Tittle: Pink
Heartsick
Genre: Drama,
Romance || Rate: 15 || Length: Chapter
Cast: Koo Junhoe
| Park Chaeyoung | Kim Jennie | Lisa | Bobby | other cast
Author: Cifcif
Rakayzi
======= ====
======= ==== =======
Chapter 1
“Chaeyoung-ah, sedang
apa kau ini?” Junhoe menghela nafas panjang, menyimpan ponselnya di atas meja.
Sudah hampir setengah jam perempuan yang duduk di sampingnya itu hanya melamun,
menatap layar laptop dengan tatapan tidak dimengerti. “Kalau mau menulis, tulis
saja apa yang kau bisa. Dari tadi kau hanya melamun, dan itu tidak akan
menyelesaikan tugasmu. Dan juga, aku bosan.” Junhoe melonggarkan ikatan
dasinya, menyandarkan punggung pada sandaran kursi.
“Jangan pergi dulu,
temani aku disini sampai selesai, ini akan selesai sebentar lagi.”
“Huh... benarkah? Kau
bahkan tidak mengetik satu katapun disana, apa itu kau anggap sudah selesai?”
Perempuan bernama
Chaeyoung itu menggeleng kepala, menghembuskan nafas frustasi. Sudah selama
itu, tapi tugasnya masih belum selesai, ah tidak, bahkan itu belum dimulai. Dia
meneguk sisa jus jeruk di sampingnya, mengalihkan tatapan pada sang kekasih.
“Jun, maaf sudha membuatmu menunggu, tapi aku sama sekali tidak mendapat ide
apapun untuk tugasku ini. Bisakah kau membantuku?”
Junhoe memasang tatapan
tajamnya, tapi itu kembali meleleh dengan senyuman Chaeyoung. Laki-laki ini
tidak bisa menolak jika kekasihnya sudah memohon, itu adalah salah satu
kelemahannya. Junhoe meneguk habis kopi miliknya, lalu menarik laptop itu
kehadapannya. “Kau selalu saja seperti ini, Chaeyoung-ah. Aku tidak tahu
bagaimana kau bisa lulus nanti jika semua tugasmu aku yang mengerjakan. Kau
harus menyelesaikan kuliahmu tahun ini_”
“Aku mengerti, aku
mengerti, Pengacara Koo. Berhentilah menceramahiku, dan kerjakan saja tugas itu.
Nanti aku akan mengajakmu jalan-jalan jika sudah selesai.”
“Ck. Merepotkan.”
Chaeyoung tersenyum
menatap kekasihnya mulai serius dengan itu, Junhoe memulainya dengan melihat
beberapa file tugas Chaeyoung sebelumnya.
“Koo Junhoe, kau tahu?”
Chaeyoung menempelkan pipinya pada meja, menatap laki-laki itu masih dengan
senyumannya.
“Tentu saja tidak,
bagaimana kau pikir aku tahu?” Junhoe tidak menghiraukan Chaeyoung, dia mulai
mengetik.
“Eh menyebalkan. Kau
selalu menjawab seperti itu. Tapi tidak apa, aku akan memberi tahumu.”
Chaeyoung merubah posisinya, semakin mencondongkan wajahnya kesamping Junhoe.
“Dengar, aku mencintaimu.”
“Hem, aku tahu. Kau
sudah sering mengatakan itu, terlebih jika aku lagi yang mengerjakan tugasmu,
kau pasti mengatakan itu berulang kali.”
“Ya!” Chayeoung memukul
lengan Junhoe, menghapus senyuman merekahnya untuk laki-laki itu. “Kau
menyebalkan, Jun! Harusnya kau menjawab itu, atau lakukan hal manis lain saat
pacarmu mengutarakan perasaannya. Dasar.”
“Hem, aku tahu. Kau
juga sering mengataiku seperti itu.”
“Ya!” kali ini pukulan
Chayeoung lebih keras dan banyak, tapi Junhoe tetap tidka menghiraukannya,
laki-laki itu serius dengan pekerjaannya. “Walaupun kau orang yang paling
menyebalkan di bumi ini, tapi aku tidak akan menarik ucapanku itu. Hanya saja,
kau harus belajar lebih tentang cara memperlakukan orang dengan baik. Dasar
Junhoe. Aku tidak mengerti kenapa kau menjadi pengacara terkenal secepat itu,
padahal sikapmu menyeramkan seperti ini.”
“Sayang, jika kau mau
aku menyelesaikan tugasmu, tolong berhentilah mengoceh tidak jelas. Iya?”
Junhoe berhenti mengetik, menarik tatapannya menatap Chaeyoung, sangat dekat.
Membuat perempuan yang sudah hampir delapan tahun menjadi kekasihnya, merona.
Yah, meski sudah selama itu, Chaeyoung masih tetap tidak bisa menahan godaan
dari laki-laki menyeramkan Koo Junhoe.
“Huh? Ah a-aku... tid-
Hey! Wajahmu terlalu dekat itu!” Chaeyoung mendorong Junhoe, menjauh, menahan
debaran itu.
“Terima kasih jika kau
mengerti.” Junhoe kembali pada laptopnya.
“Aku tidak bermaksud
menganggumu, aku hanya sedang_” Chaeyoung menahan ucapannya, melihat ponsel
Junhoe yang bergetar. Seseorang menelfonnya. Dan akhirnya dia tidak melanjutkan
ucapannya, Junhoe mengambil ponselnya, dan dia pergi.
“Itu mulai lagi...”
Chaeyoung menghela nafas, bersandar pada kursi.
Sudah lama mereka
bersama, dan kedekatan mereka membuat tidak ada rahasia satu sama lain. Tapi,
akhir-akhir ini sedikit berbeda. Sikap Junhoe berbeda. Dia tidak pernah pergi
jika mengangkat telfon, tapi sekarang dia akan pergi ke luar atau tempat lain
saat mendapat telfon. Dia seolah menghindari Chaeyoung. Dan beberapa perubahan
sikap lainnya.
“Ada apa? Telfon dari
siapa itu?” Chaeyoung menggerakan tatapannya mengikuti Junhoe yang kembali
duduk.
“Aku akan menyelesaikan
tugasmu nanti, tapi sekarang aku harus kembali ke kantor,” Junhoe menutup
laptopnya, membereskan beberapa buku di meja itu. “Aku akan mengantarmu pulang.
Ayo.”
“Tidak usah, aku harus
belanja dulu. Kau pergilah.”
“Baiklah. Hati-hati
pulangnya. Aku pergi.” Junhoe memakai jasnya, lalu melangkah.
“Tunggu,” Chaeyoung
menarik tangan Junhoe, membuat laki-laki itu menahan langkahnya. “Tapi jangan
lupa kalau kau harus menyelesaikan tugasku itu yah, Sayang.” Chaeyoung mengecup
pipi Junhoe sekilas, dan laki-laki itu pergi, tanpa senyuman atau kecupan
balasan seperti biasanya.
Ini sedikit
menyebalkan, tapi Chaeyoung tidak apa-apa. Dia akan menahannya sampai laki-laki
itu menyadari perubahan sikapnya sendiri, atau yang lebih ditunggu yaitu Junhoe
mengatakan sesuatu yang dia sembunyikan itu padanya.
***
“Lisa!”
“Sepertinya kau tidak
harus berteriak seperti itu jika memanggilku, dna juga... lepaskan pelukan di
tempat umum ini.”
“Jahat.” Chaeyoung
melepas pelukannya pada perempuan berambut sebahu itu, lalu mengikuti langkahnya
dengan cemberut.
“Sepertinya ini hari
sialku,”
“Kenapa?”
“Aku selalu tidak suka
jika bertemu denganmu di super market. Kau pasti akan memasukkan jajananmu pada
keranjangku, dan mengambilnya setelah aku membayar itu. Kau tahu kalau aku
sangat membenci itu, Koo Chaeyoung?” Lisa, perempuan yang kadang merasa kalau
dirinya bernasib buruk karena berteman dengan Chaeyoung ini, mengeluarkan
tatapan laser dan melangkah besar meninggalkan Chaeyoung.
“Koo Chaeyoung? Ah
rasaya itu terdengar sangat indah, terima kasih Lisa-ya. Aku benar-benar
mencintaimu, Lisa.” Chaeyoung tersenyum lebar, dan kembali mengejar perempuan
itu untuk memeluknya.
“Jadi bagaimana
tugasmu, sudah dimulai?”
“Tentu saja, dan itu
akan cepat selesai.” Chaeyoung yang mendadak gembira, mengambil banyak snack
kedalam keranjangnya. Kali ini, dia tidak bisa memasukkan itu pada keranjang
belanjaan Lisa, dia sudah mengeluarkan tatapan laser begitu tadi.
“Kenapa? Apa kau
menyalinnya dari internet?”
“Ya! Aku tidak akan
melakukan hal sebodoh itu.”
“Lalu bagaimana caranya
kau bisa menyelesaikan tugas dengan cepat, yang bahkan kau masih belum
mengerjakannya setelah yang lain sudah memulainya dari minggu kemarin?”
“Pengacara Koo
membantuku.” Chaeyoung tersenyum aneh lagi. Salah satu kepribadian anehnya
yaitu dia merasa gembira luar biasa saat memperkerjakan kekasihnya.
“Ya! Kau menyuruhnya
mengerjakan tugasmu lagi? Hey kau ini, itu bahkan sama saja dengan kau menyalin
dari internet.”
“Kenapa? Jelas itu dua
hal berbeda.”
“Kau bodoh, itu adalah
dua hal yang sama walau berbeda. Tapi, yah itu terserah padamu. Hanya dirimu
sendiri yang akan bisa membuatmu lulus nanti.”
“Lisa, kau jahat. Apa
maksudmu aku tidak bisa lulus dengan kemampuanku sendiri? Ya! Itu jahat Lisa.
Sebenarnya aku ini juga sama pintarnya dengan Junhoe, hanya saja dia jadi lebih
pintar dan menyelesaikan kuliahnya dengan cepat. Kau mengerti? Jangan
meremehkanku, Lisa!” Chaeyoung melepas kaitan tangan mereka, menatap Lisa
dengan tatapan aneh khasnya.
“Aku tidak
meremehkanmu, kau saja yang berpikir begitu.” Lisa berbalik, menatap Chaeyoung,
lalu berjalan meninggalkannya.
“Tapi Lisa, tidak
apa-apa jika jahat begitu, kau masih tetap teman terbaikku. Hey tunggu!”
Chaeyoung mempercepat langkah mengejarnya.
Keranjang belanjaan
mereka sudah hampir penuh, tapi sepertinya mereka berdua tidak berniat untuk
mengakhiri perburuan itu. Baik Chaeyoung maupun Lisa, keduanya masih memasukkan
benda yang mereka lihat kedalam keranjang, tidak peduli jika nanti
pembayarannya membengkak. Dan bukankah itu memang kebiasaan perempuan.
“Chaeyoung-ah, apa
sekarang sudah tidak apa-apa?”
“Hem.. apa?”
“Kekasihmu. Apa Junhoe
masih menghindarimu?”
Chaeyoung menyimpan
kembali botol shampoo yang di pilihnya, terdiam dengan pertanyaan Lisa. Pikiran
tentang perubahan sikap Junhoe memang membebaninya, dia tidak bisa berbohong
tentang itu. Tapi Junhoe masih tidak mengatakan apapun, dan dia akan berusaha
baik-baik saja sampai itu bisa dimengerti.
“Dia tidak
menghindariku seperti itu, hanya saja Junhoe memang sedikit menjauh dariku. Dan
itu bertambah akhir-akhir ini.”
“Jika itu sangat
mengganggumu, coba bicarakan itu dengannya.”
“Tidak, aku percaya
jika itu ada artinya. Junhoe tidak akan melakukan sesuatu tanpa alasan. Dan aku
akan menunggunya sampai dia menyadari itu sendiri.” Chaeyoung kembali
melangkah.
“Sampai kapan kau bisa
menahannya?”
“Emh.. aku tidak tahu.
Aku bahkan baru bertemu lagi dengannya, seminggu ini dia menolak ajakanku. Aku
tidak ingat kalau sesibuk apapun Junhoe, dia sampai tidak bisa pergi keluar
bersamaku. Dia bilang pekerjaannya sangat sibuk sekarang,”
“Chaeyoung-ah, jika kau
seperti ini, aku bisa melihat kalau itu masalah besar untukku. Coba bicarakan
saja dengannya, mungkin dia akan memberi tahumu sesuatu.”
“Hey Lisa, aku harus
bagaimana?” Chaeyoung menunduk. Dia menahan untuk tidak bisa menangis. Ini
hanya masalah kecil, semua pasangan pasti pernah mengalaminya, dan Chaeyoung
ingin mengerti itu, walaupun kali ini
berbeda.
Lisa tidak menjawab,
dia tidak tahu harus memberi jawaban apa. Chaeyoung terlalu ingin mempercayai kekasihnya,
dan dia tidak akan mendengarkan perkataannya jikapun dia memberikan jawaban.
Lisa hanya memeluk Chaeyoung, menenangkannya.
***
Chaeyoung melepas
balutan handuk dari kepalanya, membiarkan rambut basahnya terkena angin.
Sepertinya, dia tidak berniat untuk menyisir rambut panjangnya sekarang, dia
hanya berdiri di balkon.
Malam ini sedikit lebih
gelap, hanya sedikit bintang yang hadir di langit sana, dan juga tanpa bulan.
Ponselnya kembali berdering, itu pesan balasan dari Junhoe, tapi Chaeyoung
mengabaikannya. Pikirannya sekarang dipenuhi tentang itu, sesuatu yang
mengganggunya tentang Junhoe. Bagaimana dia harus bersikap sekarang, apa itu
tidak akan apa-apa jika dia membicarakannya dengan Junhoe sebelum laki-laki itu
mengatakannya sendiri, Chaeyoung masih tidak tahu.
Ponselnya kembali
berbunyi, kali ini dengan nada dering berbeda. Itu panggilan masuk, Junhoe
menelfonnya.
Chaeyoung hanya menatap
ponsel ditangannya, menatap nama Koo Junhoe yang muncul di layar ponsel. Dia
sangat mencintai laki-laki jangkung dengan suara besar yang berisik itu, dia
sangat menyayangi laki-laki yang tidak tersenyum jika suasana yang memaksanya,
dia sangat menyukai laki-laki yang sering membuat masalah dengan sikap
menyebalkannya. Dia sangat mencintai Koo Junhoe.
Panggilan itu berhenti,
dan ponselnya berhenti berdering. Junhoe mengirimnya pesan lagi, tapi Chaeyoung
masih tidak membacanya, hanya membiarkan ponsel itu menerima pesan dari
kekasihnya saja.
Satu hal terpikirkan
olehnya, tepatnya itu prasangka. Dan mungkin itu cocok jika dikaitkan dengan
perubahan sikap Junhoe. Tidak, Chaeyoung dengan cepat menepisnya. Itu pikiran
bodoh. Dia percaya dengan kekasihnya, dia percaya dengan laki-laki yang delapan
tahun ini tidak pernah berbohong padanya.
Satu tetes, dua tetes,
dan akhirnya air mata itu keluar tanpa perintah. Tidak bisa berhenti, Chaeyoung
tidak bisa menahan air matanya. Dia menangis. Koo Junhoe jahat.
***
Mobil hitam itu
berhenti. Chaeyoung membuka pintunya, dan masuk kedalam. Siang ini mereka
bertemu lagi. Tepatnya, Chaeyoung yang mengancam dan memaksa Junhoe untuk
menemuinya.
“Kau sudah makan
siang?” Junhoe kembali menjalankan benda kendaraan beroda empat itu.
“Junhoe-ya, bagaimana
dengan tugasku?” Chaeyoung menahannya, bersikap seperti biasanya. Dia sudah
menemukan satu pikiran tentang itu, tapi dia akan tetap menunggu sampai Junhoe
sendiri yang mengatakan itu padanya.
“Aku mengerjakannya,
tenang saja. Apa kau bertemu denganku hanya untuk itu?” Junhoe melirik
Chaeyoung sekilas, lalu kembali fokus pada jalan di depannya.
“Iya. Aku hanya
memastikan kalau tugasku selesai.”
“Chaeyoung-ah, kau
harus mengerjakan tugasmu sendiri kedepannya. Aku ingin kau menyelesaikan
kuliahmu dengan baik.”
“Ya!” Chaeyoung memukul
lengan Junhoe, sangat keras, membuat mobil itu oelng beberapa detik. “Apa kau
pikir aku tidak menjalani kuliahku dengan baik huh? Dasar kau ini,
mentang-mentang otak pintarmu itu
membuat kau lulus lebih dulu, jangan seenaknya merendahkanku. Aku ini
juga pintar sepertimu Koo!”
“Aku tidak mengatakan
kau bodoh atau tidak pintar, aku hanya ingin kau kuliah dengan baik_”
“Diam. Aku mengerti.
Kau menyebalkan.” Chaeyoung memalingkan wajahnya, membuang tatapan itu menatap
jalanan dari jendela di sampingnya.
Junhoe hanya menghela
nafas, sudah terbiasa dengan kekasihnya yang seperti itu. Dan juga, Chaeyoung
yang cepat marah adalah sesuatu yang membuatnya menyukai perempuan itu.
“Baiklah sayang,
maafkan aku yang menyebalkan ini. Dan sebagai gantinya, aku traktir makanan
Jepang full-set hari ini.”
“Benarkah?” mata
Chaeyoung berbinar, sikapnya berubah dengan cepat. Seperti biasanya, dia juga
tidak bisa menahan godaan makanan. Kelemahannya adalah makanan dan Koo Junhoe.
“Iya. Jadi tenanglah,
jangan pikirkan tugasmu jika sudah ditanganku. Aku bahkan tidak melirik
pekerjaanku sendiri hanya karena tugasmu itu.”
“Ouh benarkah? Terima
kasih.” Chaeyoung bergerak, mengecup pipi Junhoe cepat, lalu kembali duduk
tenang. “Sayang, sebagai gantinya, ayo jalan-jalan akhir minggu ini,”
Binar-binar dimata
Chaeyoung meredup, melihat Junhoe menarik nafas dalam sebelum menjawab. Dia
tahu kalau ini karena itu lagi. Chaeyoung tahu.
“Emh.. maaf, aku tidak
bisa. Pekerjaanku banyak, ditambah tugasmu, aku harus lembur untuk
menyelesaikan itu. Tapi lain hari aku pasti membawamu jalan-jalan.”
“Hem.. tidak bisa yah,”
Chaeyoung melepas tatapan dari Junhoe, kembali menatap jalanan. “Tidak apa-apa,
aku akan menagihnya nati. Selesaikan saja tugasku dengan bagus.”
“Kau marah? Dan kenapa
semalam kau tidak menjawab telfonku?”
“Aku tidur. Dan setelah
bangun, aku jadi malas untuk membalasmu karena banyaknya pesan yang kau kirim.”
“Kau tidak satupun
membalas pesanku, jadi aku terus mengirimnya. Apa kau benar tidur? Tidak
biasanya kau tidur cepat.”
“Junhoe,” Chaeyoung
menarik nafas, menahan debar aneh jantungnya. “Boleh aku bertanya padamu?”
“Kau tidak pernah mint
izin untuk bertanya dariku, kenapa sekarang kau_”
“Baiklah, aku akan
menanyakan sesuatu padamu.” Chaeyoung kembali menarik nafas, dia gugup. Rasanya
ini lebih gugup daripada menyatakan cinta pada laki-laki itu.
“Ada apa? Atau mungkin
kau memberiku tugasmu yang lain?”
“Sayang, apa kau
menyembunyikan sesuatu dariku?”
Tidak, Junhoe tidak
mendengar itu. Suara Chaeyoung terlalu pelan, dan ponsel Junhoe berdering.
Junhoe menerima panggilan masuk pada ponselnya, dan tidak mendengar pertanyaan
Chaeyoung.
Menarik nafas.
Chaeyoung memalingkan wajahnya lagi pada jendela, mendengar Junhoe mengatakan
akan segera pergi menemui seseorang yang menelfonnya. Tidak apa-apa, itu tidak
apa-apa. Mungkin Chaeyoung membuat kesalahan dengan menanyakan itu, dia sudah
bilang akan percaya pada kekasihnya.
“Chaeyoung-ah, apa yang
kau katakan tadi?”
“Belum, aku belum makan
siang. Itu jawaban untuk pertanyaanmu tadi.”
“Ah iya, aku lupa. Tapi
apa tidak apa-apa jika kita memesan fast food saja? Aku harus segera kembali ke
kantor sekarang, tapi nanti aku akan menjemputmu dari kampus.”
“Tidak apa-apa, tapi
nanti aku akan menagih makanan Jepang full-set yang kau berikan.”
“Baiklah, ingatkan aku
itu nanti.” Junhoe menginjak gas, mempercepat laju mobil hitam itu.
***
“Kenapa wajahmu kusut
begitu?” Lisa menyimpan setumpuk buku di atas meja, membuat Chaeyoung berhenti
menempelkan pipi kanannya pada meja.
“Kusut? Haruskah aku
beli setrika untuk merapihkannya lagi?”
“Tidak, kau hanya harus
menemui Koo Junhoe untuk merapikannya lagi.” Lisa duduk di samping Chaeyoung,
mulai membuka satu persatu buku yang dibawanya.
“Hem.. itu benar, tapi
apa yang harus aku lakukan setelah ada dihadapannya?”
“Bicarakan apa yang
membuatmu kusut seperti itu.”
“Sudah kucoba, tapi itu
tidak bisa. Aku tidak tahu...” Chaeyoung mengusap wajahnya beberapa kali,
mengikat rambutnya tanpa merapikannya dulu. Menatap Lisa yang sudah serius
dengan bukunya.
“Chaeyoung-ah, aku
tidak mengerti apa yang tidak kau mengerti itu. Bukankah kalian lama bersama,
dan ini bukan masalah pertama dalam hubunganmu, jadi kenapa kau masih tidak
bisa membicarakannya? Apa sesulit itu?” Lisa menahan tangannya untuk membuka
lembar buku berikutnya, dia menatap Chaeyoung yang terdiam karena ucapannya.
“Tidak, hanya saja...
kali ini berbeda. Junhoe menyembunyikan sesuatu dariku, dan juga dia berbohong.
Itu sesuatu yang tidak pernah dia lakukan selama ini, jadi mungkin ada alasan
kuat dibalik semua itu. Aku harus menunggunya mengatakan itu padaku.”
“Hah baiklah, terserah.
Kau selalu minta pendapat dariku, tapi kau juga tidak pernah mendengarkannya.
Jadi aku akan mendukung apapun yang kau lakukan.” Lisa mengusap kepala
Chaeyoung sekilas, lalu kembali pada bukunya.
“Lisa, bagaimana ini,
aku tidak bisa menahan rasa itu. Aku curiga, aku mencurigai kekasihku
sendiri...” Chaeyoung menghela nafas panjang, menundukkan kepalanya di atas
meja.
Tidak, Lisa benar, ini
bukan masalah pertama dalam hubungan mereka, tapi kenapa rasanya sangat sulit
untuk Chaeyoung mengatakannya. Atau itu karena kali ini Junhoe merahasiakan
sesuatu dibaliknya, selama ini hubungan mereka selalu baik-baik saja karena
tidak ada rahasia antara mereka berdua, dan sekarang itu ada. Rahasia, sesuatu
yang dia sembunyikan.
Ponselnya berdering.
Chaeyoung mengambil ponselnya, membaca pesan yang masuk padanya. Itu dari
Junhoe.
“Lisa, apa kau mau
pulang sekarang? Junhoe sudah menjemputku,”
“Pergilah, aku masih
harus menyelesaikan ini, nanti aku akan pulang bersama Sorn Eonnie.”
“Baiklah, kalau begitu
aku pergi.” Chaeyoung membereskan bukunya, memasukkan itu kedalam tasnya.
“Lagipula, aku tidak
mau jika harus satu mobil dengan kalian berdua disaat seperti ini.”
“Ck. Kau ini.”
Chaeyoung menepuk kening Lisa, lalu pergi setelah membereskan semua barangnya.
---
Chaeyoung tersenyum,
melihat laki-laki jangkung itu berdiri di samping mobilnya dan melambaikan
tangan. Junhoe sangat baik padanya, dan hubungan mereka baik-baik saja selama
ini, tapi kenapa tiba-tiba harus ada sesuatu seperti ini yang menganggunya.
Chaeyoung tidak bisa memikirkan hal lain selain itu, Koo Junhoe.
“Apa kelas hari ini
melelahkan? Kenapa wajahmu seperti itu?” Junhoe menggerakkan tatapannya
mengikuti pergerakan Chaeyoung yang menghampirinya.
“Apa wajahku
benar-benar kusut?” Chaeyoung langsung melihat pantulan wajahnya dari kaca
spion mobil. “Lisa juga mengatakan itu padaku. Hey Jun, sekusut apa wajahku?”
Chaeyoung berbalik, menatap Junhoe.
Tapi laki-laki itu
malah tersenyum, Junhoe mengucap kepala Chaeyoung. “Mungkin ungkapan yang
tepatnya bukan kusut, tapi murung. Tapi itu tidak apa-apa, wajahmu masih cantik
seperti biasa. Hanya saja,” Junhoe menggantung ucapannya.
“Hanya saja apa?”
“Hanya saja, kau ini
masih tidak tahu caranya merawat dirimu sendiri. Lihatlah, kau mengikat
rambutnya alas, itu berantakan sekali. Kau jadi terlihat seperti orang gila.
Dan oh... aku baru lihat lingkaran hitam di matamu, sepertinya tadi tidak
terlihat.”
“Ya!” Chaeyoung menepis
tangan Junhoe, memukul pinggang laki-laki itu. “Mengataiku seperti orang gila
lebih buruk dari mengatakan wajahku kusut. Kau jahat sekali Koo.”
“Kemari... aku berikan
vitamin,” Junhoe menarik Chaeyoung mendekat, menempelkan bibir mereka.
“Ya!” Chaeyoung
mendorong Junhoe setelah beberapa detik ciuman itu. “Jangan lakukan itu di
tempat seperti ini, semua orang melihat kita.”
“Hem.. semua orang?”
Junhoe mengedarkan tatapannya melihat sekeliling. “Sepertinya tidak ada yang
melihat kita, mereka sibuk dengan dirinya sendiri.”
“Tapi tetap saja, ini
tempat umum, jangan lakukan itu lagi disini.” Chaeyoung mendorong Junhoe lagi,
lalu membuka pintu mobilnya dan masuk.
“Iya baiklah, nanti aku
akan melakukannya di tempat sepi.”
“Hey.. aku juga tidak
mengatakan kau bisa melakukannya di tempat sepi.” Chaeyoung kembali membuka
pintu mobilnya, menatap Junhoe tajam.
“Kau jahat. Lalu dimana
aku bisa menciummu? Tempat seperti apa yang kau inginkan?”
“Berhenti membicarakan
itu! Cepat masuk.” Chaeyoung menutup pintu mobilnya, diikuti Junhoe yang
akhirnya masuk kedalam mobil. Dia menarik nafas. “Kau yang jahat, Koo Junhoe.”
Mobil hitam itu melaju,
cepat, meninggalkan tempat itu.
***
Tidak, ini tidak benar.
Suara yang berteriak di
hati Chaeyoung, terus mengatakan kalau ini tidak benar. Jika dia memutuskan
untuk percaya pada Junhoe, maka dia harus benar-benar mempercayai kekasihnya,
dan tidak melakukan ini.
Chaeyoung kembali ke
luar rumah setelah Junhoe mengantarkannya tadi, dan dia mengikuti laki-laki itu
diam-diam. Chaeyoung bersembunyi di dalam taksi, mengikuti mobil Junhoe dari
belakang.
Dia tidak ingin
melakukan ini, bahkan dia tidak pernah memikirkan hal gila semacam ini. Ini
terlalu buruk. Tapi entah kenapa, rasanya seperti tubuhnya yang bergerak
sendiri untuk melakukan ini. Dan pada akhirnya, Chaeyoung tidak bisa mengelak
kalau dia sudah mengkhianati kepercayaannya itu dengan melakukan ini..
Mobil Junhoe berhenti,
di depan sebuah cafe. Junhoe tidak
keluar dari mobilnya, tapi seorang perempuan masuk kedalamnya. Perempuan cantik
berambut hitam panjang dengan dua cup kopi ditangannya. Lalu mobil hitam Junhoe
kembali melaju.
“Nona, mobilnya pergi.
Apa kita kembali ikuti?” sang sopir taksi melirik Chaeyoung dari kaca spion
depan, tapi tidak ada jawaban. Chaeyoung hanya diam.
“Nona, bagaimana? Kita
harus kemana sekarang?” supir itu bertanya lagi, tapi masih tidak ada jawaban.
Perempuan itu siapa?
Dia bukan teman atau keluarga Junhoe, Chaeyoung tahu semua teman dan anggota
keluarga Junhoe. Perempuan itu cantik. Dan dari senyumannya tadi, itu terlihat
kalau mereka sudah dekat. Mungkin sangat dekat, mengingat Junhoe membiarkannya masuk
kedalam mobilnya selarut ini.
Perasaan aneh itu terus
menekan, membuat Chaeyoung sesak dengan pikiran-pikiran aneh yang bermunculan
dalam kepalanya. Rasa curiga itu semakin besar, tapi dia ingin terus
menepisnya. Dia hanya ingin percaya pada kekasihnya, dan tidak ingin memikirkan
apapun tentang itu. Tapi mau bagaimana, matanya melihat sendiri itu.
“Nona, apa kau
mendengarku?”
“Ah iya, kenapa?”
Chaeyoung lepas dari lamunannya. Dia melihat supir taksi yang menatapnya.
“Sekarang kita kemana?
Mobil itu sudah pergi, apa kita ikuti lagi?”
“Tidak, tidak usah.
Sekarang jalan saja, putar arah.”
“Baiklah.”
Entah kenapa, supir
taksi itu juga merasakan atmosfer
aneh, dan dia melajukan taksinya tanpa kembali bertanya. Sepertinya dia
mengerti, kalau penumpangnya sekarang sedang tidak baik.
Dan malam itu berakhir,
mengakhiri perasaan aneh Chaeyoung. Tidak, tepatnya itu mengakhiri kecurigaan
Cheyoung pada Junhoe. Walau dia tidak ingin tahu, tapi dia tahu sekarang. Walau
dia tidak ingin mengerti, tapi dia mengerti sekarang. Tidak apa-apa. Itu tidak
apa-apa.
-bersambung-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar