Tittle: Remember
Love You
Rate: 15 ||
Genre: Drama || Length: Oneshot
Cast: Bobby |
Kang Jiho | Koo Junhoe | Lee Suhyun | Kim Hanbin
======= ======
=======
Jendela itu terbuka, memberikan izin pada angin
untuk masuk, memberi sedikit kesegaran untuk kamar itu. pria bermata sipit
dengan rambut coklat yang dibuat bergelombang, memandang jauh sekelilingnya,
sekedar menyapa.
“Sudah lama aku tidak kesini.” gumamnya seraya
mengembangkan senyum, merasakan hembusan angin membelai mengacak rambutnya.
Pandangan itu berhenti, menangkap seorang gadis
berambut panjang dengan topi yang menutup atas kepalanya. Gadis itu berjalan,
menggenggam seikat bunga di tangan kirinya, dan berhenti di bawah pohon kecil.
Pria ini mengunci tatapannya.
Angin kembali berhembus dan sedikit lebih kencang,
menggugurkan daun-daun dari dahannya. Udara menjadi lebih dingin saat musim
gugur tiba. Dan gadis bertopi tanpa jaket itu hanya diam disana, tanpa
melakukan apapun. Detik waktu terus berdetak.
“Bobby Hyung!”
Pria bermata sipit itu mengerjap, terkejut dengan
teriakkan seseorang di belakangnya. Dia berbalik, melempar senyum pada pria
yang memanggilnya.
“Kau sedang apa?” pria berambut hitam dan hidung
mangir yang menyandang status sebagai sepupu pria itu, mendekat, ikut melempar
pandangan keluar jendela. “Kau tidak mendengarku berteriak memanggilmu, jadi...
apa yang kau lihat disini eoh?”
Bobby, pria berambut hitam kecoklatan ini,
melebarkan tatapannya saat kembali melihat keluar jendela dan gadis bertopi itu
tidak ada.
“Emh... tadi ada seseorang disana,” Bobby menunjuk
pohon kecil yang tadi bersama gadis itu.
“Siapa? Tidak ada seorangpun dissana,”
“Mungkin dia sudah pergi, sudahlah. Jadi, ada apa
kau memanggilku?” Bobby berjalan menuju ranjangnya, mengambil ponsel, dan
memainkan benda itu.
“Oy, kau bilang mau ke mini market tadi, tidak
jadi?”
“Aigo I’m so sorry Kim Hanbin!” Bobby berteriak dan
menjambak rambutnya sendiri. “Aku lupa, maaf. Tapi sekarang aku sudah ingat,
jadi ayo berangkat.” dengan seringaian khasnya, pria sipit dengan gigi kelinci
besarnya ini memakai jaket lalu menarik tangan sepupunya pergi.
“Aish. Kau memang selalu aneh seperti biasanya,
Hyung.” Kim Hanbin, pria berambut hitam ini membuang nafas malas, mengeluh.
“Apa yang kau maksud aneh itu?”
“Kupikir Amerika akan membuatmu berbeda, tapi tetap
saja kau seperti ini.”
“Ya! Memangnya kau pikir aku seaneh apa?
Menyebalkan!” Bobby menarik tangan Hanbin lebih kuat, kemudian membuat
pertengkaran antara mereka berdua, seperti biasanya mereka.
***
“Mungkin akan turun hujan, sebaiknya kita pulang
Oppa,”
Tidak ada jawaban. Suhyun menghela nafas lagi, pria
di sampingnya memang tidka mendengarkannya dari tadi. Dan bohong jika Ia
katakan tidak kesal, tapi mau bagaimana lagi, tidak boleh ada kemarahan disana.
Itu adalah rencananya.
“Oppa, Junhoe Oppa?” Suhyun melambaikan tangannya di
hadapan pria bernama Junhoe itu, mencoba membuat perhatian pria itu kembali
padanya.
“O-huh ada apa?”
Akhirnya pria itu menatapnya, Suhyun tersenyum.
Gadis itu berusaha keras menahan dirinya.
“Ayo kita pulang, disini sudah mendung,” Suhun
beranjak, mengulurkan tangannya pada Junhoe, tapi pria itu diam.
“Suhyun-ah,”
Suhyun menahan nafasnya, lalu perlahan membuangnya
berat. Tatapan Junhoe berbeda, itu tatapan yang sulit di artikan olehnya.
Sebenarnya dia tidak mau melakukan ini, tapi rasa panas di dadanya memaksa
Suhyun melakukan ini. Menghilangkan seseorang dari ingatan Junhoe dan
membuatnya berdiri di samping pria itu.
“Kenapa?” Suhyun kembali duduk.
“Aku tidak tahu kenapa, tapi rasanya seperti aku
selalu melupakan sesuatu. Aku tidak tahu apa, tapi aku tidak bisa mengingatnya
sekeras apapun aku mencoba,” tatapan Junhoe jauh memandang danau dihadapan
mereka, seolah berlarian mencari sesuatu yang bisa membantunya mengingat apa
yang dia maksudkan.
“Tidak apa-apaa, jangan terlalu memaksakan dirimu.
Perlahan Oppa akan mengingatnya kembali,”
“Mungkin bukan sesuatu, tapi seseorang yang aku_”
“Oppa,” Suhyun menggenggam tangan Junhoe, membuat
pria itu menghentikan ucapannya. “Aku mohon jangan menyulitkan dirimu sendiri.
Memaksa pikiranmu mengingatnya, itu terlalu berat. Perlahan saja,”
Junhoe mengeratkan genggaman tangan mereka,
tersenyum kecil. Gadis itu selalu membuatnya tenang, dan dia bersyukur sudah
disampingnya sejak dia ‘terlahir kembali’.
“Sekarang ayo pulang,”
Junhoe memangguk, dan mereka beranjak. Tanpa melepas
genggaman tangannya, mereka berjalan meninggalkan danau.
“Koo Junhoe!”
“langkah mereka berhenti. Suhyun mendesah malas,
memalingkan tatapannya kesal. wanita itu lagi, rutuknya. Berbeda dengan Junhoe,
pria itu merasa jantungnya selalu berdetak aneh saat melihat gadis berambut
panjang bertopi itu. Gadis yang bicara seolah dia dan Junhoe ada dalam sebuah
hubungan. Tapi sayangnya, Junhoe tidak ingin percaya padanya.
“Kami harus pulang. Bisakah tidak mengganggu kami
lagi, Jiho-sshi?” Suhyun menggenggan erat tangan Junhoe, menariknya berjalan
melewati gadis bertopi itu.
“Junhoe, aku mohon, bisakah kau dengarkan aku?”
Pria jangkung itu menghentikan langkah, membuat
Suhyun juga menghantikan langkah. Junhoe berbalik, melihat kembali gadis
bertopi itu.
“Aku mohon, jangan mengacuhkanku seperti ini,” gadis
bertopi ini melangkah ragu, mendekati mereka.
“Sepertinya kau salah paham, aku tidak
mengacuhkanmu. Dan juga aku kira, kita tidak dalam cerita yang kau katakan,”
Tatapan itu, benar-benar hambar. Junhoe bicara
seolah mereka adalah seseorang yang tidak sengaja bertemu, tidak saling
mengenal.
Dengan tatapan seperti itu, membuat perkataannya
seperti tombak es yang melesat menusuknya, gadis bernama Jiho itu menangis.
Lagi, dia kalah.
“Apa kau... benar-benar melupakanku?”
Detak jantungnya terus bertambah cepat, membuat
dadanya sesak. Junhoe tidak mengerti apa yang dia rasakan, dia hanya mengatakan
apa yang dia ingat, tapi di satu sisi dia merasa seperti berbohong. Dia ingin
memeluk gadis itu erat.
“Tapi aku tidak pernah mengingatmu, jadi aku tidak
pernah melupakanmu.” Junhoe berbalik, melanjutkan langkahnya. Suhyun tersenyum,
menarik tatapannya dari gadis itu dan mengikuti langkah Junhoe.
“Aku mencintaimu Koo Junhoe!”
Teriakkan itu begitu jelas terdengar, sayangnya
Junhoe tetap merajut langkah tanpa peduli.
“Aku sudah berjanji untuk selalu mencintaimu, dan
aku tidak akan mengingkarinya apapun yang kau lakukan. Aku mencintaimu, aku
mencintaimu, aku mencintaimu Koo Junhoe!”
Jiho terjatuh, kedua kakinya lemas setelah
meneriakkan itu. hatinya sesak harus menangis seperti ini, dia hanya ingin
Junhoe kembali padanya, tapi entah kenapa itu menjadi mustahis sekarang.
Suhyun kembali menggenggam tangan Junhoe saat pria
itu melepasnya, dia merapatkan tubuhnya di samping Junhoe. Pria itu tidak boleh
berbalik ataupun goyah, Suhyun mempercepat langkahnya, membawa pergi Junhoe
menginggalkan gadis bertopi itu.
“Excuse me...”
Dia menahan isakannya. Jiho mengangkat wajahnya
menatap pria yang berdiri di hadapannya. Pria itu mengulurkan sapu tangan, dan
tersenyum saat tatapan mereka bertemu.
“Kau siapa?”
Pria itu berjongkok, mensejarjarkan posisi mereka.
Dia menghapus air mata Jiho dengan sapu tangan itu.
“Namaku Bobby,”
Gadis bertopi itu mengerjap, mengusap pipinya
menghapus sisa air matanya. Dia mengalihkan tatapan dari Bobby.
“Sebenarnya aku tidak bermaksud menguping, tapi maaf
karena mendengar pembicaraan kalian tadi,”
Dia beranjak, memalingkan wajahnya lalu melangkah.
“Aku harus pergi.” Jiho berlari meninggalkannya.
“Ya! Hyung, bisakah kau tidak meninggalkanku atau
mengjilang tiba-tiba?” Hanbin menelan ludahnya berat, mencoba menormalkan nafas
tersenggalnya. Berjalan menghampiri Bobby.
“Hanbin-ah, kau tahu gadis itu?”
Hanbin mengikuti pandangan Bobby, menatap punggung
gadis bertopi yang lari semakin jauh. Sulit mengenalnya.
“Tidak tahu.” Hanbin mengalihkan tatapannya kembali
pada Bobby. “Jadi Hyung, kau bersama gadis itu, saat aku berlarian mencarimu
karena kupikir kau tersesat? Aish jinjja!” Hanbin membuang nafas kesal.
“Koo Junhoe, kau masih ingat?” Bobby menatap Hanbin,
tidak menjawab pertanyaan pria itu dan menggantinya dengan pertanyaan baru.
“Tentu saja. Dia sepupumu, sepupuku juga. Apa kau
pikir aku akan melupakannya?”
“Aku melihatnya tadi. Dan gadis itu menangis karena
Junhoe,” Bobby menggenggam erat sapu tangan di tangannya.
“Hyung, apa sebenarnya tadi kau mengintip mereka?”
“Tidak, aku hanya mendengar mereka.”
“Itu sama saja menurutku.”
“Hanbin-ah, apa Junhoe benar-benar kecelakaan?”
“Iya, dan yang kudengar, dia hampir tidak selamat
dalam kecelakaan itu. Tapi itu sudah dua bulan yang lalu, kurasa dia sudah
sembuh sekarang.”
Bobby menarik nafasnya, menyimpulkan sendiri cerita
yang terjadi antara Junhoe dan gadis bertopi itu.
***
Koo Junhoe menutup bukunya, menoleh menatap kursi
kosong di sampingnya. Pemilik kursi itu tidak sekolah lagi. Sekilas
pemikirannya melemah, merasa kalau dirinyalah alasan gadis itu tidak sekolah,
tapi dia kembali menepis pikiran itu.
Gadis itu terus mencoba bicara padanya, seolah
meyakinkan kalau mereka benar-benar terikat sesuatu, tapi Junhoe tidka percaya
itu. Dia tidak ingin percaya.
Sejak dia kembali membuka mata, hanya Suhyun yang
ada di smapingnya, jadi mungkin Lee Suhyunlah yang terikat dengannya, bukan
gadis bertopi itu.
“Koo Junhoe,”
Pria itu mengerjap, semua orang menatapnya sekarang,
termasuk Guru Choi yang berjalan menghampirinya.
“Kenapa? Apa kau sakit?”
“Tidak, tidak apa-apa Saem. Maaf,” Junhoe membungkuk
minta maaf. Dia sudah mengabaikan penjelasan Guru Choi dari tadi.
“Baiklah kalau begitu, kita lanjutkan
pembahasannya.”
Junhoe membuang nafas setelah Guru Choi kembali
menulis di papan tulis, dan murid lain berhenti menjadikannya pusat perhatian.
Kelas menjadi sangat ramai saat bell berbunyi dan
Guru Choi meninggalkan kelas, hampir semua orang cepat-cepat membereskan
bukunya dan berhamburan keluar kelas.
“Junhoe Oppa,”
Pria itu menoleh, melihat Suhyun yang sudah berdiri
melambai di samping pintu. Pikirannya berhenti memikirkan gadis bertopi saat
Suhyun kembali di depan matanya.
“Ayo cepat, kita makan bersama,”
Junhoe tersenyum, beranjak dari kursinya dan
menghampiri Suhyun. Mungkin memang dia yang bersamanya, bukan gadis bertopi
itu. Lee Suhyun adalah gadisnya, dan Junhoe meyakinkan dirinya untuk itu. Atau
mungkin lebih tepatnya memaksakan dirinya.
***
Tatapan Suhyun membulat, memastikan kebenaran siapa
yang dilihatnya. Ini bukan mimpi atau khayalan.Matanya menangkap sosok yang
sangat dikenalnya, pria bergigi kelinci besar, bermata sipit, dan sekarang rambutnya
hitam kecoklatan. Merasa Suhyun melepas
genggaman tangannya, Junhoe menghentikan langkah, berbalik melihat Suhyun.
“Ada apa?”
Lee Suhyun menelan ludahnya berat, berusaha
tersenyum dan kembali melangkah. Mengabaikan pertanyaan Junhoe. Jika bukan mimpi,
rasanya dia ingin terbang melewati pria bermata sipit dengan rambut hitam
kecoklatan itu tanpa terlihat olehnya.
“Ayo cepat, sepertinya aku melupakan sesuatu.”
Suhyun menarik tangan Junhoe, setengah berlari, mencoba membawanya melewati
gerbang sekolah tanpa terlihat pria itu.
“Lee Suhyun,”
Pria yang berdiri menyandar di samping mobil ini
tersenyum, mengambil langkah mendekat, setelah memuat seseorang yang
dipanggilnya menghentikan langkah.
Suhyun menutup mata, menarik nafasnya dalam. Dia
terpaksa menghentikan langkah karena pria itu memanggilnya. Terlambat untuk
bersembunyi.
“Long time no see,”
Suhyun memberanikan diri menatap mata sipitnya,
memberi sedikit senyuman. Pria itu sekarang sudah ada di hadapannya, berdiri
tegap dengan seringaian khasnya.
“Bagaimana kabarmu?”
“Sangat baik, terima kasih.” Suhyun menjawab pelan.
Dia harus menahan dirinya. “Lalu bagaimana denganmu, apa kau suka tinggal di
Amerika, Bobby Oppa?”
Pria itu tersenyum, entah kenapa pertanyaan Suhyun
terdengar seperti ‘Kau pasti senang di Amerika, dan meninggalkanku’ baginya.
Tatapan dan senyuman Suhyun yang mengatakannya.
“Tentu saja. Aku tinggal dengan keluargaku disana,
bagaimana aku tidak senang?”
“Baguslah, itu lebih baik daripada kau disini.”
Kecanggungan terasa sangat menekan bagi Suhyun, tapi
itu menyenangkan untuk Bobby. Dia datang dengan tujuan, jadi dia tidak akan
melepaskan gadis itu sekarang.
“Dan, Junhoe-ya, bagaimana kabarmu? Kita juga sudah
lama tidak bertemu,” sekarang Bobby menyapa pria yang dari tadi diam,
mendengarkan percakapan canggung mereka.
“Kau siapa?” Junhoe hanya membalas seringaian Bobby
dengan tatapan tanpa ekspresinya.
“Kau tidak ingat padaku?” Bobby melangkah mendekati
Junhoe, menepuk pundak pria itu. “Hey, sepertinya ini berlebihan Junhoe-ya.
Kita memang tidak dekat, tapi apa kau dengan mudahnya melupakan sepupumu?”
“Kau sepupuku?”
Suhyun mengeratkan genggaman tangannya pada Junhoe,
dia hampir tidak bisa menahan dirinya karena Bobby yang tiba-tiba ada di
hadapannya.
“Maaf Oppa, tapi kami sedang buru-buru sekarang.
Sebenarnya ada apa Oppa datang kesini?”
“Suhyun-ah, bukan begitu. Mana mungkin aku datang
kesini untuk enemuimu, aku datang menjemput Hanbin.”
Suhyun menahan nafas, seolah jantungnya berhenti
berdetak. Tapi dia kembali menguasai dirinya. Dia semakin tebal membuat tembok
yang menahan panas di dadanya, seringaian Bobby benar-benar membuatnya ingin
menampar dirinya sendiri. Benar, mana mungkin pria itu datang untuk menemuinya.
“Kalau begitu kami pergi,” Suhyun menarik Junhoe
melangkah, cepat, pergi meninggalkan pria itu.
“Kalian meinggalkanku begitu saja?” Bobby setengah
berteriak, dan Suhyun tentu saja mengacuhkan itu. Mereka terus melangkah.
“Junhoe-ya, seingatku kau tidak pernah bersama Lee
Suhyun dulu,” pria sipit ini kembali berteriak, lalu tersenyum kecil.
“Jangan di dengarkan, dia gila.” Suhyun mengeratkan
genggaman tangannya, membuat Junhoe mengurungkan niatnya untuk berucap.
Rencana gadis itu bisa gagal jika Bobby berada
disini, karena dia tidak pernah benar-benar membuang perasaannya pada pria
sipit itu.
Sementara, Junhoe hanya bisa mengikuti langkah
Suhyun dalam diam. Dia tidak bisa bertanya lagi siapa pria bernama Bobby itu,
atau maksud ucapannya yang tadi. ‘Dia
tidak pernah bersama Suhyun dulu’. Dan Junhoe semakin merasa kalau dia
telah benar-benar melupakan satu cerita dalam hidupnya.
“Hyung?”
Bobby berbalik, melihat Hanbin yang berjalan
menghampirinya. “Aish Ya! Kemana saja kau? aku menunggumu dari tadi,” dia
menjitak kepala Hanbin, membuat pria itu meringis memegangi kepalanya.
“Aku tidak tahu kau disini, lagipula untuk apa kau
datang kesini?”
“Aku menjemputmu.”
“Benarkah? Kenapa tiba-tiba kau menjemputku?”
“Sudahlah, ayo pulang.” Bobby menghampiri mobilnya,
disusul Hanbin, dan mereka pergi.
***
Koo Junhoe menghela nafas bosan, untuk kesekian
kalinya dia menekan tombol remote, mengganti channel televesi yang dia tonton.
Tapi tidak ada yang menarik perhatiannya, semua acara membosankan.
Setelah bertemu Bobby tadi, Suhyun tidak
menghubunginya, bahkan dia meninggalkannya sendiri di halte bus.
Junhoe mematikan televisinya, beranjak dan berjalan
menuju jendela. Cuaca tidak begitu cerah, dan angin selalu berhenbus
menerbangkan dedaunan. Sekilas pria bermata sipit dan gigi kelinci itu muncul
dalam kepalanya, membuat ucapannya kembali terngiang di telinga Junhoe. Dia
tidak mengerti maksud pria itu, dia bahkan tidak tahu kalau pria itu sepupunya.
Junhoe masih kehilangan banyak ingatannya.
Junhoe melangkah keluar rumah, berharap udara di
luar bisa sedikit membantunya lebih tenang.
Pria jangkung ini menghentikan langkahnya, melihat
sekeliling, sedikit bingung kenapa dia bisa berjalan ke danau itu lagi.
sepertinya dia yang dulu menyukai tempat ini, atau mungkin banyak hal indah
yang terjadi disini.
“Junhoe-ya...”
Pria itu menoleh cepat, terkejut dengan suara lembut
yang memanggil namanya. Dia ingat suara itu, suara gadis bertopi itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar