Tittle:
Pink Heartsick
Genre:
Drama, Marriage life, Romance || Rate: 15 || Length: Chapter
Cast:
Koo Junhoe | Park Chaeyoung | Kim Jennie | Lisa | Bobby | other cast
Author:
Cifcif Rakayzi
=======
==== ======= ==== =======
Chapter 4
Mentari pagi sudah
bersinar, perlahan beranjak menuju tempatnya, menyinari dari langit sana.
Menemani banyak cerita setiap harinya. Dan pagi ini juga cerah, sangat cerah.
Langit biru yang hanya dihiasi sedikit awan putih, hangatnya sinar matahari,
dan angin lembut yang menggoyangkan bunga-bunga. Ini adalah hari bahagia.
Perlahan, Chaeyoung
membuka matanya, menatap bantal di sampingnya. Tempat itu kosong, hanya ada
cerita kalau ada seseorang yang tidur disana tadi malam. Chaeyoung menarik
nafas panjang, merubah posisinya menatap jendela yang terbuka, seseorang
sepertinya membuka jendela itu sebelum dia bangun.
Rasanya, dingin. Dia
ingin menangis. Tidak, rasanya dia ingin berteriak dan menjerit, menangis
sebanyak dia bisa, menjerit sampai suaranya habis. Dia ingin berlari mengejar
orang itu.
Senang rasanya jika ini
hanya mimpi. Walaupun mimpi buruk, tapi setidaknya ini hanya mimpi. Dan tidak
akan memisahkan dia darinya.
Ponselnya berdering,
dan itu adalah kesekian kalinya berdering. Chaeyoung menatap ponselnya, disana
banyak pesan dan panggilan dari Lisa, pasti perempuan itu mengkhawatirkannya
karena tidak kuliah. Yah, hari ini dia tidak kuliah, dia bangun terlalu siang.
Chaeyoung mengabaikan
ponselnya, tidak menjawab satupun pesan dari Lisa. Dia beranjak, meninggalkan
ponselnya dan berjalan keluar kamar. Bibirnya tersenyum, melihat semangkuk sup
yang tersaji di meja makan. Tapi sayangnya, sup itu dingin, menandakan
seseorang yang membuatnya sudah lama pergi. Chaeyoung melangkah lagi,
mengabaikan pesan dalam kerts kecil yang bersandar di mangkuk itu.
Pintu, Chaeyoung hanya
berdiri menatap pintu. Beberapa hari yang lalu, laki-laki itu datang, berdiri
di balik pintu itu dengan basah kuyup. Itu Koo Junhoe. Chaeyoung ingat saat
Junhoe memeluknya dan menangis, mengatakan cinta dan maaf. Dasar jahat.
Hari itu, saat hujan
deras itu, Junhoe menangis mengatakan maaf padanya. Karena dia harus menikah
dengan perempuan lain, dan menjadi jahat.
Awalnya, Chaeyoung
tidak bisa menerima penjelasan apapun yang dikatakan Junhoe, dia menolak semua
alasan laki-laki itu. Chaeyoung menangis dan tidak mau mendengar apapun. Tapi, dia
sadar, walaupun dia bersikap seperti itu, kekasihnya akan tetap pergi
meninggalkannya. Menjadi milik perempuan lain.
Keluarganya, meminta
laki-laki suara besar itu untuk menikahi perempuan itu. Perempuan yang
keluarganya sudah sepakat untuk menikahkan masing-masing anak dari keluarga
mereka. Itu sebuah perjodohan. Dan Junhoe tidak bisa menolak. Dia adalah anak
laki-laki satu-satunya, yang harus menikah dan meneruskan ikatan dua keluarga
itu. Kesepakatan yang bodoh bukan.
“Kau jahat Junhoe....
jahat. Aku sangat mencintaimu, tapi kau dengan perempuan lain dan
meninggalkanku, kau jahat Koo Junhoe! Kau jahat! Aku mencintaimu....”
Chaeyoung akhirnya
tidak bisa lagi menahannya, dia menangis. Dia berjalan menuju meja makan,
melempar mangkuk sup itu, dan melempar apapun yang dilihatnya. Dia menjerti, dan
berteriak memanggil nama laki-laki itu. Dia menghancurkannya, membuat rumah
rapi dan bersih itu sangat berantakkan.
“Kau tahu aku sangat
mencintaimu, tapi kenapa... kenapa kau malah bersama dengan orang lain
Junhoe-ya, kenapa....”
Chaeyoung berhenti berteriak,
dia jatuh. Kakinya menginjak pecahan kaca dari vas yang dia lempar, dan itu
berdarah. Dia menangis. Hanya Junhoe yang dia punya, Ibu dan Ayahnya sudah
pergi ke tempat yang tidak bisa dia jangkau. Dan sekarang, Koo Junhoe juga
pergi ke tempat yang tidak bisa dia gapai.
“Aku mencintaimu Koo
Junhoe...”
***
“Junhoe-ya,
selamat ulang tahun yah,” aku mengecup bibirnya, cepat. “Sekararang kau sudah
besar, jadi... apa kau mau berjanji padaku?”
“Janji
apa?”
“Menikah
denganku. Koo Junhoe akan menikah denganku, Park Chaeyoung.”
“Menikah?
Tapi kita masih murid SMA, Chaeyoung-ah, mana bisa menikah?”
“Aku
tahu. Tapi aku ingin kau berjanji sekarang, kalau nanti kita sudah dewasa, kau
akan menikah denganku. Yah?”
Dia
diam, menatapku. Tapi lalu dia tersenyum, dan memelukku. Pelukannya hangat,
seperti biasa. Lalu dia berbisik.
“Yah,
aku akan menikah denganmu nanti.”
“Janji?”
aku melepas pelukannya, menatap penuh harap pada matanya. Aku ini sangat
mencintainya, dan aku ingin laki-laki ini hanya menjadi milikku.
“Aku
berjanji bahwa aku hanya akan membuat Koo Junhoe menjadi satu-satunya pengantin
untuk park Chaeyoung.”
“Hah?
Kenapa seperti itu?”
“Karena
itu adalah janjiku.”
“Kenapa
tidak sebaliknya saja? Park Chaeyoung yang akan menjadi satu-satunya pengantin
untuk Koo Junhoe.”
“Emh...
tidak mau. Dan aku tidak akan merubah janjiku, karena aku sudah berjanji
padamu.”
Dia
menarikku lagi kedalam pelukannya, mengusap kepalaku. Aku tidak terlalu
mengerti ucapannya, tapi aku senang karena dia berjanji untuk menikah denganku.
“Aku
mencintaimu, Park Chaeyoung.”
---
Chaeyoung membuka
matanya, menatap langit-langit kamarnya, diam. Itu mimpi. Dia memimpikan janji
itu lagi, janji yang Junhoe ucapkan lima tahun lalu padanya.
“Chaeyoung-ah, kau
sudah bangun? Apa ada yang sakit?”
Chaeyoung melirik dua
perempuan yang duduk di sampingnya, itu Lisan dan adik mendiang Ibunya.
“Chaeyoung, apa kau
bisa mendengarku?”
“Imo, kenapa kau ada
disini?”
“Lisa yang menelfonku,
dia bilang kau pingsan, jadi aku cepat-cepat datang kesini. Sebenarnya kau kenapa?
Rumahmu berantakkan, dan kakimu terluka, kau sakit?”
“Aku tidak apa-apa,
maafkan aku membuat kalian khawatir.” Chaeyoung bangun, duduk menyandar pada
dinding.
“Ya! Anak nakal.
Bagaimana kau bisa seperti ini, rumahmu dikuci, dan kau terluka begini, apa
terjadi sesuatu padamu? Aku sangat khawatir. Untung saja kita mendapat kunci
lain dari penjaga apartemen, bagaimana jika kita tidak bisa masuk dan sesuatu
yang lebih buruk terjadi padamu Chaeyoung-ah?”
Chaeyoung tidak bisa
menahan air matanya saat Tantenya memeluk, mereka menangis bersama. Itu
kesalahannya, membuat mereka khawatir. Dia terlalu bodoh karena menangisi
laki-laki itu, dan melupakan orang lain yang masih ada untuknya.
“Maaf Imo, maafkan
aku...”
“Jangan seperti ini
lagi, aku mohon padamu. Bagaimana aku bisa berhadapan dengan orangtuamu nanti,
jika aku tidak bisa menjagamu dengan baik,”
“Tidak Imo, ini
salahku, maafkan aku,”
“Sudah aku bilang,
tinggal saja denganku, jangan tinggal sendirian.”
Chaeyoung terdiam,
mengeratkan pelukannya pada perempuan paruh baya yang sudah dia anggap sebagai
Ibunya. Selepas orang tuanya meninggal, Imo yang mengurusnya, dan dia bersyukur
karena perempuan itu sangat menyayanginya.
---
“Ya! Sebenarnya apa
yang terjadi padamu, kenapa kau seperti ini lagi?”
“Lisa, aku tidak tahu
harus bagaimana,”
“Jika ini karena Koo
Junhoe, aku tidak akan memaafkanmu Chaeyoung.”
“Lisa...”
“Laki-laki itu sudah
jahat padamu, dia meninggalkanmu dan menikah dengan perempuan lain,”
“Lisa, darimana kau
tahu?”
“Ya! Babo! Aku ini
temanmu. Dan juga, undangannya ada di rumahmu, bagaimana aku bisa tidak tahu.
Babo.”
“Lisa...” Chaeyoung
memeluknya, kembali mengeluarkan air matanya di pelukan perempuan itu. “Aku
ingin Koo Junhoe, aku mencintainya...”
“Tidak Chaeyoung-ah,
lupakan dia.”
“Tapi aku sangat
mencintainya, aku_”
“Ya! Park Chaeyoung!”
“Hey ada apa, kenapa
Chaeyoung menangis lagi? Sudah, makan malamnya sudah siap, ayo kemari, kita
makan bersama.” Imo menyimpan sup di atas meja makan, dan dengan itu, makan
malamnya sipa.
“Dengar Chaeyoung-ah,
Junhoe menikah hari ini, dan itu berarti dia bukan milikmu lagi. Jadi
berhentilah mengharapkannya, lupakan dia.” Lisa membantu Chaeyoung berdiri,
memapahnya sampai meja makan.
Itu benar. Yang Lisa
katakan itu benar. Koo Junhoe sudah resmi menjadi milik perempuan lain hari
ini, dan itu berarti sudah tidak ada harapan untukknya. Dia tidak bisa
menggemgam tangan laki-laki itu lagi. Hubungan mereka sudah berakhir.
***
Saat pagi hari, tidak
ada yang menelfon dan berteriak menunggunya di luar apartemen, tidak ada yang
mengantarnya berangkat kuliah. Saat petang, tidak ada yang memarahinya karena tidak
cepat keluar dari kampus, tidak ada yang menjemputnya pulang kuliah. Saat
makan, tidak ada yang merengek ingin mengganti makanannya karena tidak suka
atau alergi. Saat mengantuk, tidak ada yang memaksa meminjamkan pangkuannya
untuk dijadikan bantal tidur. Sekarang sudah tidak ada lagi. Laki-laki itu
sudah pergi, tidak ada di sampingnya lagi. Tangan itu sendiri sekarang, tidak
ada yang menggandengnya mesra lagi.
Mau bagaimana dia
menangis, menjerit, atau berteriak, tidak akan ada yang berubah. Dan tidak ada
yang bisa di lakukan selain menerimanya. Menerima kalau laki-laki itu sudah
bukan miliknya lagi, dan menjadi milik orang lain.
Park Chaeyoung sangat
berusaha dengan dirinya, dia menocba untuk melupakan Junhoe. Menepis dirinya
yang merindukan laki-laki itu, menahan dirinya yang mencintai laki-laki itu,
dan menyadarkan diri kalau laki-laki itu tidak bisa dia genggam lagi.
Itu menyakitkan. Sangat
sakit. Setelah delapan tahun bersama dengan cintanya, Chaeyoung tidak mengerti
kenapa dia harus tiba-tiba menikah dengan perempuan lain. Bukankah dia berjanji
akan menikahinya? Tapi sepertinya, laki-laki itu mengingkari janjinya sendiri.
Baiklah, tidak apa-apa.
Itu tidak apa-apa.
Chaeyoung tidak boleh
merusak dirinya sendiri hanya karena laki-laki jahat itu, dia harus kembali dan
hidup dengan baik untuk orang yang masih di sampingnya dan menyayanginya.
Park Chaeyoung harus
merelakan itu.
***
Sore ini, sedikit lebih
dingin dari pagi hari tadi. Dan hujan, baru saja berhenti. Meninggalkan
dedaunan yang basah, dan menyisakan langit mendung dengan awan abu-abu.
Hari ini, kelas selesai
lebih cepat. Karena itu, semuanya sudah pergi. Hanya mereka berdua yang keluar
lebih lambat. Lisa dan Chaeyoung berjalan melewati gerbang.
“Chaeyoung-ah, hari ini
kau lebih ceria.”
“Benarkah?” Chaeyoung
langsung memasang wajah riangnya, dan sedikit melebihkan ekspresinya, menatap
Lisa.
“Aah... sekarang senyum
di buat-buatmu itu merusak kecerianmu. Aku tarik kembali ucapankau.” Lisa
memalingkan wajahnya, melangkah lebih cepat.
“Hem.. begitu yah.”
Chaeyoung juga mempercepat langkahnya, menggandeng lengan Lisa dan menyamakan
langkah mereka. “Mungkin, karena aku sudah tidak apa-apa, dan juga itu karena
kau ada di sisiku Lisa. Terima kasih.”
“Baguslah kalau kau
sadar. Jadi jangan pernah menyakiti dirimu sendiri lagi, kau harus ingat padaku
dan orang lain yang menyayangimu.”
“Hah? Jadi... kau ini
menyayangiku yah Lisa? Kau bilang membenciku?”
“Error. Sepertinya aku
salah bicara. Maksudku benci, bukn sayang.”
“Eh.. kenapa begitu?
Padahal aku juga menyayangimu Lisa-ya, jadi katakan saja kalau kau
menyayangiku, yah? Yah Lisa?”
“Tidak akan pernah.”
Lisa melepaskan tangan Chaeyoung darinya, tapi dengan cepat Chaeyoung kembali
menggandengnya.
“Aku serius Lisa. Aku
benar-benar bersyukur mempunyaimu di sisiku,”
‘Baiklah, itu sudah
cukup, jangan lanjutkan perkataan menggelikan itu.”
Chaeyoung tersenyum,
Lisa yang seperti itu adalah temannya yang sangat baik, dan dia tidak tahu
bagaimana jika cerita tidak membuatnya berteman dengan Lisa. Mereka melanjutkan
langkah sampai halte bis, dan berhenti.
“Lisa, sepertinya aku
akan tinggal di rumah Imo mulai sekarang.”
“Apa?” Lisa langsung
melirik perempuan yang duduk di sampingnya. “Maksudmu kau mau pindah?”
“Yah. Imo terus saja
memaksaku tinggal bersamanya, dan juga... tinggal sendiri itu rasanya
melelahkan.”
“Chaeyoung-ah, benar
kau mau pindah? Lalu bagaimana dengan kuliahmu? Apa tidak bisa jika Imo saja
yang pindah ke rumahmu?”
“Huh? Hey... kau ini
kenapa?” Chaeyoung tidak mengerti perubahan ekspresi tiba-tiba Lisa.
“Apa kau akan
meninggalkanku?”
“Ya! Kau ini bicara
apa?”
“Kau bilang akan pindah
ke rumah Imo, jadi kupikir kita tidak akan_”
“Lisa!” Chaeyoung
mencubit pipi perempuan berambut sebahu itu, membuatnya mengernyit menahan
nyeri. “Aku hanya pindah ke Incheon, bukan ke luar negeri. Dan juga, kita masih
akan bertemu, karena aku harus tetap kuliah di tahun terakhirku ini.”
“Kau tidak akan pindah
kuliah?”
“Ya! Babo! Mana mungkin
aku pindah di saat akhir begini? Tentu saja aku harus menyelesaikan kuliahku
disini. Dasar kau ini.”
“Tapi kenapa tiba-tiba
begini? Rasanya Imo dari dulu memaksamu tinggal bersamanya, tapi kenapa baru
sekarang kau pindah?”
“Sudah kubilang,
tinggal sendiri itu melelahkan. Dan mungkin...” Chaeyoung menggantung
ucapannya, menarik nafas dan memandang langit sore mendung. “Sepertinya aku
membutuhkan suasana baru untuk melupakan pengacara jahat itu.”
“Emm.. Chaeyoung-ah,
jangan pikirkan lagi laki-laki itu. Pikirkan saja aku yah, hanya Lisa.”
Chaeyoung tertawa.
Walaupun tidak menjawab, tapi mungkin dia akan menuruti perempuan itu.
Melupakan Koo Junhoe dan beralih hanya memikirkan Lisa.
“Hah...” Chaeyoung
berdiri. Bis yang di tunggunya sudah datang. “Tapi rasanya akan merepotkan
setelah pindah nanti. Setiap hari aku harus bangun lebih pagi, menempuh jarak
jauh dai Incheon ke Seoul. Aah... pasti melelahkan.”
‘Tidak, karena aku akan
menemanimu setiap hari.”
Bis berhenti di depan
halte, membuka pintunya dan semua orang yang menunggunya masuk. Kemudian
kembali melaju, menyusuri jalanan dan mengantarkan orang-orang di dalamnya pada
tujuan masing-masing.
***
Park Chaeyoung berhenti
melangkah, membuat Lisa juga berhenti. Dia mengaduk-aduk tasnya, meraba-raba saku
celana dan jaketnya. Dia mencari sesuatu.
“Lisa, bisakah kau
tunggu disini sebentar? Sepertinya aku meninggalkan ponselku di kelas tadi,”
“Ah kau ini, seperti
biasanya. Baiklah, cepat.”
“Iya. Tapi tunggu yah,
awas kalau meninggalkanku.” Chaeyoung langsung berlari, masuk kembali ke dalam
gedung kampusnya.
Sore hari ini cerah,
matahari masih bersinar dengan sinarnya yang mulai redup. Dan hujan tidak
datang hari ini.
Lisa berjlan perlahan
menuju gerbang, masih membaca buku tebal di tangannya. Dia sudah biasa jika
barang-barang Chaeyoung tiba-tiba hilang, karena perempuan bertubuh ramping itu
memang ceroboh.
“Lisa...”
Lisa mengangkat
wajahnya, membawa tatapannya pada seseorang yang tiba-tiba berdiri di
hadapannya. Laki-laki jangkung itu.
“Koo Junhoe?”
“Lisa, apa kau bersama
Chaeyoung? Aku mencari ke apartemennya, tapi tempat itu kosong. Aku juga tidak
bisa menghubunginya. Apa kau tahu dimana dia?”
“Kenapa kau
mencarinya?”
“Aku harus bertemu
dengannya, bisakah kau beri tahu aku dimana dia?”
“Jangan bertemu
dengannya lagi.”
“Kenapa?”
“Ya! Kau sudah
menyakitinya Koo Junhoe! Kau menikah dengan perempuan lain dan meninggalkannya,
kau sudah menghancurkan hatinya. Jadi untuk apa lagi kau menemuinya? Chaeyoung
bukan siapa-siapa lagi untukmu, jangan sakiti lagi dia dengan bertemu denganmu.”
“Tidak Lisa, pernikahan
itu...” Junhoe menahan ucapannya. Rasanya lidahnya kelu untuk mengatakan
pernikahan itu. Dia juga sadar sudah menyakiti hati kekasihnya, tidak, mantan
kekasihnya.
“Apa? Ada apa dengan
pernikahannya? Ah iya, aku lupa memberimu selamat. Jadi, selamat atas
pernikahanmu Pengacara Koo Junhoe. Apa kau bahagia?”
“Hentikan. Aku hanya
ingin bertemu dengannya, ada sesuatu yang harus aku bicarakan,”
“Aku tidak akan
membiarkanmu bertemu dengannya. Sekarang ini Chaeyoung sudah lebih baik, dan
aku tidak ingin dia kembali menangis karena melihatmu. Pergilah.”
“Aku tidak akan pergi
sebelum bertemu dengannya.”
“Koo Junhoe! Aku mohon
mengertilah.” Lisa menutup bukunya, menajamkan tatapan pada laki-laki itu.
“Park Chaeyoung bukan lagi kekasihmu, kau sudah melukainya. Jadi aku mohon
pergilah dan jangan ganggu dia lagi.”
“Aku mencintainya, dan
aku tidak akan pernah bisa melupakannya. Izinkan aku bertemu dengannya Lisa,
aku mohon,”
“Tidak.”
“Lisa, jangan seperti
ini kumohon. Biarkan aku bertemu dengannya. Apa Chaeyoung ada di dalam sana?”
Junhoe menatap sekeliling bangunan kampus itu. “Aku akan masuk dan mencarinya.”
“Chaeyoung sudah
pindah,” Lisa menaikkan nada suaranya, membuat laki-laki itu menghentikan
langkahnya lagi. “Tidak ada di sana, dia sudah pergi. Chaeyoung pindah ke
Incheon.”
“Incheon?” Junhoe
berbalik, kembali melangkah mendekati Lisa. “Apa dia pindah ke rumah Imo-nya?”
“Walaupun kau kesana,
kau tetap tidak akan bisa menemukannya. Kenapa kau tidak pulang saja
Junhoe-sshi? Istrimu pasti sudah menunggumu di rumah. Apa kau lupa kalau sudah
ada cincin yang mengikat tangan kananmu itu?”
“Kalau aku mencarinya,
pasti aku akan menemukannya. Terima kasih, Lisa-ya.” Junhoe berlari
meninggalkan Lisa, menaiki mobil hitamnya dan pergi.
“Aaakh menyebalkan!”
“Lisa? Kau kenapa?”
Chaeyoung mengerutkan keningnya melihat Lisa menjerit sangat keras dan melempar
bukunya.
“Tidak.” Lisa kembali
mengambil bukunya. “Tidak apa-apa. Aku hanya kesal menunggugu.”
“Ah.. maaf, tadi aku
tidak menemukan ponselku, tapi sekarang sudah kutemukan. Maafkan aku yah.”
Chaeyoung memeluk Lisa, mengusap-usap kepalanya. “Kita bisa pulang sekarang,”
“Tapi aku sangat
berterima kasih karena kau selama itu.”
“Eh huh? Apa maksudmu?”
“Tidak, bukan apa-apa.
Ayo cepat kita pulang, mungkin hujan akan turun sekarang. Ayo cepat!”
“Ta-tapi sepertinya
langitnya cerah, apa benar akan hujan?”
“Sudahlah, ayo!” Lisa
menarik tangan Chaeyoung, membawanya berjalan cepat meninggalkan tempat itu.
Dan untung saja, laki-laki itu sudah pergi saat Chaeyoung datang. Karena, Lisa
tidak akan membiarkan laki-laki itu menyakiti temannya lagi.
-bersambung-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar