bagaimana mereka. Itu egois.
Tidak, orang tuaku
sebenarnya tidak sekejam itu. Ayah dan Ibuku sungguh luar biasa, mereka sangat
berarti untukku, aku mencintai mereka. Masa kecilku cukup bahagia bersama
mereka, aku bisa memeluk mereka, tertawa bersama mereka, dan aku bisa selalu
memandang wajah mereka. Sebelum semuanya berubah dan menjadi sulit untuk aku
mengerti.
Saat aku sembilan
tahun, sesuatu terjadi. Tanggal 25 September 2006, Ibuku meninggal. Pergi
meninggalkanku untuk selamanya, bahkan tidak terfikir olehku seperti apa itu
benar-benar pergi karena meninggal. Yang bisa aku lakukan hanya menangis.
Ibuku meninggal, itu
tidak bisa aku tolak. Tuhan lebih menyayanginya dan memberi yang terbaik
untuknya. Lalu beberapa bulan kemudian, Ayahku menikah lagi dengan seorang
perempuan yang sebenarnya tidak aku inginkan untuk menjadi pengganti Ibuku. Aku sangat mencintai
Ibuku, dan selamanya akan tetap dia Ibuku.
Saat itu, aku melakukan
apa yang aku bisa. Aku tidak suka pernikahan itu, dan aku tidak menginginkan
seorang Ibu baru. Aku berusaha jujur dan bicara dengan Ayahku tentang itu, aku
marah pada Ayahku, aku menghancurkan diriku sendiri, aku berubah, tapi
sayangnya semuanya tidak berhasil membuat pernikahan itu tidak terjadi. Mungkin
aku terlalu lemah.
Ibu baru sudah
bersamaku, dan rasa marah itu masih ada. Aku tidak mau berhenti untuk menolak
itu, aku tetap mengunci hatiku dan berubah. Yah ... benar, aku berubah dan
merubah semuanya. Aku tidak menjadi aku yang dulu, aku yang sekarang adalah aku
yang mengatur hidupku sendiri.
Aku tidak bicara pada
orang lain, aku tidak tersenyum pada orang lain, aku tidak ingin bertemu dengan
orang lain, aku hanya sendiri dan terus sendiri. Aku selalu melakukan apapun
yang aku inginkan tanpa memikirkan bagaimana orang lain, aku hanya terus
melakukan apapun walaupun itu menyakiti orang lain, termasuk Ibu baruku dan
mungkin, Ayah. Aku benar-benar berubah.
Keinginanku untuk hidup
sendiri semakin tinggi, aku tidak suka dengan keluargaku yang sekarang. Ibu
baru yang menggantikan Ibuku, Ayah yang perlahan berubah, dan dunia yang kurasa
tidak berpihak padaku. Semua itu membuatku hidup sendiri, walaupun aku masih
tinggal bersama Ayah dan Ibu, tapi aku hidup seolah aku sendiri. Ah bukan,
sepertinya aku hidup tapi tidak benar-benar hidup. Aku mati.
Aku tetap ingin
sendiri. Aku membuat masalah ini dan itu, mengacaukan semuanya, menyakiti orang
lain, merubah suasana dikeluargaku, dan aku terus membangun benteng besar
antara aku dan orang tuaku, terutama Ibu.
Seiring waktu yang
terus berlalu dan angin terus berhembus, juga masalah-masalah yang terus aku
buat walaupun sebenarnya itu hanya menghancurkan hidupku sendiri. Akhirnya,
mereka, Ayah dan Ibu memutuskan untuk pergi. Mereka mengabulkan permintaanku
untuk tinggal dan hidup sendiri. Mereka pergi.
Aku sendiri. Sekarang
aku benar-benar sendirian. Mungkin aku harus bahagia dengan itu, keinginanku
sejak dulu untuk hidup sendiri sudah terwujud. Tidak lagi ada yang melarangku
melakukan ini dan itu, menyuruhku ini dan itu, mengekangku, dan membuatku gila.
Tapi sayangnya, semua
itu ternyata tidak benar-benar menyenangkan. Itu mengerikan. Aku hanya
sendirian, tidak ada siapapun yang bisa aku lihat, tidak ada yang tersenyum
padaku, tidak ada yang bisa aku peluk, dan tidak ada yang bisa tertawa
denganku. Tidak ada seorangpun yang aku lihat kecuali diriku sendiri dipantulan
cermin, tidak ada suara yang bisa aku dengar selain suaraku sendiri, dan tidak
ada yang bisa aku rasakan kecuali hembusan angin dingin yang sepi. Aku tidak
menyukai itu.
Ini semua tidak seperti
yang aku fikirkan, sama sekali tidak ada kebahagiaan dalam kehidupan yang
sendirian. Yang ada hanya kesedihan, air mata, dan kerinduan. Oh benar, aku
merindukan mereka. Merindukan kehidupanku yang dulu, aku yang masih bisa
tersenyum dan memeluk orang tuaku. Bukan aku yang hanya sendiri dan merindukan
orang tuaku dengan banyak air mata. Menyebalkan.
Dimana Ibuku? Aku tidak
tahu dimana dia? Sedang apa dia? Apa dia tidur nyenyak? Apa dia bahagia di
surga sana? Aku benar-benar merindukannya, aku merindukan Ibu.
Entah kenapa aku tidak
memikirkan Ibu baruku itu, walaupun dia sudah tidak baru lagi sekarang. Ini
sudah bertahun-tahun berlalu, dan juga bertahun-tahun dia menjadi Ibuku. Sayangnya,
sama sekali aku tidak merasa kalau dia Ibuku, aku tidak menganggapnya sebagai
Ibuku. Bahkan aku tidak mau memandang wajahnya. Ini benar-benar gila, mungkin
aku anak durhaka. Tapi aku tidak bisa membuat hatiku menerimanya, aku terus
menolak kenyataan kalau Ibu kandungku sudah meninggal dan Ayahku sudah
memberikan Ibu lagi untukku.
Haha ... aku tidak tahu
kenapa aku menulis semua ini, seharusnya aku tidak membicarakan hidupku begitu
terbuka seperti ini, tapi yang aku inginkan hanya meringankan hatiku yang
dingin. Aku hanya ingin kembali menjadi aku yang dulu dengan semua kebahagiaan
masa kecilku. Aku hanya ingin membuat hidup ini lebih mudah, aku hanya ingin
menangis dan merubah apa yang sudah terjadi. Aku ingin bahagia.
Seseorang yang aku
sukai adalah Uzumaki Naruto, yah ... anak laki-laki fiksi itu. Aku suka
menonton Naruto Shipuden, aku suka dengan ceritanya yang sedikit mirip
denganku. Mirip? Apanya yang mirip? Naruto, dia yang sendirian. Dan Uchiha
Sasuke yang harus sendirian setelah dia merasakan hidup bersama keluarga. Itu
yang mirip denganku, kesendirian. Ough sudahlah, lupakan Naruto, aku tidak
terlalu menyukai ceritanya. Aku benci dengan penulis ceritanya. Bagaimana bisa
membuat cerita yang sangat menyebalkan seperti itu? Cerita yang membuat
tokohnya sakit hati, menangis, dan sendirian. Itu sungguh menyebalkan.
Saat ini, yang aku
inginkan saat ini, adalah bertemu dengan Ayahku. Aku merindukannya. Ah ini
terasa menyakitkan untukku. Disaat aku merindukan Ayahku, bahkan aku tidak bisa
mengatakan kalau aku merindukan Ayahku. Aku tidak bisa memeluknya, tersenyum
padanya, menatap wajahnya yang mungkin sekarang sudah sedikit keriput, karena
aku sudah besar sekarang.
Aku tidak bisa
mengatakan bagaimana perasaanku padanya, aku tidak bisa dengan jujur bicara
padanya tentang apa yang ada dalam hatiku, yang aku rasakan. Aku tidak bisa
membuatnya mengerti apa yang aku inginkan, Ayah mungkin terlalu mencintai istri
keduanya.
Aku tidak tahu harus
apa, harus bagaimana, harus kemana, dan apakah harus aku berhenti menangis?
Tidak, aku tidak bisa berhenti menangis karena aku sangat menyesal. Aku
benar-benar menyesal dan tidak bisa memaafkan diriku sendiri karena sudah
menjadi aku yang sangat jahat. Aku yang sudah menghancurkan hati orang tuaku,
aku yang mungkin membuat Ibu kandungku kecewa dengan apa yang aku lakukan. Ini
terlalu menyakitkan untukku.
Tidak ada seorangpun
yang mengerti bagaimana aku, tidak ada yang memelukku dan menghapus air mataku,
bahkan tidak ada seorangpun yang bertanya “Apa aku baik-baik saja?”
Aku benar-benar
sendiri. Aku hanya sendiri menghadapi semua ini, aku hanya sendiri dan terus
berusaha berjalan walalupun kedua kakiku sudah sangat lelah. Hatiku hancur, aku
tidak bisa berhenti menagis, aku kesepian, dan aku sangat menyesal.
Aku ingin mengatakan
kalau aku merindukan Ayah, aku ingin memeluknya, membuatnya tersenyum padaku.
Dan sebenarnya, aku ingin tahu bagaimana perasaan Ibu itu padaku. Apakah dia
baik padaku? Bagaimana dia menganggapku? Apa dia menyukaiku? Atau mungkin, apakah
dia meneriku sebagai anaknya? Aku ingin tahu itu.
Bisakah aku memperbaiki
hidupku ini? Melupakan masa lalu dan memulai cerita baru yang bahagia dengan
mereka, bisakah aku melakukan itu?
Tidak. Tidak mungkin.
Dan itu sungguh tidak mungkin!
Bagaimana mereka bisa
memaafkanku? Aku yang sudah menghancurkan hati mereka, aku yang selalu membuat
mereka sedih dan menangis. Aku benar-benar durhaka.
Tapi bisakah kita
kembali bersama? Aku merindukan saat itu, suasana bersama mereka. Aku
merindukan peraturan mereka, omelan mereka, teriakan mereka saat memarahiku,
senyuman mereka, dan tentunya pelukan hangat mereka. Bisakah aku mendapatkan
itu kembali?
Walaupun aku tidak bisa
membuat mereka memaafkanku, tapi setidaknya bisakah aku memohon?
Aku tahu, semua air
mata yang sudah keluar tidak akan bisa masuk kembali, hati yang sudah hancur
tidak akan bisa menyatu kembali, dan bekas luka tidak akan menghilang. Aku
sadar itu. Mungkin hati mereka sudah tertutup untukku, mereka pasti membenciku.
Pasti.
Baiklah, aku tidak bisa
berbuat apa-apa. Aku bukan Tuhan yang
bisa merubah takdir.
Yang aku inginkan
adalah bicara. Aku ingin mengatakan semuanya pada Ayah dan Ibuku, semua tentang
perasaanku, keinginanku, penyesalanku, dan tentunya aku ingin sekali mengatakan
maaf ku.
“Ayah, aku menyayangimu,
aku mencintaimu. Kau tahu Ayah, aku sangat bangga bisa mempunyai Ayah yang luar
biasa sepertimu. Aku beruntung bisa terlahir sebagai anakmu. Maafkan aku yang
tidak sempurna dan hanya memberi banyak kekecewaan untukmu, maafkan aku Ayah.
Kau Ayahku, Ayah yang rela melakukan apapun untukku, Ayah yang sangat
memperhatikanku, Ayah yang menyayangiku, Ayah yang selalu tersenyum padaku,
Ayah yang selalu membuatku tertawa, Ayah yang benar-benar hebat. Kau adalah
Ayah yang sangat sangat sangat dan sangat hebat. Tapi Ayah, aku juga berfikir,
kenapa kau harus menjadi Ayahku, aku yang sangat jahat seperti ini. Seharusnya
kau tidak menjadi Ayahku, kau hanya layak ditakdirkan dengan anak yang sangat
baik, anak yang juga hebat dan luar biasa sepertimu, bukan anak durhaka
sepertiku. Aku hanya membawa kekecewaan, aku hanya membuat masalah dan memberi
kesedihan. Aku selalu membuatmu menangis dan menghancurkan hatimu, aku tahu
Ayah, walaupun kau tidak menangis dihadapanku. Maaf Ayah. Ouh apa ini, aku
menangis ... haha ini menyedihkan untukku. Aku sangat merindukanmu Ayah, sangat
sangat merindukanmu. Dimana Ayah sekarang? Apa Ayah sudah makan dengan baik?
Apa Ayah tidur nyenyak? Apa Ayah sehat? Apa Ayah masih tetap gemuk seperti
dulu? Lalu bagaimana dengan asam uratmu, apa itu sudah sembuh? Ah kuharap Ayah
selalu baik-baik saja, selalu sehat dan bahagia, selamanya. Ayah, aku rindu
saat itu. Aku rindu masa kecilku bersamamu, masa kecilku yang benar-benar
bahagia. Ayah masih suka nonton film action tengah malam? Dulu kita selalu
nonton bersama, walau akhirnya pagi hari Ibu memarahi kita berdua, tapi itu
sangat menyenangkan. Ayah bilang jangan nonton film dewasa, tapi Ayah sendiri
yang memberiku film dewasa pada akhirnya. Ayah, apa kau merindukanku? Apa
pernah kau memikirkanku? Maafkan Aku. Sejak kau pergi meninggalkanku sendiri,
aku selalu memikirkanmu. Hanya kau satu-satunya yang aku punya setelah Ibu
meninggalkanku, aku sangat menyayangimu. Ayah, maaf karena aku tidak membuka
hati untuk Ibu baru yang kau berikan. Aku tahu itu untuk kebaikanku juga, tapi
aku tidak ingin menggantikan Ibu kandungku, aku sangat menyayanginya dan tidak
akan merubah cerita kalau dia satu-satunya Ibuku. Maaf karena aku berubah
menjadi jahat, aku sadar sejak aku berubah, aku sudah bukan putrimu lagi. Tapi
tidak ada yang bisa aku lakukan, aku tidak tahu harus bagaimana, aku hanya
terus menutup hatiku, membangun benteng besar antara kita untuk menyembunyikan
kesedihan hatiku, maafkan aku Ayah. Aku hanya ingin Ayah lebih perhatian
padaku, jangan terlalu sibuk bekerja dan melupakan aku, datang kesekolahku
mengambil raport, mengatakan ‘kau pasti bisa’ saat aku berhasil menjadi juara
lomba, dan tidak memintaku untuk tidak menjadi diriku yang sebenarnya. Aku
hanya ingin itu Ayah, aku ingin kita menjadi keluarga yang sangat bahagia. Tapi
mungkin itu terlalu sulit untukmu, kau juga harus tetap menjadi dirimu sendiri,
Ayah. Aku masih tetap bangga menjadi anakmu walau kau sebenarnya adalah Ayah
yang keras kepala dan kurang pengertian. Sudahlah, semua itu tidak penting
selagi kau masih tetap menjadi Ayahku yang luar biasa. Aku mencintaimu, Ayah.
Maafkan aku, maaf untuk semuanya. Walaupun kata maaf tidak akan bisa
mengembalikan hatimu yang hancur karenaku, tapi tidak ada yang bisa aku katakan
selain maaf. Maaf, maaf, maaf, maaf, maaf, dan maaf. Hanya itu yang bisa aku
katakan. Aku mencintaimu, aku juga sangat merindukanmu Ayah. Terima kasih sudah
menjadi Ayahku. Maafkan aku, Ayah”
Aku menangis lagi. Oh
air mata ini tidak mau berhenti keluar, mataku sudah perih dan sangat berair
sekarang. Aku jadi tidak bisa menulis, haha ... aku harus berhenti menangis.
“Untuk Ibu, Ibu tiriku,
ah sebenarnya aku tidak ingin menyebutmu seperti itu. Aku tidak suka kata
‘tiri’ karena itu terkesan kasar dan mengerikkan, tapi maafkan aku sudah
memanggimu seperti itu. Ah yah benar, aku harus minta maaf pada Ibu, selama ini
aku sudah sangat jahat dengan tidak menerima Ibu sebagai Ibuku. Maaf karena aku
juha tidak menganggap Ibu sebagai Ibuku, maafkan aku. Aku harap Ibu bisa
mengerti, aku hanya ingin tetap bersama Ibu kandungku. Aku tidak ingin ada
orang lain datang dan menggantikan posisinya, aku sangat mencintai Ibuku. Mohon
maafkan aku. Ini sulit untukku, maaf. Sebenarnya aku juga tidak mengerti kenapa
aku seperti ini, kenapa aku tidak mau membuka hatiku untukmu, kenapa aku
menolakmu, kenapa aku membencimu, aku tidak tahu kenapa. Padahal yang aku
lihat, kau sepertinya sangat baik. Kau baik mau menganggapku sebagai anakmu
dimata orang lain, kau bahkan terlalu baik untuk menerima luka karena aku. Maaf
karena aku menghancurkan hatimu, membuatmu menangis, mengecewakanmu, dan maaf
untuk semuanya. Aku tahu, hanya dengan maaf tidak akan mengembalikan semuanya.
Ibu masih akan mempunyai bekas luka dalam hatimu karena aku, atau bahkan
mungkin hatimu sudah sangat hancur berkeping karena aku. maaf, maafkan aku.
Terima kasih sudah menyayangi Ayahku seperti itu, dia sangat membutuhkanmu
untuk menjadi temannya karena aku sangat mengecewakan. Terima kasih untuk
semuanya, aku mohon maafkan aku ... Ibu”
Jika mungkin, rasanya
aku ingin sekali menatap wajah Ibu walaupun itu hanya satu detik. Selama ini
aku tidak pernah menatap wajah Ibu, aku juga bahkan tidak tahu bagaimana
persisnya Ibu. Maafkan aku.
“Ibu, Ibu kandungku,
maaf aku sudah membuatmu kecewa dengan menjadi anak yang jahat. Maaf karena aku
tidak menjadi perempuan seperti Ibu, aku tidak kuat dan pintar seperti Ibu, aku
tidak baik dan penyayang seperti Ibu, maafkan aku karena menjadi seperti ini.
Aku tahu selama ini Ibu mengawasiku, mungkin Ibu juga menangis melihatku
seperti ini. Maaf Ibu. Aku hanya ingin menjaga hatimu, aku hanya ingin kau
menjadi satu-satunya Ibu untukku dan istri untuk Ayah, aku ingin Ibu menjadi
cinta satu-satunya untuk Ayah. Tapi itu sepertinya tidak benar. Ayah masih
sangat mencintai Ibu, Ayah tidak melupakan Ibu walaupun dia bersama orang lain
sekarang. Ayah mencintaimu Ibu. Maaf karena tidak bersikap baik pada Ibu itu,
maaf mengecewakanmu. Aku selalu berharap bisa bertemu denganmu lagi di surga
nanti, dan aku memelukmu lagi seperti dulu. Maafkan aku untuk semuanya, Ibu.
Apa Ibu tahu? Aku sangat mencitai Ibu, dan aku sangat bangga bisa lahir dari
perempuan yang luar biasa seperti Ibu. Terima kasih sudah menjadi Ibuku, aku
mencintaimu. Maafkan aku Ibu”
Ah entahlah, aku tidak
tahu apa aku bisa berhenti menangis atau tidak sekarang. Air mata ini sudah
terlalu banyak dan membasahi kedua pipiku, juga bajuku. Aku sangat menyesal
dengan semua ini. Aku ingin menangis dan berteriak, aku ingin menangis.
Semua yang sudah
terjadi tidak bisa berubah, ini mungkin sudah takdir Tuhan. Aku harus seperti
ini untuk kembali sadar dan menjadi aku yang dulu.
Yang harus aku lakukan
sekarang adalah minta maaf pada orang tuaku, pada semua keluargaku, pada semua
orang-orang yang sudah aku sakiti. Aku berharap bisa melihat mereka lagi dan
meminta maaf, walau tidak banyak harapanku jika mereka akan memaafkanku. Tapi
setidaknya, itu yang harus aku lakukan.
Dan setelah itu, aku
harus benar-benar kembali menjadi aku yang dulu. Aku yang baik dan selalu
tersenyum. Yah, baiklah, aku akan mencoba menjadi diriku yang sesungguhnya. Aku
akan benar-benar berubah menjadi lebih baik, lebih baik lagi, dan menjadi aku
yang tidak menyakiti orang lain. Aku akan semangat dan terus berusaha.
Maafkan aku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar