luhanay blog Follow Dash Owner

Rabu, 10 Februari 2016

[FF] I'll be there




|| Tittle: I’ll be there ||
|| Author: Cifcif Rakayzi || Genre: ? || Main cast: Koo Junhoe, Lee Hyein ||



Aku mempercepat langkahku, berlari secepat yang kubisa. Hanya satu tujuan, dia akan selalu berada di tempat itu, seperti biasa.
Entah kenapa, bibirku bergerak sendiri, aku tersenyum. Dia memang ada disana. Gadis itu, jika memang dia mau kabur, setidaknya pergilah ke tempat yang tidak diketahui orang lain. Ah bahkan dia takut pergi jauh sendirian. Babo.
Aku berhenti berlari, hanya melangkah pelan menuju gadis yang duduk di ayunan, tidak jauh dari hadapanku. Dasar gadis ini! Orang tuanya mencari kemana-mana, dan dia malah bernyanyi sendiri disana. Merepotkan saja. Menyebalkan.
Dia masih bernyanyi dengan suara lembutnya, walau mungkin lebih tepatnya dia hanya bersenandung kecil. Yah, dia hanya bersenandung dengan suara pelannya yang bergetar.
Dan saat jarakku dengannya hanya tinggal satu langkah lagi, aku baru menyadari kalau itu bukanlah nyanyian. Dia tidak bersenandung. Dia menangis. Seperti kebiasaannya, menangis dengan menyanyikan lagu ‘Tiga ekor beruang’. Hanya lagu itu yang akan dia nyanyikan saat menangis.
“Lee Hyein, kau senang sendirian disini? Apa kau senang jika membuatku khawatir?”
Aku duduk di ayunan sebelahnya, mengurungkan niatku untuk memeluknya dari belakang tadi. Saat ini dia sedang tidak baik.
Aku melihat mata sembab itu, walaupun dia menyembunyikannya dengan senyuman. Tapi aku sudah lama bersamanya, aku sudah terlalu mengenalnya. Dia mungkin pintar berbohong, tapi tidak jika itu padaku.
“Oh mian. Aku melakukannya lagi ya?”
Jawabnya dengan senyuman hambar, aku tahu itu dipaksakan. Babo. Dia memalingkan wajahnya dariku, menyembunyikan sisa air matanya. Dia hanya berayun pelan sekarang.
“Ayahmu mencarimu, kenapa tidak membawa ponselmu?”
“Ponselku mati, lagipula aku hanya bermain sebentar disini.”
Mungkin dia memang benar-benar sedang tidak baik sekarang. Bahkan setelah dia menghilang hampir sembilan jam, dia masih mengatakan itu sebentar?
“Kenapa tidak mengajakku? Hyein-ah, apa kau sudah tidak menganggapku lagi eoh?”
“Ah anio, bukan begitu. Aku hanya sedang ingin sendiri, aku juga tidak mau mengganggumu Jun-ah”
Dia tersenyum lagi padaku. Sejak kapan dia begitu baik padaku? Selama delapan belas tahun ini, bukankah tidak ada harinya yang tidak menggangguku?
“Hyein-ah, bagaimana keadaan Imo?”
Yah, akhirnya aku mengatakan itu. Menyinggungnya dengan mengikut sertakan wanita yang masih belum bisa Hyein panggil Eomma. Aku tahu mungkin ini tidak sesuai dengan suasananya, tapi sudah aku bilang, kebohongannya tidak mempan untukku.
Dia tidak menjawabku. Hyein hanya membuang nafasnya pelan, menatap langit malam tanpa bintang. Ya! Kenapa malam ini tidak ada bintang? Bukankah seharusnya bintang bermunculan dan sedikit menghibur gadis yang bersedih itu?
“Jun-ah...”
“Eoh?”
“Aku tidak tahu kenapa aku masih tidak bisa menerimanya, seolah aku menantang Tuhan. Aku tidak tahu kenapa masih tidak bisa menerimanya dengan hatiku, selalu saja aku mencari kesalahannya untuk membuatku tetap mempertahankan rasa tidak bisa menerimanya...”
“Kau harus terus mencobanya, Hyein-ah.”
Seperti dugaanku. Hanya satu masalah yang membuatnya menangis, hanya itu. Dia masih tidak bisa mengerti dirinya sendiri, hatinya sendiri, dan membuat dirinya sendirian. Memendam semua itu sendirian.
“Aku selalu mencobanya Jun, tapi semakin aku mencoba menerimanya, entah kenapa, selalu saja dia menunjukkan sisi buruknya. Membuatku tetap tidak menerimanya. Aku lelah Junhoe-ya, aku takut kalau suatu saat nanti, aku akan membuat semuanya berantakan,”
“Hyein-ah, kau hanya harus mencoba itu perlahan. Terus mencoba dan mencobanya. Membuat hatimu terbiasa dengannya, dengan semua sisi buruk dan baiknya”
Dia kembali terdiam. Kali ini hanya menunduk dan memejamkan matanya. Entah itu menahan air matanya, atau hanya sedang berfikir. Hanya hembusan angin yang terdengar sekarang, aku juga memilih diam.
“Jun-ah,”
“Mwo?”
“Apa salah jika aku merindukannya? Apa aku tidak boleh merindukan Ibuku?”
Suaranya mulai bergetar lagi, kali ini dia memang menahan air matanya. Dia pasti sedang menahan sesuatu yang menekan hatinya sekarang.
“Sama sekali tidak”
“Tapi kenapa Appa selalu mengatakan kalau itu salah? Dia selalu mengatakan kalau Ibuku ada dihadapanku, bukan seseorang yang sudah berada di surga. Dia melarangku untuk merindukannya, Jun-ah...”
“Ani, bukan begitu. Mungkin Ayahmu hanya tidak ingin kau menyakiti Imo karena masih memikirkan Ibumu,”
“Tapi mau bagaimanapun, dia tetap Ibuku, Jun! Aku tidak akan pernah bisa melupakan wanita yang sudah melahirkanku, tidak akan pernah!”
Suara bergetar itu sedikit berteriak, walaupun penuh penahanan. Dia sudah tidak bisa menahan air matanya. Dia ingin menangis. Mengeluarkan air matanya, dan sesuatu yang selalu menekan hatinya.
“Junhoe-ya, aku tidak bisa menerima wanita itu untuk menggantikan Ibuku. Ibuku akan tetap Ibuku, yang melahirkanku, dan bukan dia yang tiba-tiba datang dalam kehidupan kami. Statusnya hanya sebagai istri Ayahku, tapi tidak untuk menjadi Ibu bagiku.”
“Hyein-ah...”
“Kenapa? Apa aku tidak boleh mengatakannya? Apa aku tidak boleh mengatakan perasaan yang ada dalam hatiku?”
“Bukan begitu Hyein-ah, hanya saja kau harus mencobanya perlahan”
“Sampai sekarangpun aku masih mencobanya, Jun. Tapi aku tidak tahu, bagaimana perasaanku. Apa yang dirasakan hatiku? Apa perasaanku terhadapnya? Apa aku menyukainya? Apa aku sebenarnya sudah bisa menerimanya? Jun, aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana dengan perasaanku...”
Akhirnya, dia menangis. Mengeluarkan air matanya lagi. Mungkin memang dia harus menangis, untuk sedikit membuat hatinya tenang.
Aku beranjak dari ayunan itu, melangkah mendekatinya. Berdiri dihadapannya dan mendengar tangisan itu, tangisannya yang penuh dengan jutaan pertanyaan tentang ‘Apa yang harus dia lakukan sekarang?’ ‘Bagaimana perasaannya?’
“Apa salah jika aku tidak bisa melupakan Ibuku dan tidak menerima siapapun yang menganntikannya? Apa aku salah? Jun, katakan apakah aku salah?”
Aku langsung menarik tangannya, menariknya kedalam pelukanku saat dia menjerit dengan tangisnya. Aku memeluknya erat. Aku mungkin tidak benar-benar mengerti bagaimana perasaannya, tapi aku bisa merasakan kesedihannya.
“Kau tidak salah Hyein-ah, sama sekali tidak salah. Kau hanya membutuhkan waktu lebih banyak untuk menerima itu semua, merelakannya perlahan dan menata ulang hatimu”
Hyein benar-benar menangis. Dia mendekap punggungku, memelukku erat. Menumpahkan tangisannya dalam pelukanku. Aku bisa merasakan kesepiannya. Kesepian karena dia selalu membuatnya sendiri, menyembunyikan perasaannya dari orang lain. Membuat semua orang hanya tahu kalau dia keras kepala, dia menyebalkan, dan dia sangat menyebalkan. Menipu semua orang dengan sikap diamnya, rapat-rapat menyembunyikan kesedihan dalam hatinya.
Mungkin sesekali aku juga menyalahkan Ayahnya, karena tidak pernah bertanya ‘Apakah Hyein baik-baik saja?’ ‘Apakah Hyein menangis?’ ‘Apakah Hyein tidak apa-apa selalu sendirian?’ ‘Apakah Hyein tertawa?’ ‘Apakah Hyein bahagia?’. Aku kadang tidak bisa menahan kekesalanku pada Ayahnya. Dia terlalu pendiam untuk menanyakan semua itu pada anaknya.
Tapi tetap saja, aku tidak bisa lebih jauh untuk ikut campur dalam keluarga mereka. Aku sama sekali tidak mempunyai hak untuk itu.
Oh ayolah, aku tidak tahan. Benar-benar tidak tahan. Kenapa Ayahnya selalu terlihat baik-baik saja? Kenapa dia tidak pernah bertanya pada Hyein? Kenapa dia lebih mementingkan istrinya daripada Hyein? Kenapa dia harus menikah lagi? Kenapa dia harus melakukan itu dan seolah membuatnya terlihat jahat pada Hyein?. Aku rasanya ingin berteriak.
Hyein mungkin tidak benar-benar membenci Ibu barunya, dia hanya belum bisa menerima itu dengan sepenuh hatinya. Merelakan Ibu kandungnya pergi, dan menganggap Ibu barunya seperti Ibu kandungnya. Dia hanya belum terlalu mengerti itu. Hyein hanya anak-anak yang masih membutuhkan penjelasan dari orang dewasa tentang itu.
Aku yakin, jika dia berhasil menata ulang hatinya, merasakan perasaannya dengan benar-benar, dia pasti bisa menerima wanita itu. Hyein bukan seseorang yang jahat.
“Eomma bogoshippeoyo.... jeongmal bogoshippeo...”
Aku mengusap kepalanya, dia kembali menjerit dalam tangisannya. Dia berteriak dalam pelukanku. Sekarang, dia benar-benar merindukan Ibunya. Mungkin juga, waktu terlalu cepat mengambil Ibunya.
“Menangislah, tidak apa-apa. Menangislah jika itu akan membuatmu lebih baik, aku akan terus memelukmu Hyein-ah”
Aku tidak tahu, benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Aku tidak tahu harus melakukan apa padanya, melakukan apa untuknya. Aku hanya bisa berdiri disampingnya, memeluknya, dan terus bersamanya. Mungkin kehadiranku bisa sedikit membantunya.
Aku akan terus bersamanya, menemaninya. Membantu Hyein menemukan arti perasaannya, membantu Hyein untuk benar-benar mengartikan hatinya. Aku akan terus bersamanya sampai dia menerbangkan masalahnya, aku akan terus menemaninya sampai dia kembali tersenyum, dan aku akan terus disampingnya sampai dia bisa membuat hatinya menerima semua ini. Mengisi kesepiannya. Aku tidak akan pernah meninggalkannya.
Sudah aku bilang tadi, aku terlalu lama bersama gadis babo ini. Aku mengenalnya lebih dari dia mengenal dirinya sendiri. Dan aku terlalu menyayanginya. Ah tidak, mungkin hatiku juga mencintainya. Yah, aku mencintai Lee Hyein. Dan aku akan berjanji untuk tidak pernah meninggalkannya kecuali maut menjemputku.
‘Menangislah Hyein-ah, keluarkan semua sesak dalam hatimu. Dan setelah itu, kau akan kembali tersenyum. Kembali menjadi gadis yang bahagia. Aku akan selalu memelukmu. Saranghae Hyein-ah.”

            -Fin-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

iklaan

SUPER JUNIOR