Karena aku terus
bercerita tentang FF yang akan aku buat, sedang aku buat, dan yang belum aku
buat pada Yodongsaeng, akhirnya dia meminta sebuah FF untuknya. Dengan cast
Jeon Wonwoo Seventeen.
Sampai beberapa lama
dia terus meminta, dan aku tidak juga membuatnya, maka dia terus meminta dan
bertanya. Akhirnya aku hanya membuat kerangka karangannya saja, tapi kemudian
itu berubah dan menjadi sebuah cerita seperti ini.
Ah sudahlah, jika
cerita ini tidak memuaskan, aku minta maaf. Mungkin aku adalah author yang
payah, itu karena aku hanya amatir. Aku menulis cerita hanya untuk kesenanganku
saja.
Tapi cerita ini spesial
untuk Yodongsaeng. Aku membuatnya dalam tekanan dan fikiran kau akan tidak
menyukai ceritanya, banyak komplain, protes, marah, dan sebagainya. Jadi mohon
terima saja cerita yang kubuat spesial untukmu dengan cast salah satunya Jeon
Wonwoo. Terserah kau mau apa padaku, tapi yang jelas ini untukmu.
Terima kasih.
--------------
%%%%%%%%%%%%% -------------
Tittle : Last Smile
Genre : Romance
Rate : 15
Length : Oneshot
Author : Cifa Rakayzi
Main cast : Jeon Wonwoo // Jung Jineul
“Saat
hati sudah memilih cinta sejatinya, dia akan memberikan apapun untuknya, bahkan
seluruh hidupnya sekalipun. Karena cinta itu tulus dan suci. Semua pengorbanan
diatas namakan cinta. Cinta sejati”
--------------
%%%%%%%%%%%%% -------------
Sebuah ambulance baru
saja sampai di rumah sakit, dan dengan segera beberapa perawat berlari membawa
seorang gadis dari dalam ambulance, membawanya secepat mungkin ke ruang UGD untuk
memberikan pertolongan dan yang terpenting adalah menolong nyawanya.
“Detak jantungnya terus
melemah dokter, kita harus segera mengambil tindakan”
“Baiklah, kita lakukan”
“Dokter, tekanan
darahnya juga terus turun. Kita harus cepat dokter”
“Siapkan ruamh operasi”
“Baik”
Ruang UGD yang memang
dasarnya selalu sibuk itu kembali semakin sibuk, gadis yang baru datang itu
kritis, dia harus segera dioperasi. Kepanikan semakin membuat keluarga gadis
itu tidak bisa menahan air matanya, mereka sudah tidak punya kekuatan untuk
tetap berdiri dan memaksakan berkata ‘tidak apa-apa, dia akan baik-baik saja’.
--------------
%%%%%%%%%%%%% -------------
Tujuh hari kemudian.
“Jung Jineul Agashi!”
seorang perawat sedikit membentak gadis yang berusaha keluar dari kamarnya dan
melepas selan infus dari tangannya. Perawat itu sudah dari tadi membujuk gadi
bernama Jung Jineul itu untuk tetap berbaring dan memasang kembali selang
infusnya, tapi gadis itu benar-benas keras kepala.
“Aku tidak mau! Disini
membosankan, dan aku tidak mau!”
“Keundae, kau baru
selesai operasi, jadi dengan sangat aku mohon padamu untuk kembali berbaring
dan aku akan memasang kembali selang infusnya”
“Shireoyo!”
“Jineul-sshi ... hey
Ya! Kau mau kemana?” perawat itu langsung berlari mengejar Jineul yang dengan
cepat berlari meninggalkan kamarnya, bahkan larinya terlalu cepat untuk
seseorang yang baru selesai operasi.
Seperti biasa, suasana
di rumah sakit tidak pernah sepi. Selalu ada banyak orang yang datang dan
pergi, entah itu kerena mereka sakit atau menjenguk yang sakit. Dan suasana itu
sangat mendukung untuk melarikan diri dari perawat.
“Haha ... Eonnie itu
larinya lambat” Jineul tertawa sambil mengatur kembali nafasnya yang masih
tidak beraturan karena berlari tadi. Sekarang dia berhasil melarikan diri.
Di balkon ini, begitu
tenang. Angin yang berhembus bisa dirasakan dengan segar, pemandangan kota
sangat indah dari atas sini. Tapi tetap saja, sebagus apapun itu, tidak akan
bisa menjadi sangat bagus jika dilihat dari sebuah balkon rumah sakit.
“Ouh segarnya, disini
menyenangkan. Kenapa aku harus selalu berbaring dikamar jika aku bisa melihat
keluar seperti ini” Jineul menyandar dipagar balkon, merentangkan kedua
tangannya dan tersenyum menghirup udara luar yang sudah seminggu tidak bisa dia
rasakan.
“Kau suka tempat ini?”
Tiba-tiba saja sebuah
suara yang sedikit besar mengagetkan Jineul, dia langsung berbalik dan melihat
seorang pria sedang berjalan menghampirinya.
“Neo, nuguseyo?”
“Aku juga suka tempat
ini. Disini selalu tidak banyak orang, dan juga aku bisa melihat jalanan dari
atas sini. Ini menyenangkan” pria itu tersenyum, dan juga menyandarkan tubuhnya
di pagar balkon.
“Mwo? Memangnya siapa
kau ini?”
“Ya! Apa kau tidak bisa
melihat pakaianku?” pria itu menunjuk pakaiannya dan kembali menatap Jineul.
“Pakaian kita sama, apa
kau juga pasien disini?” Jineul memperhatikan pakaian yang mereka pakai,
pakaian rumah sakit.
“Geurae, sejak beberapa
hari lalu aku tinggal disini”
“Eoh geurae. Apa kau
selalu kesini?”
“Begitulah. Aku selalu
kesini jika bosan dengan kamarku, atau aku akan selalu disini seharian sampai
perawat memaksaku kembali ke kamar”
“Ah iya, perawat itu
memang menyebalkan. Mereka selalu menyuruh berbaring setiap saat, mereka tidak
tahu bagaimana rasanya berbaring diam tanpa melakukan apapun”
“Ne, terus berbaring
pada akhirnya hanya memperburuk keadaanku”
“Setuju, aku juga
sepertimu. Jalan-jalan seperti ini membuatku lebih baik, apalagi menghirup
udara segar diluar, bukan hanya udara yang itu-itu saja dikamar pengap. Aah ini
menyenangkan” Jineul tersenyum dan merentangkan kedua tangannya lagi,
membiarkan rambut hitam panjangnya berantakan tertiup angin.
“Haha ... kyeopta”
“Mwo?” Jineul melirik
pria disampingya yang tertawa.
“Anio, aku tidak
mengatakan apapun”
“Aish menyebalkan.
Sudah jelas kau mengatakan sesuatu tadi ...”
“Anio, aku bilang bukan
apa-apa. Eoh lihat itu...” pria itu langsung menunjuk sesuatu dibawah, untuk
mengalihkan perhatian sebenarnya.
“Apa?” Jineul
mengedarkan kedua matanya melihat jalanan dibawah sana.
“Banyak mobil yang
melaju, haha”
“Ya! Kukira apa,
menyebalkan”
Mreka tertawa. Walaupun
ini adalah pertemuan pertama mereka, tapi ternyata tidak ada kecanggungan
sedikitpun. Mereka berdua bisa menjadi sangat akrab dalam sekejap, dan itu
menyenangkan. Mempunyai teman yang bisa membuatmu tersenyum di rumah sakit
adalah hal yang paling menyenangkan.
“Jineul-sshi ... Jung
Jineul!”
“Ommo!” Jineul langsung
membulatkan matanya saat berbalik dan melihat dua orang perawat sedang berlari
menghampirinya.
“Jineul-sshi, disini
kau rupanya. Kenapa berlari secepat itu, membuat kami lelah saja”
“Eonnie, aku tidak
memintamu untuk mengejarku”
“Aish. Tentu saja kami
harus mengejar pasien yang kabur dari kamarnya, ayo kembali!” kedua perawat itu
langsung menggandeng tangan Jineul.
“Aaah ...” tapi
tiba-tiba saja Jineul terjatuh.
“Gwaenchana
Jineul-sshi?”
“Ani, aku pusing”
“Sudah kubilang untuk
tetap berbaring diranjangmu, kenapa malah berlarian kesana kemari dan __ Eoh,
bukankah kau pasien kamar 906?” seorang perawat memperhatikan pria yang bersama
Jineul.
“Ah ne, dia juga pasien
yang selalu kabur dari kamarnya” jawab perawat yang satunya.
“Aissh ternyata kalian
mengenalku, Ahjumma?” pria itu hanya tersenyum dan sedikit menjauh dari mereka.
“Ya! Kenapa kau selalu
disini dan merepotkan hah?” dan seorang perawat lagi datang menghampiri mereka
dengan nafas ternegah-engah.
“Annyeong perawat Choi”
pria itu tersenyum dan melambaikan tangannya menyambut perawatnnya datang.
“Eoh, kalian juga
disini, perawt Kim dan perawat Han?”
“Ne, Agashi ini kabur
dari kamarnya”
“Ah arasseo. Baiklah,
sekarang kita akan kembali ke kamar masing-masing. Annyeong perawat Kim,
perawat Han, dan Agashi”
“Ne, annyeonghaseyo”
Akhirnya dua perawat
dan Jineul pergi dari sana, dan yang tersisa adalah pria itu dan perawatnya
sekarang.
“Kenapa tersenyum? Kau
juga Tn.Jeon, cepat kembali ke kamarmu sekarang. Ini waktunya aku menyuntikmu”
perawat Choi memberikan tatapan laser pada pria itu.
“Ah geurae haha, kajja”
mereka berdua juga akhirnya pergi dari sana, kembali ke kamar masing-masing.
------ %%%%% ------
Jung Jineul masih
berbaring diranjangnya, dengan musik keras yang dia nyalakan dari ponsel dan
sebuah buku cerita ditangannya.
“Annyeong Jineul-ah”
seorang wanita masuk dan membawa banyak barang.
“Eomma akhirnya datang
juga, aku sangat bosan Eomma!” Jineul langsung merajuk dan melemparkan bukunya,
lalu berlari menghambur kepelukan Eommanya.
“Jineul-ah, bukankah
Eomma sudah memberikanmu banyak buku untuk kau baca?”
“Tetap saja, itu akan
membosankan jika aku terus membaca buku dan berbaring disini”
“Geurae, Eomma
mengerti. Keundae Jineul-ah, kau harus bersabar sebentar lagi. Eomma mohon
padamu untuk menuggu sebentar lagi, ne?”
“Ani Eomma. Aku sudah
tidak suka disini, dari kemarin Eomma selalu bisang sebentar lagi, tapi sampai
kapan? Aku masih tetap disini, bahkan selang infus ini masih menusuk tanganku.
Aku ingin pulang Eomma, aku hanya ingin dirumah”
Eomma menyimpan semua
barang bawaannya dan memeluk putri satu-satunya itu, membelai lembut rambutnya,
dan memeluknya sangat erat. Sebenarnya ini juga sangat berat untuknya, bukan
hanya Jineul yang tidak suka dengan rumah sakit, tapi Eomma juga tidak suka
Jineul terus disana. Tapi mau bagaimana lagi, kondisi Jineul terus menurun dan
mereka masih belum menemukan donor hati untuknya.
“Eomma, apa kau menangis?”
Jineul berusaha melepaskan pelukan itu, tapi Eomma memeluknya sangat erat.
“Anio, Eomma tidak
menangis”
“Eomma mianhae, jangan
menangis”
“Jineul-ah, Eomma tahu
perasaanmu, tapi bisakah kau tetap disini sebantar lagi sampai Eomma bisa
menemukannya untukmu. Eomma ingin kau selalu menjaga dirimu dengan baik, kau
harus tetap kuat Jineul-ah”
“Eomma, jangan menangis
seperti ini. Mianhae Eomma, aku tidak akan seperti ini lagi, aku akan menunggu
dan menjaga tubuhku dengan baik. Jangan menangis Eomma”
“Eomma tidak menangis.
Sudah ... ayo kita makan sekarang, Eomma membawakan puding strawbery
kesukaanmu” Eomma melepaskan pelukannya dan membuka satu persatu tas yang
dibawanya tadi.
“Woah Eomma, kau juga
bawa semua ini?” Jineul langsung tersenyum melihat Eomma mengeluarkan PSP,
majalah, novel, dan banyak barang lainnya dari dalam tas.
“Geurae, ini semua
untuk menghilangkan rasa bosanmu. Kau bisa bermain bersama mereka disini dan
tidak akan bosan”
“Ne Eomma, gomawo”
“Eomma sengaja mem__
Jineul-ah hidungmu ...” Eomma langsung mengambil tissue dan menghampiri Jineul.
“Waeyo? Kenapa dengan
hidung__ Aaaissh darah lagi” Jineul
mengusap hidungnya setelah tahu kalau dia mimisan lagi. Eomma juga membantu
membersihkan darah itu.
“Jineul-ah sebentar,
Eomma akan memanggil suster” Eomma memberikan tissue pada Jineul dan dia
keluar.
“Aku baik-baik saja
Eomma!” tapi teriakan Jineul tidak dihiraukan Eomma, dia tetap saja pergi untuk
mencari suster.
“Ah kau ini,
menyebalkan. Kenapa kau terus seperti ini? Sampai kapan kau akan hidup dalam
tubuhku? Sampai kapan kau akan menghancurkan hidupku? Aku membencimu! Kau
selalu membuat Eomma menangis” Jineul terus menekan hidungnya untuk
menghentikan darahnya keluar lagi. Sebenarnya, dia sudah lelah bicara dengan
penyakit dalam tubuhnya, toh penyakit itu tidak bisa mendengarnya dan tetap
saja merusak tubuhnya.
Beberapa lama kemudian.
“Eomma ...” Jineul
membuka selimut yang menutupi wajahnya dan melirik Eomma yang sedang menata vas
bunga disampingnya.
“Wae? Apa kau pusing?”
“Ani. Aku hanya bosan,
bolehkah aku keluar?”
“Ani. Diluar tidak
baik, udaranya semakin dingin. Lebih baik kau tetap berbaring disana”
“Ini musim dingin, aku
ingin melihat saat salju pertama turun”
“Bukankah kau bisa
melihat dari jendela?”
“Aku tidak mau. Itu
akan sangat menyenangkan jika kita diluar dan bisa merasakan dinginnya salju,
bukankah dulu Eomma selalu mengajakku melihat saljut perta turun?”
“Sekarang Eomma tidak
lagi suka dengan itu, lebih baik duduk dan membaca buku” Eomma tersenyum dan
memberikan sebuah buku pada Jineul.
“Shireo Eomma! Aku
tidak ingin membaca buku, aku hanya ingin keluar. Ayolah Eomma biarkan aku
keluar dari sini, aku juga tidak akan melepaskan infusanku, Eomma ayolah”
“Tidak boleh” Eomma
duduk di sofa dan membaca buku.
“Eomma, ayolah Eomma
yang baik biarkan aku keluar sebentar, aku bosan disini terus Eomma! Aku akan
lebih baik jika bermain diluar, Eomma kajja!”
“Aigoo. Kau memang
keras kepala. Baiklah, kau boleh keluar dengan kursi roda. Tunggu sebenatar,
Eomma akan mengambilnya untukmu” Eomma keluar.
“Ah baiklah, kursi roda
tidak buruk. Terpenting adalah keluar dari kamar ini!”
Akhirnya Jineul bisa
juga keluar dari kamarnya, walaupun dia harus mengenakan jaket tebal, syal,
kupluk, dan duduk dikursi roda. Tapi udara diluar lebih baik daripada dikamar.
Jineul di taman sekarang, Eomma hanya membawanya ke taman.
“Eomma, kapan Appa akan
menjengukku?”
“Ya! Kau ini. Bukankah
baru kemarin Appa menjengukmu?”
“Tapi itu satu hari
yang lalu Eomma, aku merindukan Appa”
“Sudahlah, Eomma datang
juga sudah cukup untukmu. Biarkan Appa bekerja, jangan menganggunya”
“Aissh Eomma ... ayolah
suruh Appa kesini”
“Eoh Annyeonghaseyo”
seorang pria menghampiri mereka, pria itu tersenyum dan membungkuk memberi
salam. Sebenarnya pria itu adalah pria yang bersama Jineul di balkon kemarin.
“Kau? Oh kau yang
dibalkon?” Jineul tersenyum dan menunjuk pria itu.
“Ne, annyeonghaseyo”
“Eomma, ini temanku.
Dia dan aku bertemu saat kami kabu__mmh haha ... maksudku kami bertemu tidak
sengaja waktu itu” Jineul tersenyum dengan perkataannya, hampir saja dia
memberi tahu Eomma kalau dia kabur dari
kamarnya.
“Eoh kau teman Jineul?”
Eomma tersenyum melihat pria itu.
“Annyeonghaseyo
Ahjumma”
“Siapa nam__” Drrrt drrrt dan ponsel Eomma bergetar,
memberi tahu kalau ada telfon masuk untuknya. “Ah maaf, sepertinya Eomma harus
pergi sebentar”
“Ne Ahjumma, silahkan”
Eomma mengangkat telfon
itu dan berjalan beberapa langkah menjauh dari mereka.
“Hey, sejak kapan aku
menjadi temanmu, Agashi?” pria itu duduk dikursi disamping Jineul.
“Ah itu, bukankah kita sudah
ngobrol waktu itu, kenapa kau sombong sekali?”
“Ani, bukan begitu. Aku
hanya tidak ingat kalau kita pernah berkenalan dan menjadi teman”
“Eoh aku lupa, kita
bahkan belum berkenalan waktu itu. Kenalkan, aku Jung Jineul, pasien kamar 899”
Jineul mengulurkan tangannya dan tersenyum.
“Dan aku adalah pasien
kamar 906, Jeon Wonwoo. Senang berkenalan denganmu”
“Jineul-ah, sepertinya
Eomma harus pulang sekarang. Ahjumma dirumah ada sedikit masalah, jadi tidak
apa-apa jika Eomma pulang?” Eomma kembali menghampiri mereka dengan ekspresi
sedikit bingung.
“Ne, Eomma pulanglah.
Aku akan baik-baik saja disini”
“Ahjumma, biar aku saja
yang mengantar Jineul ke kamarnya”
“Eoh begitu, baiklah
terima kasih. Kalau begitu Eomma pergi sekarang, annyeong”
“Ne annyeonghaseyo Ahjumma”
Akhirnya Eomma pergi
dengan cepat, sepertinya urusan dirumah sedikit serius sampai membuat
ekspresinya seperti itu. Tapi tidak apa-apa, semuanya akan baik-baik saja.
“Jineul-sshi,
sepertinya kemarin kau masih berlari, kenapa sekarang kau duduk disini?” pria
bernama Wonwoo itu menunjuk kursi roda yang diduduki Jineul.
“Eomma memaksaku untuk
memakainya jika aku ingin keluar, jadi terpaksa aku harus memakainya. Bukankah
ini tidak buruk?”
“Tentu saja, kursi roda
bukan sesuatu yang buruk. Dulu aku juga selalu memakainya, bahkan sekarangpun
aku kadang memakainya untuk keluar”
“Keundae, Wonsoo-sshi,
apa boleh aku bertanya padamu?”
“Tentang apa?” Wonwoo
menatap Jineul.
“Sudah berapa lama kau
disini?”
Wonwoo sedikit
mengerutkan keningnya, dia tersenyum dan kembali menatap Jineul sebelum
menjawap pertanyaan itu. “Entahlah, mungkin hampir dua minggu”
“Eoh, aku sudah
seminggu disini”
“Kenapa kau bisa masuk
hotel aneh ini?”
“Hotel aneh?” Jineul
mengernyitkan alisnya menatap Wonwoo.
“Yah, hotel aneh. Aku
tidak mau menyebut nama tempat ini, jadi aku menyebutnya hotel yang membosankan
dan aneh. Wae?”
“Ani, aku hanya tidak
mengerti kenapa ini bisa disebut hotel. Tapi sudahlah, itu tidak penting kita
mau menyebut tempat membosankan ini apa ... haha benar?”
“Yups, just right. Dan
hey ... kau belum menjawab pertanyaanku tadi”
“Aku tidak ingat kenapa
aku kesini, saat aku terbangun, aku sudah berada disini dan mereka bilang aku
sudah operasi. Tapi sayangnya operasi itu sama sekali tidak berguna, aku masih
tetap seperti ini. Menyebalkan!”
“Kau sakit apa?”
“Molla. Hanya saja aku
tahu kalau sesuatu hidup dalam tubuhku sejak aku lima tahun, dan sampai
sekarang dia terus membuatku sakit. Dia tidak pernah membiarkan aku seperti
anak-anak lain, dia hanya menyakitiku dan sangat menyebalkan”
“Arasseo, aku juga
punya sesuatu dalam tubuhku. Dia membuatku terus datang ke hotel ini, bahkan
dia juga mengambil teman-temanku”
“Apa maksudmu?”
“Anio. Maksudku adalah
kapan salju akan turun? Aku selalu menunggu salju pertama di musim dingin turun,
itu menyenangkan”
“Ah geurae, aku juga
menyukainya. Saat hari pertama salju turun, maka hari itu semua kebohongan akan
dimaafkan”
“Ya! Bukankah itu hanya
perkataan dalam drama?”
“Anio, bukan hanya
dalam drama, tapi itu juga ada dalam kehidupan nyata. Apa kau tidak tahu hal
semacam itu hah?”
“Aku tidak percaya
sesuatu seperti itu”
“Lalu kenapa kau
menyukai hari pertama salju turun?”
“Karena saat itu aku
merasa kalau aku akan tetap kuat untuk melihat salju turun ditahun berikutnya,
tahun berikutnya lagi, dan seterusnya”
“Aah dasar kau ini!”
“Ya! Kenapa kau
tertawa?”
“Anio” Jineul menutup
wajahnya dengan syal, tapi masih tetap terdengar kalau dia sedang tertawa
disana.
“Jung Jineul, berapa
umurmu sekarang?”
“Wae? Kenapa bertanya
itu?”
“Jawab saja!”
“Aku lahir 19 Februari
1999, jadi ehmm umurku sekitar ... 16 tahun. Waeyo?” Jineul membuka syalnya dan
menatap Wonwoo yang terlihat serius sedang menghitung sesuatu.
“Dan aku lahir 17 Juli
1996, umurku 19 tahun sekarang, dan itu berarti aku lebih tua darimu”
“Geurae, lalu apa?”
“Mulai sekarang jangan
sembarangan mentertawakan aku seperti tadi, dan juga jangan berteriak padaku
seperti tadi. Kau harus menghormati orang yang lebih tua darimu”
“Aissh kukira apa,
baiklah Sunbaeniem”
“Sunbae? Aku bukan
siapa-siapa mu kenapa kau panggi aku Sunbae?”
“Lalu harus apa?
Bagaimana aku memanggilmu hah? Apa Wonwoo saja, atau apa?”
“Emmh ... karena aku
lebih tua, jadi mungkin kau ... kau bisa memanggilku Oppa. Aku akan menjadi
Oppamu selama di hotel ini, eottae?”
“Oppa? Baiklah, aku
setuju. Wonwoo Oppa ... haha”
Setelah tahu nama
masing-masing, mereka semakin akrab. Banyak membicarkan ini dan itu, berbagi
cerita tentang kehidupan mereka, dan lainnya. Hubungan mereka menyenangkan.
------ %%%%% ------
Udara semakin dingin
karena salju sudah semakin banyak turun, perlahan menutupi semuanya, membuat
pemandangan menjadi berwarna putih. Dimana-mana hanya ada salju, semua pohon
atap rumah ditutupi salju.
Tapi semua itu sama
sekali tidak menganggu kegiatan di rumah sakit. Dokter dan perawat masih
memeriksa yang sakit, berusaha menolong dan menyembuhkan mereka. Begitu juga
dengan semua pasein, mereka tidak kehilangan satu persen-pun semangat mereka
untuk kembali sehat. Mereka selalu tersenyum dan yakin kalau mereka bisa
bertahan, mereka bisa mengalahkan penyakit itu, dan kembali tertawa bahagia
seperti dulu. Semuanya akan sehat, semoga.
Sekarang, Jineul dan
Wonwoo masih duduk tangga darurat dan menikmati beberapa snak. Mereka berhasil
mendapatkan snak itu setelah diam-diam lari dari perawat, dan membelinya.
Menyenangkan.
“Oppa, apa kau punya
pacar atau teman wanita selain aku?”
“Ani” Wonwoo
menggelengkan kepalanya dan tersenyum, lalu kembali memenuhi mulutnya dengan
snak yang dimakannya.
“Wae? Apa Oppa tidak
suka wanita tau karena tidak ada wanita yang mendekatimu?”
“Dulu aku hanya
memiliki beberapa teman, dan kami akan kemoterapi bersama. Kami selalu tertawa
bersama walaupun sama-sama sakit saat saat itu, tapi kami senang bisa bersama.
Sampai perlahan, satu persatu dari mereka pergi. Dan sejak itu aku tidak punya
teman lagi, lalu kau datang dan mengaku menjadi temanku”
“Ouh Oppa, tega sekali
kau bicara seperti itu. Bagaimana kau masih mengingat hal itu, sudah kubilang
kalau waktu itu aku mengira kau mau menjadi temanku”
“Baiklah, aku bercanda”
“Lalu, kenapa kau tidak
mencari teman lagi? Yeojachingu misalnya...”
“Entahlah, mungkin kau
benar juga. Tidak ada yang mendekatiku, jadi aku tidak punya teman. Dan aku
tidak ingin mempunyai teman”
“Waeyo?” Jineul meneguk
minumannya lalu merebut snak dari tangan Wonwoo.
“Karena aku tidak mau
membuat hubungan dengan siapapun, mungkin itu hanya membuang waktu saja. Lagi
pula, walaupun tidak punya teman, aku masih bisa bermain seperti biasa”
“Aih benar, Oppa benar
sekali. Kita masih bisa bermain dan tersenyum walaupun tidak punya teman.
Karena aku juga sama, sejak dulu tidak ada yang mau bermain denganku. Mereka
selalu menganggap kalau aku lemah dan merepotkan”
“Mungkin mereka benar,
kau memang selalu merepotkan”
“Ya! Oppa sama saja
dengan mereka, menyebalkan”
“Ish. Sudah kubilang,
jangan berteriak seperti itu padaku!”
“Terserah, jika aku mau
berteriak maka aku akan berteriak, kenapa kau melarangku?”
“Karena kau berteriak
padaku, mungkin jika kau berteriak pada orang lain maka aku tidak akan
melarangmu. Babo”
“Aissh menyebalkan.
Sudahlah, aku tidak ingin snak ini. Aku akan kembali ke kamarku, ini” Jineul
memberikan snak itu kembali pada Wonwoo, dia beranjak dan menaiki anak tangga.
“Eoh ... ini lagi ...
kenapa harus selalu datang?” Wonwoo menutup hidungnya, dia memakai lengan
bajunya untuk menghapus darah yang keluar dari hidungnya.
“Oh Oppa ... aku__
nado?” Jineul berbalik setelah menyadari kalau dia mimisan lagi, tapi dia
melihat Wonwoo juga sedang menutup hidungnya. Dan akhirnya mereka tertawa.
“Kenapa seperti ini?”
Wonwoo naik mendekati Jineul.
“Mereka keluar
bersamaan, apa makdusnya ini?”
“Ini artinya, kita
harus segera kembali ke kamar masing-masing sebelum ada perawat yang datang dan
menusuk kita dengan jarum suntik”
“Ah geurae, kita harus
cepat kembali”
“Dan mendapat tusukan
sakit dari jarum suntik lagi”
Akhirnya karena mereka
seperti itu, mereka harus kembali ke kamar masing-masing. Kembali berbaring dan
istirahat, menunggu perawat memberikan obat untuk membuat mereka sedikit
bertenaga kembali. Walaupun semua itu menyakitkan, tapi tidak ada cara lain
untuk tetap tersenyum.
Malam ini, salju tidak
turun. Karena mungkin langit juga butuh istirahat untuk menurunkan saljunya.
Tidak ada bintang dilangit, yang ada hanya langit gelap dan dingin.
“Aku masih tetap
seperti ini, tidak ada yang menjadi lebih baik dalam tubuhku, hanya semakin
memburuk. Appa, mianhae”
“Anio, kau tidak harus
minta maaf, ini bukan salahmu. Semua ini sudah menjadi cerita dalam skenario
Tuhan”
“Tapi aku selalu saja
membuat Appa sedih, aku bahkan tidak menemanimu dirumah”
“Gwaenchana, Appa
baik-baik saja. Seharusnya aku yang minta maaf padamu, aku tidak bisa menjadi
Appa yang baik untukmu, Appa yang menjagamu dengan baik, mianhae”
“Tidak Appa, kau sudah
banyak membantuku” Wonwoo memegang tangan Ayahnya yang sedikit gemetar.
“Maafkan aku tidak bisa
membuatmu lebih baik, aku hanya bisa seperti ini”
“Appa, berhenti seperti
itu. Aku akan kembali sehat dan membuang penyakit sangat jauh, setelah itu aku
akan hidup bahagia dengan Appa. Geurae?”
“Ne, cepatlah sembuh
dan kita akan hidup bersama dengan baik” Appa memeluk Wonwoo.
“Ah sudahlah, kenapa
kita menangis seperti ini. Bukankah Appa selalu mengatakan kalau seorang
laki-laki tidak boleh menangis?”
“Geurae, kita tidak
boleh seperti ini. Tersenyumlah ...”
“Hahahaha ....” Wonwoo
tertawa sangat kencang, menghapus air matanya dan membentangkan kedua tangannya
merasakan hembusan angin malam yang dingin.
“Eoh, siapa itu?” saat
berbalik, Appa melihat Jineul yang datang bersama perawat Han.
“Jineul-sshi?” Wonwoo
ikut berbalik.
“Annyeonghaseyo” Jineul
tersenyum.
“Appa, dia temanku”
Wonwoo langsung menuntun ayahnya untuk berkenalan dengan Jung Jineul.
“Annyeong, aku ayahnya
Wonwoo”
“Annyeonghaseyo
Ahjusshi, Jineul imnida. Maaf jika sudah mengganggu, tadinya aku kira tidak ada
siapapun disini, jeosonghamnida”
“Anio, kita hanya
sedang mengobrol. Kau bergabunglah”
“Ne, gamsahamnida”
“Appa, dia ini sangat
kuat. Dia sering menjadi teman kaburku disini, dia hebat Appa”
“Jinjja? Eoh
Jineul-sshi, kenapa kau ikut kabur seperti Wonwoo? Itu tidak baik untukmu”
“Anio Ahjusshi, aku
hanya pernah beberapa kali mengikutinya”
“Ya andwae, kau selalu
mengikutiku pergi. Kau bahkan lebih bisa melarikan diri dengan baik daripada
aku disini”
“Eoh kalian bicaralah
berdua, Appa akan menunggu dikamarmu”
“Ne, aku juga akan
menunggumu disana” perawat Han menunjuk kursi yang tidak jauh dari balkon itu.
“Appa waeyo?”
“Tidak apa-apa, kalian
bicaralah” akhirnya Wonwoo Appa dan perawat Han pergi meninggalkan mereka
berdua dibalkon itu.
“Eoh, mereka aneh
sekali”
“Mungkin karena kita
selalu berdua, jadi mereka__”
“Ya Jung Jineul! Apa
kau berfikir aneh-aneh?” Wonwoo langsung mengacak rambut Jineul.
“Anio, aku tidak
berfikir apa-apa. Aku hanya bilang kalau mereka menyuruh kita berdua, memangnya
apa yang kau fikirkan tentang aku?”
“Mwo? An-anio, aku juga
tidak berfikir aneh-aneh” Wonwoo berbalik dan menggaruk kepalanya.
“Oppa, baru kali ini
aku bertemu dengan Ayahmu”
“Karena Ayahku selalu
berkerja, jadi dia hanya bisa mengunjungiku malam setelah dia selesai bekerja”
“Oppa dan Ahjusshi juga
menyukai tempat ini?”
“Geurae, kami selalu
bicara disini dan memandang langit. Melihat bintang, dan juga ... melihat Ibuku
dilangit sana”
“Memangnya kenapa
dengan Ibumu?”
“Eomma meninggal saat
melahirkanku. Itu kadang membuatku merasa bersalah sudah membuat Eomma pergi
karena aku”
“Ani Oppa, itu bukan
karenamu. Itu hanya cerita dari skenario Tuhan”
“Ya! itu perkataan
Ayahku, mana boleh kau menjiplak?”
“Mian, aku hanya
mendengarnya sedikit tadi”
“Eoh, kenapa kau
disana? Bukankah kau selalu ingin berlarian sendiri” Wonwoo menunjuk kursi roda
yang dipakai Jineul.
“Kakiku tidak mau
bergerak, aku jadi tidak bisa berdiri. Dan terpaksa, aku harus memakai ini”
“Sebenarnya mau apa kau
kesini?”
“Aku hanya ingin
melihat bintang, tapi sepertinya tidak satupun bintang muncul dilangit
sekarang. Aku bosan dikamar dan membaca buku terus”
“Tentu saja, aku tahu
itu sangat bosan. Aku juga bosan terus berbaring dikamar. Dan eoh, kau juga
memakai ini haha ... Sepertinya kau benar sakit?” Wonwoo tertawa dan memainkan
infusan Jineul.
“Aku juga terpaksa
memakai ini, aku terlalu lelah hari ini” Jineul tersenyum hambar.
“Tadinya aku juga harus
memakai itu, tapi aku terus berlari dan kabur hahaha”
“Oppa, mungkin kau juga
harus memakai ini”
“Ah tidak mau, itu
menyakitkan saat tanganku ditusuk jarumnya”
“Baiklah, terserah kau
saja. Oh disini dingin sekali, sebaiknya aku kembali ke kamar. Aku pergi dulu,
annyeong” Jineul menepuk perut Wonwoo dan melambai pada perawat Han untuk
kembali mengantarnya ke kamar.
“Annyeong Jung Jineul.
Kita akan berlari besok ditaman, jadi cepatlah gerakkan kakimu!” Wonwoo sedikit
berteriak dan melambaikan tangannya pada Jineul yang sudah jauh didepannya.
“Arasseo” jawab Jineul
juga sedikit berteriak.
“Kita akan men__ ouh ow
perutku ...” Wonwoo terjatuh dan kembali menutup hidungnya yang mimisan. “Dowajuseyo
... dowajuseyo, baega apayo jebal ...”
Tidak lama, beberapa
perawat datang dan membawanya kembali kekamarnya. Mungkin ini karena Wonwoo
terus berlari dan tidak mau di infus, itu kekanakan sekali memang, tapi juga
menyakitkan.
------ %%%%% ------
Tok
tok tok
Wonwoo tersenyum saat
melihat Jineul datang, dan dia masih di kursi roda jadi ditemani Perawat Han.
“Kita sudah sampai”
perawat Han berhenti mendorong kursi roda Jineul setelah dia berada dihadapan
ranjang Wonwoo.
“Eonnie, gomawoyo”
“Ne, cheonmayeo. Kalau
begitu aku pergi dulu, kalau kau mau pergi, bisa panggil aku”
“Ne Eonnie gomawo”
Jineul tersenyum pada perawat Han yang pergi meninggalkan mereka.
“Daebak!” Wonwoo
bertepuk tangan dan tersenyum pada Jineul.
“Waeyo?”
“Kau bisa memanggil
perawatmu Eonnie, bahkan aku juga tidak bisa memanggil perawat Choi dengan
sebutan Noona. Benar-benar hebat kau ini”
“Itu karena kau selalu
membuat perawat Choi kesal, jadi dia tidak suka denganmu”
“Mungkin karena aku
tidak terlalu tampan”
“Yah, itu benar juga.
Eoh Oppa, lihat dirimu, kemarin kau yang bersemangat dan berteriak kalau kita
akan berlari ditaman, tapi sekarang kau berbaring seperti ini?”
“Aissh itu, keunyang
... diluar terlalu dingin dan saljunya tebal, lebih baik berbaring dibawah
selimut hangat. Kau juga seharusnya dikamarmu, kenapa memaksa kesini dengan
kursi itu?”
“Aah ini, yah aku juga
masih belum bisa membawa kdua kakiku berjalan”
“Kalau begitu kenapa
tidak tetap berbaring diranjangmu dan membaca buku, bukankah kau suka novel
romance?”
“Aigoo. Oppa bahkan di
infus sekarang, tidak usah bercanda, aku tahu kau sedang sakit. Aku hanya ingin
melihatmu”
“Melihatku? Ah mian,
gwansim eobseoyo”
“Ya! Apa maksudmu? Aku
hanya ingin melihat Oppa karena perawat Han bilang semalam Oppa sakit, jangan
berfikir aneh-aneh padaku. Menyebalkan. Jalgayo!” Jineul akhirnya keluar dari
kamar Wonwoo dengan menggerakan kursi roda itu sendiri.
“Ya! Eodiga?
Jineul-sshi ... Jung Jineul? Aissh benar-benar anak itu” sementara Wonwoo hanya
tersenyum kecil.
“Eoh Jineul-sshi,
kenapa tidak memanggilku jika kau sudah selesai?” perawat Han langsung
menghampiri Jineul yang keluar dari kamar Wonwoo sendirian.
“Anio Eonnie, aku sudah
bisa sendiri”
“Keundae, kau masih
tidak boleh seperti ini. Apa kau sudah selesai?”
“Ne, sepertinya Wonwoo
Oppa harus banyak istirahat”
“Geuraeso, jadi kita
kembali ke kamarmu sekarang. Baiklah biar aku yang mendorongmu” perawat Han
mendorong kursi roda Jineul dan kembali ke kamarnya.
“Gomawo Eonnie” Jineul
tersenyum dan merapikan selimutnya setelah perawat Han membantunya berbaring ke
tempat tidur.
“Ne. Eoh Jineul-sshi,
sekarang kau harus banyak istirahat, jangan terlalu sering keluar karena udara
semakin dingin diluar. Kondisimu juga tidak terlalu baik, jadi aku mohon untuk
istirahat dengan baik ne?”
“Ne, aku akan
melakukannya dengan baik dan cepat sembuh”
Beberapa lama kemudian,
perawat Han pergi meninggalkan Jineul kembali sendirian dikamarnya. Kembali
berbaring diranjang dan sendirian, walau itu membosankan, tapi tidak ada yang
bisa dilakukan. Jineul sudah semakin menyadari kalau tubuhnya perlahan
kehilangan kekuatan dan terus melemah.
------ %%%%% ------
“Eoh Oppa ...” Jineul
mempercepat langkah kakinya saat melihat Wonwoo keluar dari kamarnya bersama
perawat Choi.
“Aissh anak ini” Wonwoo
tersenyum melihat Jineul menghampirinya.
“Annyeong perawat Choi”
“Annyeong Jineul-sshi.
Apa kau sudah lebih baik? Kelihatannya kau senang sekali”
“Ne, aku sudah bisa
berlari lagi sekarang. Dan Oppa, kau juga sudah bisa keluar sekarang?”
“Geurae, aku dan Noona
akan pergi ke balkon” Wonwoo sedikit tersenyum melirik perawat Choi yang
langsung memberinya ekspresi aneh.
“Noona?” Jineul
tersenyum melihat perawat Choi dipanggil Noona oleh Wonwoo.
“Wonwoo-sshi, sudah
kubilang jangan memanggilku seperti itu”
“Ne, mianhae Noona”
“Jeon Wonwoo!” perawat
Choi benar-benar tidak suka dengan itu.
“Aissh mian, mianhae
perawat Choi”
“Perawat Choi, bolehkah
aku saja yang membawa Wonwoo Oppa kebalkon itu?”
“Benar kau tidak
apa-apa?”
“Ne, aku sudah sehat
sekarang. Boleh yah?”
“Baiklah, tapi jika ada
apa-apa kau harus segera panggil aku atau perawat yang lain”
“Ne, algaseumnida”
akhirnya Jineul yang mendorong kursi roda Wonwoo ke balkon tempat kesukaan
mereka.
Setelah hari begitu
cepat berganti, banyak sekali yang terjadi.
“Oppa, sepertinya salju
yang kau katakan bisa membawa kekuatan itu, tidak berhasil untukku”
“Wae?”
“Aku merasa kalau dia
semakin kuat merusak tubuhku, aku tidak tahu apa aku bisa bertahan sampai
winter berakhir tahun ini”
“Ya! Apa yang kau
katakan?”
“Anio” Jineul tersenyum
menatap Wonwoo yang sudah memasang tatapan laser padanya karena perkataan tadi.
“Jineul-sshi, apapun
yang terjadi kau harus tetap berlari, kau harus melewati winter untuk musim
semi dan musim lainnya. Bagaimanapun tubuhmu sekarang, walaupun kekuatanmu
terus menghilang, jangan pernah buat hatimu untuk menyerah, kau akan tetap kuat
untuk membuat akhir yang bahagia. Arasseo?”
“Gomawo Oppa”
“Jineul-sshi ...”
“Mmh waeyo?”
“Karena kau sudah bisa
berlari lagi, jadi tunggu aku sebentar”
“Untuk apa menunggumu?”
“Aish Ya! Bukankah
sudah kubilang kalau kita akan berlari ditaman? Jadi kau harus menungguku
sebentar, aku akan segera berlari lagi sepertimu”
“Geurae, aku akan
menunggu ...”
“Jineul-sshi
gwaenchana?”
Jineul menyandarkan
tubuhnya dipagar balkon, tapi dia masih tersenyum dan melihat Wonwoo
disampingnya. “Aku hanya sedikit pusing, ah tidak .. aku hanya mual”
“Mual? Eoh apa kau
sedang ...” Wonwoo sengaja menggantung kalimatnya dan tersenyum menatap Jineul.
“Ya! Mana mungkin aku
hamil, jika itu yang kau fikirkan maka itu salah besar. Menyebalkan!”
“Arasseo, aku hanya
ingin membuatmu marah. Sepertinya aku menyukaimu jika kau marah seperti tadi, terlihat
sangat manis”
“Mwo? Apa sekarang kau
sedang menggodaku Tn.Jeon?”
“Anio”
“Oppa aku__ ohok ohok
...” Jineul langsung menutup mulutnya saat darah keluar bersamaan dengan
batuknya. Ini menyebalkan.
“Ya! Jineul-sshi
gwaenchana?”
“Gwaenchana Oppa ...”
“Darah? Ka-kau berdarah
...” dan Wonwoo juga melihat tetesan darah yang keluar dari hidungnya.
“Kau juga berdarah Oppa
... Babo!” Jineul teresenyum dengan sangat lemah.
“Gwaenchana. Keundae
Jineul-sshi, aku bodoh jika bertanya ‘apa kau baik-baik saja’ padamu, karena
aku tahu kalau kau tidak baik-baik saja sekarang. Mianhae ...”
Bugh-
Wonwoo melihat Jineul
jatuh dihadapannya, dan sayangnya dia tidak bisa melakukan apapun untuknya.
Wonwoo hanya bisa melihat Jineul pingsan begitu saja, karena dia juga sedang tidak
baik-baik saja sekarang.
------ %%%%% ------
Dua hari kemudian.
Siang ini, dihari yang
bersalju ini, cuaca cerah dan terasa sedikit hangat, walaupun itu hanya sedikit
saja. Tapi setidaknya, burung-burung bisa keluar dari sarangnya dan mencari
makan dengan tenang jika tidak hujan salju.
Begitu juga dengan
semua tenaga teknis kesehatan, mereka bisa menjalankan pekerjaan mereka dengan
baik saat perasaan mereka juga baik. Walaupun sebenarnya tidak ada kata
perasaan untuk mereka, semuanya harus tetap bekerja jika itu menyangkut nyawa
seseorang. Sangat melelahkan memang, tapi itu adalah sebuah pengabdian yang
luar biasa saat bisa menyelamatkan nyawa seseorang.
Dua hari ini banyak
sekali yang terjadi pada semua orang, termasuk Jeon Wonwoo dan Jung Jineul yang
masih berusaha untuk tetap tersenyum.
Sekarang mereka tidak
di balkon itu, mereka sedang tersenyum melihat langit ditaman. Duduk di kursi
roda masing-masing dengan selang infus yang masih tetap bersama mereka.
“Oppa, gwaenchana?”
“Ne, gewaenchana”
“Lalu kapan kita bisa
berlari ditaman ini? Aku selalu menunggu untuk itu, aku berharap kita masih
bersama sampai musim semi datang dan kita berlari ditaman, entah itu taman
hotel ini atau taman lain yang lebih menyenangkan”
“Ouh harapanmu itu,
kenapa terus ingin bersamaku? Kau menyukaiku?”
“Mwo?” Jineul langsung
membulatkan matanya menatap Wonwoo yang hanya terkekeh sendiri.
“Bercanda” Wonwoo
mencubit pipi Jineul.
“Are you kidding me?”
“Yes” Wonwoo mengangguk
dan tersenyum, sangat manis.
“Keundae Oppa, mianhae.
Aku tidak merasakan apapun sekarang, jadi cubitanmu tidak berarti untukku
sekarang”
“Eoh apa wajahmu
kehilangan rasa?”
“Geuarae, karena obat.
Tapi setidaknya aku masih bisa tersenyum untukmu”
“Woah lihat, kau
mengatakan ‘untukku’ lagi, apa kau benar-benar menyukaiku?”
“Ani ani anio Oppa!”
Jineul memalingkan wajahnya dari Wonwoo yang terus mentertawakannya karena itu.
#Kemudian hening. Untuk
sesaat, mereka hanya diam dan tidak saling berbicara.
“Oppa ...”
“Waeyo?”
“Se-sebenarnya ... aku
sudah menemukan donor hati untukku, dan dokter akan melakukan operasi lusa”
“Geurae? Ouw daebak.
Itu bagus sekali Jung Jineul. Dan kau ingin tahu sesuatu tentangku?”
“Mwoya?”
“Aku juga akan operasi
lusa”
“Jinjja?”
“Ne. Jadi mungkin kita
tidak akan bisa bertemu, bukankah banyak sekali yang harus dilakukan sebelum
operasi? Aah aku selalu memikirkanmu, mungkin kau akan sangat merindukanmu ...”
“Aissh ya! Dasar Jeon
Wonwoo menyebalkan!”
Dan suasana menjadi
hening lagi, mereka kembali diam. Entah karena cuaca menjadi dingin kembali atau
karena mereka kehabisan kata-kata untuk diucapkan, mereka jadi lebih banyak
diam dan tidak seperti biasanya.
“Jineul-sshi, boleh aku
katakan sesuatu padamu?”
“Tentu saja, aku akan
mendengarkanmu walaupun kau mengerjaiku sekalipun”
“Aku tidak yakin jika
harus mengatakan ini padamu, tapi sepertinya aku harus memberitahumu sebelum
kita tidak lagi banyak bertemu. Dan ini sedikit memalukan ...”
“Apa itu? Cepat katakan
saja”
“Aku menyukaimu”
Kedua manik mata mereka
bertemu, saling menatap dan merasakan ketulusan dari itu. Dan untuk kesekian
kalinya, suasana kembali hening. Mereka diam.
Mungkin mereka seperti
itu sekarang karena sebenarnya mereka tahu apa yang akan terjadi pada dirinya
masing-masing setelah ini, mereka sadar akan semua kemungkinan yang bisa terjadi
padanya.
“Jeongmal? Aish jinja,
lihat sebenarnya siapa yang menyukai siapa disini?” Jineul langsung tersenyum
untuk menyairkan suasana yang hampit ikut membeku dengan salju.
“Ouh geurae, mian”
“Jadi apa Oppa
benar-benar menyukaiku?”
“Ah sudahlah lupakan
itu”
“Anio, tidak apa-apa
jika Oppa menyukaiku. Aku juga menyukai Oppa”
“Jinjja?”
“Ne. Sebelumnya aku
tidak pernah merasakan bagaimana senangnya mempunyai teman yang bisa berbagi
cerita, aku tidak tahu rasanya ada teman yang tersenyum disampingku, dan setelah
aku bertemu denganmu, aku merasakan semuanya. Oppa membuatku tersenyum, selalu
meyakinkanku untuk tetap kuat, dan Oppa selalu membuatku marah. Aku menyukaimu”
Jineul tersenyum menatap Wonwoo.
“Jineul-sshi, apapun
yang terjadi kau harus tetap tersenyum untukku. Kau harus melewati semua musim
dan tahun dengan penuh senyuman, walaupun seperti apa kehidupanmu nanti. Aku
ingin kau bahagia dengan hidupmu”
“Tentu saja, aku akan
selalu tersenyum untukmu Oppa”
“Ini mungkin terlalu
memaksa, tapi apa kau bisa berdiri?”
“Aku bisa, bahkan aku
juga bisa berlari. Kenapa?”
“Bukankah kita akan
berlari ditaman ini?”
“Ah iya, beberapa hari
hanya berbaring diranjang membuat ingatanku terganggu. Tentu saja kita akan
berlari disini ...”
Perlahan mereka
berdiri, melepas jarum infus dari tangan mereka, dan berjalan beberapa langkah.
“Apa yang kalian
lakukan? Ayo kembali duduk dan pasang infusannya” perawat Han yang dari tadi
hanya mengamati mereka dari belakang, sekarang dengan cepat menghampiri mereka.
“Perawat Han, aku mohon
untuk kali ini saja biarkan kami seperti ini”
“Tidak bisa, kalian
tidak bisa untuk berlari. Jadi ayo kembali duduk dan kita akan pasang
infusannya lagi”
“Eonnnie, aku mohon
satu kali saja. Aku tidak tahu apakah ini akan bisa terjadi jika menunggu lagi,
jadi aku mohon biarkan kami seperti ini ... aku mohon”
Perawat Han juga
manusia yang memiliki hati, dia bisa merasakan keinginan mereka sangat kuat.
Dia juga melihat air mata Jineul, dan air mata yang Wonwoo sembunyikan
dimatanya.
“Baiklah, hanya
sebentar”
“Gomawo” mereka berdua
tersenyum.
Wonwoo mengandeng
tangan Jineul, dia tersenyum menatapnya. “Jineul-sshi, maafkan aku melakukan
ini. Tapi setidaknya ini akan menjadi kenangan terbaik di hotel ini nanti,
jangan pernah lupakan aku”
“Ne, aku akan selalu
mengingat ini. Aku tidak akan pernah melupakan Jeon Wonwoo yang menyukaiku, aku
tidak akan pernah berhenti tersenyum untuk melewati hari, musim dan tahun.
Selamanya kau akan menjadi milikku, dan aku akan tersenyum untukmu”
Mereka tersenyum.
Wonwoo mempererat genggaman tangannya dan mulai menarik Jineul untuk berlari.
Mereka berlari. Pada akhirnya mereka berdua berlari di taman ini, dengan
senyuman yang bahagia.
“Jineul-sshi, terima
kasih sudah memberikan senyuman untukku. Saranghae”
“Wonwoo Oppa, terima
kasih sudah membuatku tersenyum. Saranghae”
Mereka masih berlari
walaupun kaki mereka tidak lagi cepat membawa mereka berlari, walalupun mereka
menyadari darah yang keluar dari hidung mereka, walaupun mereka tahu ini tidak
baik.
Bugh. Mereka berdua
terjatuh, tapi masih tetap tersenyum dan berpegangan tangan.
“Terima kasih,
Jineul-sshi ...”
“Oppa, saranghae ...”
Perawat Han dan
beberapa perawat yang lainya langsung berlari menghampiri mereka yang perlahan
menutup matanya.
Ini yang terjadi, tapi
mereka tersenyum sebelum menutup mata. Mereka juga berlari ditaman ini dengan
senyuman.
------ %%%%% ------
Tiga hari kemudian.
Perlahan kedua mata itu
terbuka, melihat Eomma dan Appa yang selalu disampingnya. Sebuah senyuman kecil
kembali terlihat diwajah itu.
“Jineul-ah, gwaenchana?”
“Gwaenchana Eomma,
Appa”
“Syukurlah, kami selalu
disini untuk menunggu membuka mata. Eomma sangat khawatir”
“Aku baik-baik saja”
“Jineul-ah, sekarang
kau sudah kembali. Kau harus mulai hidup baru sebagai Jung Jineul yang tidak
akan pernah menginap di hotel aneh ini lagi”
“Ne, Appa”
Kekhawatiran mereka
sekarang berakhir, Jineul berhasil melewati masa kritisnya setelah operasi
transplantasi hati.
“Eomma, lalu bagaimana
dengan Wonwoo oppa? Apa operasinya berhasil?”
“Jineul-ah,
se-sebenarnya Wonwoo tidak di operasi”
“Tidak Operasi? Jadi
apa dia baik-baik saja?”
“Jeon Wonwoo tidak
pernah ada jadwal untuk operasi, dia berbohong padamu. Dia hanya tidak ingin
membuatmu sedih ...”
“Apa maksud Eomma?”
“Dokter tidak bisa
menolongnya, Wonwoo meninggal tiga hari lalu ...”
“Mwo?” kedua mata sayu
Jineul langsung membulat. Dia tidak percaya dengan yang dikatakan Eomma, ini
tidak mungkin karena Wonwoo bilang akan operasi dan sembuh seperti dirinya.
“Jineul-ah gwaenchana?”
“Eomma, Wonwoo Oppa
tidak mungkin meninggal. Kita berdua akan tetap kuat untuk melewati winter ini
bersama, jadi bagaimana bisa dia meninggal dan begitu saja pergi dariku?”
“Jineul-sshi, kau harus
ikhlas kalau Wonwoo sudah__”
“Ani Eomma! Wonwoo Oppa
tidak pernah pergi, dia selalu bersamaku ... sampai kapanpun”
Sayangnya, berita
bahagia Jineul yang berhasil dengan operasi ini harus dibuka dengan kepergian
Wonwoo. Tapi itulah yang terjadi, tidak bisa dirubah dan ditolak.
Dalam setiap kehidupan,
selalu ada rahasia Tuhan. Dalam setiap pertemuan, selalu ada perpisahan. Dan
dalam setiap tawa, selalu ada tangisan.
“Wonwoo Oppa, aku tidak
akan menangis karena aku akan tetap kuat apapun yang terjadi. Aku akan tetap
tersenyum untukmu dimanapun kau berada, aku akan tetap kuat untuk melewati
semuanya. Aku harus tetap tersenyum melewati winter ini, musim lainnya dan
tahun lainnya. Aku akan menjadi Jung Jineul yang sangat kuat seperti yang Oppa
katakan. Maafkan aku karena tidak bisa selalu bersamamu. Annyeong Oppa ...”
Pada akhirnya, hanya
senyuman yang terlihat. Sama sekali tidak ada air mata dan tangisan diakhir
cerita ini.
TamaT.
--------------
%%%%%%%%%%%%% -------------
Yodongsaeng eottae?
Puas tidak puas, kau
harus tetap menghargai kalau ini dibuat untuk memenuhi permintaanmu. Jadi kau
harus tetap mengatakan kalau ini tidak buruk, arasseo?
Dan aaah, aku tidak
tahu bagaimana perasaan kalian membaca cerita ini. Jika mungkin ada yang merasa
kalau ini adalah cerita sedih yang gagal, maka itu salah. Karena cerita ini
dibuat bukan sebagai cerita sedih, jadi yah memang tidak akan sedih.
Sudahlah, terserah
kalian mau mengatakan apapun pada cerita ini. Aku sebagai author, hanya bisa
mengatakan Terima kasih banyak sudah bersedia meluangkan waktu untuk membaca
ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar