luhanay blog Follow Dash Owner

Selasa, 02 Januari 2018

[FF] Pink Heartsick Chapter 3



Tittle: Pink Heartsick
Genre: Drama, Marriage life, Romance || Rate: 15 || Length: Chapter
Cast: Koo Junhoe | Park Chaeyoung | Kim Jennie | Lisa | Bobby | other cast
Author: Cifcif Rakayzi
======= ==== ======= ==== =======




Chapter 3

Chaeyoung tersenyum, dia mempercepat langkahnya dan berlari. Mengabaikan semua yang diucapkan Lisa.
“Ya! Kau tidak mendengarku?”
Chaeyoung sengaja tidak mendengarnya, dia hanya berlari menghampiri laki-laki jangkung yang sudah menunggunya disamping mobil hitam miliknya.
“Koo Junhoe,” tanpa basa-basi, Chaeyoung menyatukan bibir mereka. Tidak peduli dimana mereka sekarang, mereka berciuman.
“Apa sekarang kau tidak malu jika orang lain melihat kita?” Junhoe merapatkan tuuh mereka selepas ciuma itu.
“Aku malu, tapi...”
“Tapi?”
“Aku mencintai Koo Junhoe.” Chaeyoung tersenyum, melingkarkan kedua tangannya di leher Junhoe, dan kembali menyatukan bibir mereka.
“Ya! Kalian berdua, berhenti melakukan itu. Aku merasa kalian menodai kampus ini.” Lisa berjalan melewati mereka, dan membuka pintu belakang mobil Junhoe.
“Kenapa?” Junhoe melepas ciumannya, menatap Lisa tajam. “Kenapa kau bilang kami menodai kampus ini?”
“Ya! Kau ini pengacara hukum, apa tidak malu berciuman di depan umum seperti itu?”
“Memangnya kenapa? Aku hanya pengacara saat dikantor dan ruang sidang, tapi aku hanya laki-laki biasa jika diluar itu.”
“Ah baiklah, terserah saja kalian mau bagaimana.” Lisa masuk kedalam mobil, mengabaikan ucapan Junhoe lagi.
“Jun-ah, aku pikir Lisa hanya iri. Mungkin dia tidak berciuman dengan pacarnya.” Chaeyoung masuk terakhir kedalam mobil itu, duduk didepan samping Junhoe.
“Ya! Aish jinjja!” Lisa memukul Chaeyoung dengan tangannya, dengan bukunya, dan dengan benda yang dia lihat di dalam mobil itu. “Apa yang kau katakan?”
“Ah Lisa.. Lisa hentikan, itu sakit! Aah... Junhoe tolong aku!”
“Bisakah kau menjaga mulutmu itu Nona Park?”
“Junhoe tolong! Aaaah hentikan Lisa, rambutku akan lepas dari kepalaku... tidak!”
“Iya. Kita pergi sekarang.” Junhoe menyalakan mobilnya, dan melaju. Dia hanya menyetir, tidak peduli dengan pertengkaran dua perempuan itu.
“Ya! Berhenti memukulku! Lisa!”
“Tidak sebelum kau minta maaf,”
“Jun, lakukan sesuatu,”
“Aku tidak bisa mencampuri pertengkaran perempuan, jadi silahkan selesaikan berdua. Dan jangan sampai merusak mobilku.” Junhoe hanya tersenyum, menyetir dengan tenang tanpa sedikitpun terganggu dengan mereka.
            ***

“Ey..” Junhoe menghela nafas melihat Chaeyoung mengusap air matanya, dia melangkah dan mendekatinya. “Ya! Kau menangis untuk apa? Film itu sama sekali tidak sedih. Ah aku tidak mengerti apa yang membuatmu menangis.”
“Ya! Kau tidak menonton filmnya, bagaimana kau akan mengerti jika kau tidur bahkan baru lima menit setelah dimulai. Dasar.”
“Iya aku tidur, tapi aku juga menonton filmnya tadi.”
“Kau menonton? Apa yang kau tonton, matamu saja terpejam, bagaimana kau bisa sebut itu menonton.”
“Aku melihat adegannya, saat vampire laki-laki itu melakukan ini pada perempuannya,” dan Junhoe mendekat, untuk menyatukan bibir mereka. Chaeyoung mendorongnya, tapi Junhoe semakin merapatkan tubuh mereka.
“Ya! Hanya itu saja yang kau lihat?” Chaeyoung melepas Junhoe setelah beberapa detik.
“Hem... begitulah, aku tidak ingat lagi. Tapi sudahlah, kau tidak perlu menangis karena film itu. Ayo, sekarang kita makan. Aku lapar.” Junhoe mengusap mata Chaeyoung, menghapus sisa air mata di ujung matanya. Lalu menggangdeng tangannya dan pergi.
---
“Ya! Koo Junhoe!”
“Apa?” Junhoe mengangkat wajahnya menatap Chaeyoung.
“Sebenarnya apa saja yang kau makan? Hanya nasi dan apa itu?” Chaeyoung menyimpan sumpitnya, mendekat pada Junhoe hanya untuk melihat makanan yang dimakan laki-laki itu.
“Aku makan yang aku mau, kenapa?”
“Ini, makan juga kerangnya, sushi tuna ini, juga wasabi, udang ini, dan_”
“Aku tidak mau! Jauhkan itu dariku Pak Chaeyoung! Aku tidak suka kerang.”
“Tapi ini enak, Sayang. Ayo makan ini,” Chaeyoung menyuapi paksa Junhoe, tapi bibir laki-laki itu tertutup rapat jika sudah dengan kerang. “Kau ini kenapa tidak suka kerang?”
“Ya! Lagipula kenapa kau juga memesan makanan Prancis?”
“Memangnya kenapa? Kau bilang pesan makanan yang aku mau,”
“Kau hanya bilang makanan Jepang.”
“Hah... baiklah,” Chaeyoung kembali ke tempat duduknya, berhenti memaksa Junhoe memakan kerang. “Makan saja yang kau suka, aku akan menghabiskan semua kerang ini sendirian.”
“Aku tidak melarangmu memakannya, tapi jangan menciumku setelah memakannya. Tidak, maksudku jangan menciumku sampai mengeluarkan kerang itu nanti.”
“Emh... kenapa?” Chaeyoung memasang serbet di lehernya, dan mulai melahap kerang-kerang itu.
‘Aku benci kerang!”
“Baiklah, itu tidak masalah untukku. Tapi aku pikir, itu akan jadi masalah untukmu.”
“Kenapa denganku?”
“Hey Pengacara Koo, yang selalu menciumku itu kau. Apa kau bisa bertahan sampai besok tanpa ciumanku?”
“Hah... aku gila. Aku benci kerang.” Junhoe menyimpan sumpitnya, meneguk sake dihadapannya. “Lain kali, aku tidak akan membiarkanmu memesan sendiri makanannya.”
Chaeyoung hanya senyum kecil menanggapi ocehan Junhoe, laki-laki itu terkena jebakannya sendiri. Tapi, lucunya Junhoe saat wajahnya frustasi seperti itu.
            ***

Koo Junhoe diam, menghentikan aktivitas yang tadi, diam menatap perempuan di sampingnya. Chaeyoung masih membaca bukunya dengan kaca mata yang dia pakai, dia sangat fokus sampai tidak tahu mereka sudah dimana sekarang, dan itu bagian yang Junhoe sukai darinya.
“Chaeyoung-ah...”
“Hemh...”
“Hey Park Chaeyoung,”
“Apa?”
Junhoe menarik nafas, kekasihnya masih fokus dengan buku itu. Di luar hujan, sangat deras. Sekarang masih sering hujan walaupun Spring tidak lama lagi berakhir.
“Sayang, sekarang lepaskan bajumu,”
“Huh? Apa?” kedua mata Chayeoung langsung membesar menatap Junhoe, menahan nafasnya memikirkan apa yang dikatakan laki-laki itu tidak salah atau salah. “Junhoe, apa katamu tadi?”
“Lepaskan bajumu sekarang,”
Chaeyoung cepat menutup bukunya, menjauh dari Junhoe sampai punggungnya membentur pintu mobil. “Tidak, Jun itu sepertinya terlalu cepat. Apa yang kau mau dariku?” dia menyilangkan tangan di depan dada.
“Hah...” Junhoe menghela nafas. “Berapa kali aku harus mengulang pertanyaanku padamu?”
“Ta-tapi Junhoe, aku pikir ini terlalu... tidak, maksudku bukan aku tidak mau, hanya saja ini terlalu cepat,”
“Apa yang terlalu cepat? Juga apa maksudmu antara mau dan tidak mau?”
“Jun, aku... maksudku, bisakah kita lakukan ini lain waktu saja?”
Junhoe kembali menghela nafas, kali ini lebih kasar. Dia mengusap wajahnya, memajukan tubuhnya mendekati Chaeyoung. “Melakukan apa? Sebenarnya apa yang kau pikirkan Nona? Aku hanya minta lepaskan itu, baju milikku yang kau pakai itu, karena kita sudah sampai di depan apartemenmu dan aku mau pulang. Apa kau masih tidak mengerti dan bicara ngelantur?”
“Huh?” Chaeyoung mengedipkan matanya, beberapa kali, menatap Junhoe lalu beralih menatap jaket yang dipakainya. “A- oh i-itu maksudmu toh, ah haha.. tentu saja aku mengerti. Aku hany terlalu fokus pada buku ini tadi,” Chaeyoung menyeringai, membuka jaketnya dan melempar itu pada Junhoe. “Ya! Ini namanya jaket, Jun. Kalau jaket, sebut saja jaket, walaupun ini juga termasuk dalam kategori baju, tapi ini namanya jaket, jadi kau harus menyebutnya jaket. Jangan membuat orang lain salah paham. Dasar.”
“Apa maksudmu? Hey sebenarnya kau ini kenapa, apa kau mengantuk?”
“Iya! Aku mengantuk, dan aku akan pulang sekarang.” Chaeyoung mengambil tasnya dan membuka pintu mobil,. Dia tidak langsung mengeluarkan kakinya, hanya diam menatap derasnya hujan.
“Ini, pakai payungnya.” Junhoe mengambil payung dari belakang, menyodorkan itu pada Chaeyoung.
“Jika kau memaksa.” Chaeyoung membuka payung itu, dan keluar dari mobil. Wajahnya masih aneh karena salah paham itu.
“Sayang, apa kau tidak menciumku?”
“Kau siapa?” Chaeyoung mengerling, lalu membuang tatapannya dari Junhoe, dan pergi setelah menutup pintu mobil itu sangat keras.
“Ya!” dan Junhoe berteriak sangat kencang di dalam mobil, melihat Chaeyoung hanya berlalu tanpa melihatnya lagi.
            ***

“Aw.. itu sakit Lisa!” Chaeyoung menarik kembali rambutnya yang ditarik perempuan itu. “Kenapa kau selalu menggunakan kekerasan huh?”
“Ah aku tidak tahan denganmu.” Lisa kembali ke tempat duduknya, berhenti menatap Chaeyoung dan membuka bukunya.
“Memangnya aku kenapa?”
Lisa menarik nafas, lalu kembali mengarahkan tatapannya pada Chaeyoung. “Dengar, kau itu menyebalkan, dan bodoh. Bagaimana bisa kau meninggalkan buku milikku dan bersikap seolah itu bukan masalah? Kau tahu kalau tugasku belum selesai dan harus aku selesaikan hari ini dengan buku itu? Aku tahu kau tahu itu. Tapi kenapa kau malah bersikap baik-baik saja dan tidak mencoba mendapatkan buku itu lagi sebelum kelas dimulai? Ya! Aku membencimu Park Chaeyoung.” Lisa membuang nafas setelah menyelesaikan kalimat panjangnya. Lalu kembali membaca bukunya.
“Yah... tapi mau bagaimana lagi, buku itu tidak ada di rumahku, dan aku tidak tahu dimana.”
“Kau tidak akan tahu dimana jika kau tidak mencarinya.”
“Tapi aku tidak mungkin pulang lagi dan mencarinya, kelas akan dimulai sebentar lagi.”
“Baiklah, terserah kau saja. Aku terima apapun yang kau lakukan.”
“Lisa... baiklah, aku minta maaf. Nanti aku akan mencarinya sampai dapat,”
“Walaupun kau bisa mencarinya sekarang juga, tapi aku akan menunggu sampai kau mencarinya dan mengembalikan buku itu padaku lagi. Terima kasih.”
“Lisa... hey Lisa, kau marah?” Chaeyoung menghela nafas, dan akhirnya hanya menempelkan sebelah pipinya di atas meja, menatap Lisa yang tidak menghiraukannya lagi.
Ponsel itu berdering.
Menyadarinya, Chaeyoung bergerak, mengambil ponselnya. Satu pesan masuk, dari Junhoe. Dan senyuman merekah langsung mengembang di wajah Chaeyoung setelah membaca itu.
“Lisa-ya, bukumu itu ada di mobil Junhoe, dan dia sekarang mengantarkannya.”
“Baguslah.”
“Hey... apa kau masih marah?”
“Iya. Tapi mungkin akan berhenti setelah buku itu ada di tanganku lagi.”
“Ah baiklah, aku akan keluar sebentar dan mengambilnya. Tunggu disini.” Chaeyoung langsung beranjak dan berlari keluar dari kelasnya. Junhoe sudah menunggu di luar kampusnya.
---
Junhoe menarik nafas, sekilas mengalihkan tatapannya dari perempuan itu, lalu kembali menatap perempuan itu yang masih berlari menghampirinya.
“Ya! Memangnya apa yang aku lakukan padamu, kenapa kau tiba-tiba marah?”
Chaeyoung berhenti beberapa langkah di depan Junhoe, laki-laki itu langsung menyerangnya dengan suara besarnya.
“Aku tidak marah loh Jun,” Chaeyoung tersenyum dan mengambil buku tebal itu dari tangan Junhoe.
“Lalu kenapa kau tidak menjawab pesanku atau mengangkat telfonku?”
“Kau selalu mengirim banyak pesan padaku, dan aku jadi malas menjawabnya jika begitu. Tapi sekarang aku sudah tidak marah lagi, dan pesanmu nanti akan aku jawab, juga telfonmu akan aku angkat.”
“Hah? Kau bilang tidak marah tadi. Dasar aneh.”
“Junhoe...” Chaeyoung langsung mendekat dan melingkarkan tangannya di leher Junhoe, merapatkan tubuh dengan laki-laki jangkung itu. “Semalam aku marah padamu, tapi sekarang sudah tidak lagi, karena kau mengantarkan buku ini. Terima kasih yah sayang,”
“Hah... yah baiklah. Akan aku lakukan apapun untukmu dan jug_”
Chaeyoung memotong ucapan Junhoe dengan bibirnya, dia menempelkan bibir mereka. Tidak, bukan hanya tempelan, tapi itu ciuman. Junhoe tersenyum kecil dalam ciumannya, dan tangannya menarik tubuh Chaeyoung lebih merapat. Mereka tidak peduli orang-orang yang melihat, rasanya hanya ada mereka berdua.
            ***

Chaeyoung tersenyum, mengambil satu snack kentang yang di simpan Lisa. “Lisa-ya, kenapa ini ada dua? Apa ini untukku satu?”
“Hem.. terserah saja.” Lisa mengangguk sembari mengeluarkan tatapan setengah jijiknya pada seringaian Chaeyoung.
“Kau baik sekali Lisa, terima kasih. Apa kau sudah tidak marah?”
“Yah, begitulah. Buku itu sudah kembali, tidak ada alasan lagi untuk marah padamu. Terima kasih.” Lisa meneguk jus kalengnya, dan mengeluarkan ponselnya.
“Baiklah, aku terima dengan senang hati keripik kentang ini. Selamat makan.” Chaeyoung mulai membuka lebar mulutnya untuk snack itu, melahapnya seperti orang kelaparan.
Kelas sudah selesai sepuluh menit yang lalu, dan sekarang mereka punya waktu sedikit sebelum kegiatan selanjutnya.
“Hey Chaeyoung-ah, beberapa hari ini sepertinya tidak ada masalah,”
“Masalah apa maksudnya?”
“Kau dan Pengacara Koo. Aku lihat kalian baik-baik saja sekarang, malah terlalu baik, sampai menodari kampusku dengan kemesraan menjijikan itu.”
“Ya! Kenapa kau selalu bicara begitu? Ini Juga kampusku, dan aku tidak menodainya. Lagipula banyak orang lain yang juga melakukannya disini.”
“Ah terserah saja.” Lisa kembali meneguk minumannya, berhenti menatap Chaeyoung.
Chaeyoung menelan makanannya, dan setelah itu dia berhenti memakannya. Hanya diam. Ucapan Lisa benar, dia dan Junhoe baik-baik saja sekarang, tapi itu hanya yang orang lain lihat. Sebenarnya, ini adalah hari terakhir. Ah tidak, Chaeyoung melupakannya.
“Lisa, tolong berikan tugasku pada Prof. Choi nanti?” Chaeyoung segera mengeluarkan beberapa berkas dari tasnya, dan menyodorkan itu kehadapan Lisa.
“Apa? Kenapa tidak kau saja yang memberikannya?”
“Tidak bisa, aku harus pergi,”
“Sekarang maksudmu? Tapi kemana?”
“Sudah, berikan saja yah. Aku minta tolong padamu dengan sangat Lisa, nanti aku akan membalas kebaikkan hati sucimu itu. Jadi tolong aku hari ini, yah?”
“Ya! Apa kau mau membolos kelas nanti huh? Lalu kemana kau pergi?”
“Aku melupakan Junhoe, jadi aku mohon tolonglah. Ini, berikan pada Prof.Choi. Terima kasih Lisa.” Chaeyoung menyimpan berkas itu di samping Lisa, lalu berlari pergi tanpa mengatakan apapun lagi, menghiraukan teriakkan Lisa yang memanggilnya.
Dia melupakannya. Karena rasanya begitu indah saat bersama laki-laki itu, dia jadi melupakannya. Padahal dia pikir, laki-laki itu akan selalu bersamanya, di sampingnya, dan memeluknya. Sekarang kesempatan terakhir, dia harus melakukan apapun yang dia bisa untuk kesempatan terakhir ini, sebelum pelukan hangat laki-laki itu tidak bisa digapainya lagi.
            ***

Park Chaeyoung langsung beranjak setelah matanya menangkap sosok tercintanya itu, lalu berjalan cepat menghampirinya.
“Chaeyoung-ah, kenapa kau datang kesini?”
“Jun, apa kau sibuk? Pekerjaanmu banyak? Bisakah kau pergi saja denganku sekarnag?”
“Pergi kemana?”
“Koo Junhoe, kau masih belum mengajakku jalan-jalan, dan aku datang untuk menagih itu.”
“Jalan-jalan? Sekarang? Tapi aku sedang bekerja Chaeyoung-ah, bisakah lain kali saja?”
“Tidak. Itu tidak bisa lain kali, hanya bisa sekarang Junhoe-ya. Karena nanti, kau akan... kau akan_”
“Baiklah,” Junhoe memotong, dia sudah mengerti sebelum Chaeyoung menyelesaikan ucapannya. “Tunggu dulu disini, aku harus mengambil tasku.”
Chaeyoung tersenyum dan mengangguk, dan Junhoe berlari kembali ke ruangannya. Chaeyoung membuang nafas, kembali duduk di kursi lobby. Walaupun hanya sedikit yang bisa dilakukan, setidaknya itu bisa dilakukan.
“Ayo.” Junhoe kembali, dengan senyuman di bibirnya, menggandeng tangan Chaeyoung dan berjalan. “Kau mau kita kemana?”
“Emh... Wonderland,”
“Ya! Bukankah kau tidak suka keramaian?”
“Tapi aku suka roller coaster, jadi kita kesana saja, yah?”
“Baiklah. Dan aku akan menggendongmu jika kau muntah atau pusing setelah menaiki itu.”
“Terima kasih, Junhoe sayang.” Chaeyoung mengeratkan genggaman tangan mereka.
“Tapi, kenapa kau tiba-tiba datang kesini? Apa kau membolos dari kelasmu?”
“Yah... hanya hari ini. Kau juga tahu kan Jun, aku ini rajin dan jarang membolos, jadi tidak apa-apa jika hanya hari ini. Kau juga bolos kerja,”
‘Ya! Itu karenamu.” Junhoe menyentil kening Chaeyoung, membuat perempuan itu membalasnya dengan pukulan keras andalannya.
Menyenangkan. Rasanya sangat menyenangkan jika mereka terus bersama, berkelahi dan tertawa seperti itu.
            ***

Wonderland dengan roller coaster dan muntahnya selesai. Kebun binatang selesai. Makan siang dengan full-set makanan Prancis selesai. Namsan Tower selesai. Bioskop dan film vampire-nya selesai. Makan malam dengan full-ser makanan Jepang juga selesai. Akhirnya.
Sekarang, disini hanya taman biasa. Taman kota yang tidak banyak orang datangi jika sudah malam, hanya ada beberapa orang yang bersepeda dan duduk, menghabiskan jam malam mereka sebelum pulang ke rumah.
Junhoe duduk menyandar pada kursi, sesekali meneguk kopi kaleng di tangannya. Dan Chaeyoung masih tidur terlentang dengan pangkuan Junhoe sebagai bantalnya.
“Aku ingin melihat kembang api.”
“Kau sudah bangun?” Junhoe menundukkan kepala, tersenyum pada sang putri yang baru membuka matanya setelah kelelahan kesana kemari. “Mau minum?”
“Tidak. Aku ingin melihat kembang api,”
“Ya! Memangnya dimana yang ada kembang api? Ini sudah larut, tidak ada toko yang buka. Oh... apa kau ini masih bermimpi?” Junhoe mengusap-usap wajah Chaeyoung kasar.
“Hentikan Jun, Ya!” Chaeyoung menepis tangan Junhoe, lalu bangun dan duduk menyandar pada kursi.
“Kau masih mau pergi lagi? Atau kita pulang saja? Ini sudah malam,”
“Aku juga tahu ini sudah malam.”
“Jadi, kau sudah pusa? Kita kemana lagi?”
“Tidak Junhoe, aku tidak akan pernah puas bersama denganmu. Aku ingin selalu dan selamanya bersamamu, kau tahu kalau aku sangat mencintaimu?”
“Aku tahu,”
“Dan, apa kau mencintaiku? Junhoe, apa kau mencintai Park Chaeyoung?”
“Kemari,” Junhoe menarik Chaeyoung mendekat padanya, lalu menyatukan bibir mereka. Dan melepasnya setelah hampir satu menit. “Koo Junhoe mencintai Park Chaeyoung.” Bisiknya setelah itu.
Chaeyoung tidak bisa menahan senyuman dan rona wajahnya, dia senang. Setidaknya, cintanya juga terbalas. Dia sangat mencintai Koo Junhoe.
“Junhoe, kita pulang saja, aku sudah kehabisan tenaga. Antarkan aku pulang yah?”
“Tentu, dengan senang hati, sayangku.” Junhoe tersenyum aneh, lalu menggendong Chaeyoung dan berjalan menuju mobilnya.
“Hey, kau genit Junhoe.”
“Aku tahu.”
“Tapi aku suka, ah tidak... sepertinya aku suka semua darimu Junhoe. Aku suka Koo Junhoe yang baik, dan Koo Junhoe yang jahat,” Chaeyoung mengecup pipi Junhoe cepat. “Kau jahat Junhoe.” lalu menunduk di dada laki-laki itu dan memukulnya.
“Mianhae...”
            ***

Chaeyoung melirik jam kecilnya, lalu kembali menatap Junhoe di sampingnya. Laki-laki itu masih berbaring di sampingnya, memeluknya hangat.
“Junhoe, ini sudah larut, kau tidak pulang? Ponselmu terus berdering,”
“Anggap saja itu nyanyian malam yah,”
“Kau tidak pulang? Keluargamu pasti mencarimu, besok adalah_”
“Ahh...” Junhoe memotong ucapan Chaeyoung, menariknya, semakin erat memeluknya. “Aku lelah sayang, kau membawaku pergi kesana kemari. Rasanya aku kehabisan tenaga untuk menyetir, bisakah kau antarkan saja aku pulang?”
“Aku tidak bisa menyetir,”
“Aah... lalu bagaimana ini? Aku sepertinya tidak bisa pulang.”
“Kau panggil saja supir pengganti,”
“Tidak, uangku habis karenamu hari ini.”
“Ya! Apa kau semiskin itu Pengacara Koo?”
“Tidak, aku sangat kaya.” Junhoe mengcup kening Chaeyoung. “Sepertinya aku menginap saja disini, yah, sayang?”
“Baiklah, itu memang keinginanku. Kemari, peluk aku...” Chaeyoung merapat, memejamkan mata dalam pelukan Junhoe.
Malam ini juga hujan datang, tapi hanya titik-titik kecil. Dan besok, pasti akan sangat cerah, karena besok adalah hari bahagia. Yah, hari bahagia.
Udaranya hangat, sangat hangat walaupun hujan. Atau mungkin itu karena pelukan Koo Junhoe yah. Chaeyoung sangat mencintai laki-laki itu.
“Junhoe-ya,”
“Hem...”
“Lakukan,”
“Apa?”
“Lakukan saja apa yang kau ingin lakukan padaku, aku tidak akan menolaknya. Aku milikmu Junhoe, jadi tolong jadikan aku milikmu,”
“Apa maksudmu?”
“Aku mencintaimu Junhoe, sangat mencintaimu. Jadi lakukan apapun yang kau mau, karena hanya malam ini kau masih milikku, besok kau akan menjadi milik orang lain Junhoe-ya...”
“Tidak, aku hanya milikmu.” Junhoe kembali menyatukan bibir mereka, menghentikan Chaeyoung bicara yang tidak-tidak. Walaupun itu benar, tapi itu rasanya tidak benar.
“Besok kau akan menikah dengan perempuan lain, dan meninggalkanku...”
“Aku tidak akan meninggalkanmu, dan aku hanya milikmu.”
“Junhoe, aku sangat mencintaimu...” lagi, mereka menyatukan bibir lagi. Memainkan permainan lembut yang manis. Dan rasanya, itu lebih indah dari sebelum dan sebelumnya. Atau mungkin, karena itu adalah terakhir kalinya.

            -bersambung-
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

iklaan

SUPER JUNIOR